bagian 1

7.4K 166 8
                                    

Hai...hai... kali ini aku coba untuk menulis cerita dari seseorang teman... tentang kisah hidupnya, dan menurutku kisahnya menarik... banyak konflik, kisah sedih, perjuangan, dan kebahagiaan.

Sebelumnya terimakasih untuk teman teman yang sudah baca "Arika Kekasihku"

Baik kita mulai kisah ini.... semoga suka :)
***

Abdi furqoni,

2010

Saya laki-laki 34 tahun, seorang dosen bahasa arab disebuah Universitas Islam di Riau. Saya sudah menikah 6 tahun lalu... tetapi belum diberikan keturunan.

Saya dan Ulfa menikah dijodohkan oleh orang tua kami, sepulang kuliah S2 di Yaman saya memang sudah di minta menikah oleh Ibu saya.

Jujur saya tidak punya pengalaman apa apa tentang wanita, satu satunya wanita yang pernah saya cintai dalam hidup saya adalah Ibu...
Sedangkan adik saya satu satunya adalah laki-laki, dia sudah menikah ketika saya masih kuliah di yaman.

Ibu adalah segalanya untuk saya, jadi ketika Ibu mencarikan jodoh untuk saya... saya ikhlas menerimanya, pikir saya ' jika Ibu bisa menerimanya, begitu pula saya'

Ulfa adalah anak dari teman Ibu... dia manis, baik dan soleha.

Sejak kami menikah tak henti hentinya kami berusaha untuk mendapatkan keturunan. Dari cara tradisional sampai ke dokter spesialis. Tapi memang belum rezeki...

Sampai suatu malam setelah 6 tahun berlalu, selepas solat Isya tiba-tiba Ulfa menghampiri dan menggenggam tanganku;

"Abang... lama sudah dinda berfikir, dinda ingin sekali menggendong anak abang" suaranya bergetar menahan isak..."kalau ada perempuan yang abang suka, nikahilah ia" tangisnya pecah...

Ku peluk tubuhnya, ku cium kepalanya...

" kita sabar saja dulu..., kita tunggu kabar baik dari Allah" aku berusaha menjawab menenangkannya.

Tapi sejak malam itu dia jadi sering sekali membicarakan poligami,
Jujur pada saat itu tak ada niatan saya untuk menikah lagi...

Tapi lihat dari kesungguhannya saya yakin Ulfa serius...
Dua minggu berlalu, saya masih menghiraukan permintaan Ulfa, tapi setelah lama kelamaan saya jadi sering memikirkannya...

Sebagai laki-laki normal saya tentu ingin mempunyai anak, apalagi salah satu tujuan menikah adalah mempunyai keturunan... saya pernah bercerita pada Ibu tentang permintaan Ulfa;

"Kalau kau mau, menikahlah sekali lagi... tapi jangan kau ceraikan Ulfa"

"Abdi takut tak bisa adil bu"

"Tak ada manusia yang sempurna di, kalau Ulfa saja percaya padamu... kenapa kau tak percaya pada dirimu"

Setelah berbincang dengan Ibu, hati saya semakin bimbang...
Apa memang seharusnya saya menikah lagi?

Ibu setuju, Ulfa... bahkan dialah yang menyarankan. Dan lagi secara finansial, Insyaallah saya mampu.

Karena selain menjadi Dosen, saya mempunyai beberapa toko pakaian muslim yang saya rintis sebelum saya menikah.

Jadi suatu malam dikamar ketika kami berbaring saya beranikan bertanya pada Ulfa,

"Dinda..." mataku menatap langit langit

"Iya bang"

"Apa dinda serius ingin abang menikah lagi"
Tiba tiba dia bangkit dan duduk menatapku yang masih berbaring

"Insyaallah bang"kulihat kesungguhan dimatanya

"Apa dinda punya calon untuk abang?" Ada sedikit ragu dalam suaraku

"Belum..., apa abang belum punya calon?"

"Belum"

"Mau dinda yang carikan atau Ibu?"

"Abang tak tau"

Ulfa hanya diam menatapku, susana malam itu membuatku sedikit resah...

Saya tidak bisa tidur malam itu, gelisah... saya pandang Ulfa sudah tidur dari tadi, wajahnya tenang,
Akhirnya saya berwudlu dan solat tahajud.
***

Pagi ini dikampus saya mencoba untuk fokus, Hingga ada satu kejadian mengubah semuanya...

Setiba dipintu kelas saya mendengar ada benda jatuh dibelakang saya, ternyata itu bunyi buku yang terjatuh... ketika saya menoleh ada mahasiswi yang sedang buru buru memungut buku buku yang berjatuhan dari tangannya.

Namanya Hafsah, dia salah satu mahasiswi terpintar di kelas... saya melihat dia sedikit gugup ketika saya berusaha membantu mengambilkan bukunya. Dan anehnya dia tidak berterimakasih atau basa basi... malahan dia buru buru masuk ke kelas.
Mungkin dia lupa, saking gugupnya.

Saya jadi ingat, beberapa kali memang dia selalu nyaris terlambat. Waktu itu saya berfikir mungkin rumahnya jauh.

"Hasil tes minggu lalu sudah saya nilai, yang tertinggi itu Rizki dan Hafsah. Yang nilainya pas pasan, coba berusaha lebih giat lagi. Ingat kalian sudah tingkat akhir, minggu depan sudah susun skripsi. Jadi tolong serius" saya memberikan kertas hasil ujian pada salah seorang mahasiswa untuk dibagikan.

Entah Allah memberikan sinyal pada saya atau memang karena fikiran saya sedang memikirkan untuk poligami tapi setelah kejadian tadi pagi dengan hafsah, saya jadi sering memikirkannya...

meski selama ini saya tidak peduli tapi saya banyak mendengar tentang dia, banyak mahasiswa yang ingin taaruf dengannya... karena selain pintar Hafsah sangat cantik.

Tapi semua rasa penasaran saya tepis, saya merasa tidak mungkin hafsah mau menjadi istri kedua... apalagi usia kami terpaut hampir 11 tahun. Yang menyukai dia banyak... dan mereka masih muda. Saya coba menjelaskan pada hati saya sendiri.

Hari berganti tapi pikiran saya tidak... Allah menitipkan rasa suka kepada saya untuk Hafsah, jujur ini pertama kalinya untuk saya. Saya tidak ingin ini jadi dosa, saya berharap bisa kerumahnya dan meminang Hafsah kepada orangtuanya.

Tapi lagi lagi rasa ragu menghinggapi hati saya, mungkin saja dia sudah ada calon... mungkin lebih muda dan lebih baik dari saya. Pikiran-pikiran seperti itu yang berkecamuk di pikiran saya.

Tapi anehnya semakin saya menepis perasaan saya, semakin saya memikirkannya. Kalu sudah begitu saya perbanyak istigfar, saya takut setan menggoda.

Seperti hari itu, ketika pagi saya melihat dia jalan terburu buru di koridor menuju kelas.
Entah kenapa secara otomatis saya memperlambat langkah, saya ingin dia masuk dahulu ke kelas, saya tidak ingin dia terlambat...
saya jadi peduli kepadanya.

***

Dua Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang