S A T U

1.1K 23 1
                                    

Alan berjalan dengan santai memasuki rumahnya. Dia sudah lelah, mungkin dia butuh pelukan guling dan hamparan kasurnya.

"Alan, Kamu sudah pulang?" tanya Flora, Bunda Alan dengan suara yang lembut.

"Sudah, Bun." ucap Alan lalu menghampiri Flora dan menyaliminya.

"Gimana sekolah tadi? Seru nggak?"

"Seperti biasa Bun," balas Alan kemudian menguap sambil menutup mulutnya.

"Kamu ngantuk ya? Yaudah tidur sana. Jangan lupa ganti pakaian dulu ya!" intruksi Flora yang dijawab dengan anggukan oleh Alan.

Alan pun melangkahkan kaki menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Membuka pintu, mengganti pakaian, meminum segelas air, lalu menuju ke alam bawah sadarnya.

***

"Kamu gak perlu ngatur Aku!" kata Dimas, sambil memandang Flora bengis.

"Aku kan Istrimu, Mas," ucap Flora sambil meneteskan air mata.

"Ga usah cengeng Kamu! Aku mau pergi sama Selingkuhanku!"

"Mas, jangan Mas," ucap Flora sambil bersedakap pada tangan Dimas.

"Sana!" bentak Dimas lalu mendorong Flora sampai terjatuh.

DEG

Alan tersadar dari tidurnya. Apa yang terjadi? Apa masalah antara Bunda dan laki-laki brengsek itu lagi?

Alan pun bangun dari tempat tidur lalu berlari cepat ke lantai bawah. Alan melihat Flora terkapar tak berdaya di atas lantai dengan darah yang mengucur deras.

"BUNDA!" pekik Alan histeris.

Alan pun menatap si pelaku dengan tatapan bengis. Matanya menandakan kalau dia sangat sangat marah.

"Kalau Bunda saya celaka, Saya akan laporkan Anda ke polisi!" seru Alan lalu mengangkat Mamanya ke mobil untuk dibawa ke rumah sakit.

Dimas terdiam membisu.
Dia menyesali perbuatan yang telah dilakukannya. Dia pun mulai menangis dalam diam.

Alan memasuki rumah sakit dengan langkah cepat. Beribu-ribu derai keringat sudah mulai keluar, tanda kekhawatirannya. Tapi itu tidak penting sekarang, yang terpenting adalah bundanya harus baik-baik saja. Ya cuma itu.

****

Flora sedang diobati oleh dokter. Alan hanya bisa menunggu di depan ruangan tempat mamanya diobati sambil memberikan doa di dalam hati semoga tidak terjadi hal buruk yang menimpa bundanya.

Setelah beberapa saat, dokter pun keluar.

"Apakah Anda keluarga pasien?" tanya sang Dokter.

"Iya, Saya anaknya." ucap Alan yang harap-harap cemas.

"Mohon maaf Nak, Pasien tidak dapat tertolong karena pendarahan yang sangat parah di bagian belakang kepalanya." terang sang Dokter.

Hening...

Tak ada kata yang dapat diucapkan Alan saat itu.

Tak pernah terbayangkan olehnya, bunda yang sangat ia sayangi pergi secepat ini untuk selama - lamanya.

Tanpa ia sadari air matanya terus menerus keluar mengalir tanpa henti, teringat semua kenangan yg telah ia lalui bersama bundanya.

hancur sudah harapan dan impiannya dalam sekejap .

Alan pun segera masuk ke dalam ruangan itu. Ya, ruangan yang menjadi saksi bisu meninggalnya Bunda Alan. Saksi bisu tangisan Alan yang membanjir deras sambil memeluk seseorang yang sudah tidak bernyawa lagi. Ya, Alan sedang berada di masa terpuruknya.

"Jangan tinggalin Alan, Bun. Jangan pergi. Alan sayang bunda. bunda. bangun bun. bangun. bunda bangun." ucap Alan dengan suara yang bergetar di sela-sela tangisnya.

Namun, tak ada balasan yang Alan dengar. Semuanya diam, seperti tidak tau apa-apa.
Tak ada yang peduli pada Alan.

Alan mendesah berat. Masa depannya yang dulu ia idam-idamkan sudah tak berarti tanpa bundanya. Semua rencana untuk membahagiakannya pun sudah hancur.

Alan yang selalu melihat senyum hangat bundanya, sarapan buatannya, apalagi perhatiannya yang membuat Alan menjadi anak yang paling beruntung sedunia.

Sekarang semuanya sudah berbeda. Alan akan menjadi pribadi yang berbeda, mulai sekarang!

****


Jejak FatamorganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang