Kisah Terlarang

3 0 0
                                    

A "Kita mau kemana, yang?" tanya seorang pria yang menghentikan kendaraan roda empatnya dipinggir jalan.  Dengan menatap wajah si wanita lekat-lekat.

Perempuan muda berusia dua puluh tahun itu melirikkan kedua bola matanya kekanan dan kekiri. Seperti, sedang berpikir dengan tangan yang bersedekap di dadanya.

"Gimana kalo kita ke tempat wisata yang ada curugnya?" ujarnya dengan bibir yang membentuk sebuah senyuman, juga tatapan menarik yang ingin selalu memancing untuk dipandang.

Si laki-laki mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Lalu, kembali menyalakan mesin mobilnya dan meluncur ke arah yang dituju.

Sekitar dua jam perjalanan, mereka pun tiba di sebuah tempat yang sejuk dengan berbagai pepohonan asri menenangkan mata.

Kedua pasangan sejoli itu, melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Setelah, sebelumnya membeli tiket masuk terlebih dahulu.

Tangan mereka tidak lepas dari genggaman. Terkadang terdengar jeritan manja dari si gadis saat kakinya hampir tergelincir dari atas batu-batu ketika melintasi sungai jernih dengan ikan kecil berenang di dalamnya.

Setibanya....

Mereka duduk menikmati alam dengan perasaan masing-masing. Ada gejolak yang ingin dilawan oleh satu sama lain.

Sepi, hanya suara gemerincik air yang jatuh ke dasar sungai yang menjadi satu-satunya suara yang terdengar oleh keduanya. Selain, suara beberapa orang yang begitu riang tertawa tengah berenang dan bermain di aliran sungai sana.

"Mau berenang?" tanya si Pria dengan menolehkan kepalanya pada si gadis.

"Aku nggak bawa baju ganti," tolak si perempuan, masih dengan senyum dibibirnya. Hanya saja kali ini terlihat lebih berat.

"Okay! kalau begitu, aku mau kesana." kata si laki-laki sambil bangun dari duduknya. Namun, si wanita segera menahan lengan Sang kekasih.

Tentu saja si pria merasa heran dan menaikkan alis kirinya. "Kenapa?"

Si perempuan menghela napas berat sebelum membuka mulutnya. "Aku ... maksudku kita, seharusnya segera mengakhiri hubungan ini." terdengar isakkan yang tertahan saat ia mengutarakan ucapannya.

Kemudian, melonggarkan pegangannya sedikit demi sedikit dari lengan si pria.

Terlihat rautnya mulai berubah menjadi sayu.

"Kita tidak bisa meneruskan semuanya, Di!"

"Aku tahu, Mil. Hanya saja aku belum siap untuk melepaskanmu." jawabnya lirih dengan merundukkan kepalanya.

"Lalu, sampai kapan? Menunggu mereka tahu!"

Sadar hubungan mereka tak lebih dari sekedar rasa bosan pada awalnya akan pasangan masing-masing.

Apa yang patut dipertahankan dari sebuah hubungan yang tidak wajar? Jika pada akhirnya hanya akan saling menyakiti satu sama lain. Terlebih jika pasangan mereka tahu akan ada sesuatu yang tidak sehat dalamnya.

"Aku sayang dia, Di. Meski hatiku milikmu. Tapi dia yang sudah hadir terlebih dahulu dan memberikan kasihnya dengan tulus,"

Si pria yang bernama Adi itu, diam sejenak dengan pandangan nanar penuh iba. Jauh dalam hati enggan untuk berpisah dari pacar gelapnya.

"Apa tujuanmu mengajakku ke sini itu, untuk memutuskanku?"

"Tidak, tadinya tidak terpikir sama sekali. Hanya aku merasa memang sudah saatnya diakhiri!"

"Tapi, aku sayang kamu Mil,"

"Aku pun sama, Di. Tapi ini salah! Kita punya mereka yang tidak seharusnya tersakiti oleh kita,"

Adi merundukkan tubuhnya, menatap lekat pada wajah Mila yang mungkin semua perkataannya bisa dibenarkan.

"Baiklah, jika itu maumu. Aku ... rela melepaskanmu." mata Mila semakin galak berurai airmata tatkala ikatan yang mereka bina selama setahun silam dan diam-diam itu memang harus usai.

Kita tidak bisa egois hanya untuk mempertahankan seseorang yang jelas bukan milik kita. Cepat atau lambat, perih atau tidak, tetap harus dilepaskan.

Kadang sebuah pengorbanan harus dilakukan demi kebahagiaan seseorang yang benar-benar menyayangimu. Apapun itu alasannya.

Setialah pada pasanganmu. Jangan pernah bosan, karena dialah yang akan selalu ada untuk setiap perasaan yang kamu rasakan.

Tepat jam tiga sore, mereka memutuskan untuk pulang. Tapi tidak bersama seperti saat pergi tadi.

Si gadis duduk di atas kursi kayu seorang diri,  dengan pandangan yang entah kemana. Dan si pria memandang, mengawasi dari kejauhan dengan raut yang sama.

"Sayang," sergah seseorang yang lain dengan minuman di tangannya.
Ternyata Mila sudah meminta pada kekasihnya agar menjemput dirinya di tempat wisata tersebut.

Gadis menoleh dengan senyum yang mengembang, mengambil minuman tersebut. Lalu bangkit dari duduknya, menggandeng lengan Sang kekasih yang menjemput dirinya.

Sejenak,  Mila menoleh ke arah belakang. Mengisyaratkan melalui kedua bola matanya, seolah ingin berucap selamat tinggal pada si pria yang masih berdiri di tempatnya, hingga hilang dari pandangan.

End

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpilan CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang