Ratih

29.2K 1.4K 23
                                    

Bukankah mimpi buruk hanya ada saat kau terlelap?
Lalu kenapa saat mata tak terpejam, mimpi buruk ini tak kunjung usai?
~Dua Cincin~

Sebuah mobil terus berjalan dibawah gelapnya malam. Malam semakin larut. Lampu-lampu jalan menghias kota itu, menyiratkan betapa remangnya perasaan kedua sejoli itu saat ini.

Raka terus fokus mengendarai mobil hitamnya. Sesekali kepalanya mendongak keluar mobil berharap dapat menemukan Ratih yang pergi sejak pagi tadi. Jalan tidak begitu sepi, bahkan ramai. Suasana malam minggu yang sudah menjadi rahasia umum, pasangan yang sedang dimabuk cinta akan berkeliaran malam ini.

Raka tersenyum miring melihat sepasang kekasih yang sedang memakan jagung bakar ditepi jalan itu. Sejenak ingatannya membawa dia kembali ke masa-masa pacarannya dengan Ratih. Betapa bahagianya waktu itu, sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi saat ini.

Raka menepikan mobilnya. Ia merogoh sakunya, mengambil ponselnya yang terletak disana. Tetap sama. Nomor Ratih masih tidak aktif. Semarah itukah dia? Pikir Raka. Tidak ada kabar dari Ratih. Sementara pesan dan panggilan dari Ratna memenuhi notifikasi ponsel Raka.

Mas sudah ketemu kak Ratih?
-
Mas lagi dimana?
-
Mas sudah sore, kenapa tidak pulang?
-
Mas, tolong angkat teleponku.
-
Mas?

Raka membuang nafasnya berat. Ia tidak menyangka semua bisa menjadi serumit ini. Ia pikir semua akan baik-baik saja, dan setelah itu rumah tangganya akan kembali diisi oleh dua orang saja.

Raka merutuki kejadian yang memaksa ia harus menikahi Ratna. Kalau saja waktu itu Wahyudi, ayahnya--tidak terlibat dengan peristiwa kematian anggota keluarga Barong, ia tidak harus seperti ini sekarang. Irfan memohon Wahyudi membujuk Raka menikahi puterinya saat itu. Namun permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Raka. Tidak disangka di akhir pertemuan malam itu Irfan menarik Raka bicara berdua.

"Nikahi Ratna. Wujudkan keinginannya diakhir umurnya ini. Kau harus mau. Atau... Atau akan kubuka rahasia ayahmu tentang kematian Barong."

Raka membuang ponselnya ke kursi belakang, lalu mengantuk-antukkan kepalanya di setiran mobil saat mengingat kejadian itu.

"Keparat!" umpatnya.

💍💍💍

Perlahan suasana ramai tadi menjadi sepi. Wajar saja, sudah pukul 12 malam. Hanya ada sepasang suami istri yang menjual roti bakar saat ini disitu. Ingin pulang juga, saat ini mereka sudah membereskan semua perintilan dagangannya.

"Kok belum pulang juga mbak?" tanya wanita itu sambil menyangkutkan kursi platik itu diatas gerobaknya.

"Iya. Tinggal mbak sendiri lho disini." tandas pria, suami wanita itu.

Ratih tersentak, dia baru sadar sudah tidak ada lagi keramaian disini.

"Nungguin pacarnya mbak? Udahlah pulang saja. Laki-laki emang gitu, suka ingkar janji." cerocos wanita itu sambil melirik suaminya.

"Gak semua laki-laki lah bu. Bapak selalu nepatin janji kok." protes suaminya.

Ratih terkekeh melihat sepasang suami istri dihadapannya itu.

"Ah sudahlah. Oh iya, kami pamit dulu ya mbak. Kasihan anak-anak udah nungguin dirumah." ucap wanita itu sembari membantu suaminya mendorong gerobak roti bakar itu.

"Bahagia sekali mereka... Hidup sederhana tapi tidak sepahit hidupku." lirih Ratih. Ratih terus memandang sepasang suami istri itu hingga bayang mereka hilang di pembelokan jalan.

TIN!!!
Suara klakson panjang membuyarkan pandangan Ratih tadi. Seorang laki-laki tergesa-gesa turun dari mobil lalu berlari kearahnya. Dalam hitungan detik Ratih sudah berada dalam pelukan lelaki itu. Pelukan yang sudah tidak asing lagi baginya.

"Dari mana saja? Aku sudah mencarimu seharian." ucap Raka yang kini menatap lekat Ratih.

"Kenapa?" tanya Ratih berusaha tegar.

"Aku mencarimu. Aku pikir kau kenapa-napa." ucap Raka dengan suara serak.

"Kenapa harus mencariku mas? Ada Ratna." bibir Ratih bergetar. Hatinya sangat sakit saat ini. Dadanya sesak. Rasa hangat menyeruak didalam dadanya saat ini.

"Jangan seperti ini..." air mata menetes dipipi kiri Raka. Ia kembali memeluk Ratih, kali ini lebih erat.

Ratih menahan emosinya. Ingin rasanya ia berteriak saat ini menyadari bahwa semalam tadi ada wanita lain yang merasakan pelukan erat ini juga.

"Aku tidak sanggup mas..."

"Aku... Aku, aku ingin bercerai..." lirih Ratih.

Sontak Raka melepaskan pelukannya. Menatap nanar kearah wanita yang sudah ia nikahi sejak... 10 tahun yang lalu.

"Maaf aku lupa mengucapkannya padamu. Selamat ulang tahun pernikahan kita yang ke sepuluh tahun..."

Ratih tersenyum miris melihat tingkah Raka. Bisa-bisanya ia baru mengucapkannya sekarang.

"Iya mas. Dan hanya sampai sepuluh tahun. Aku sudah lelah." lirih Ratih.

"Aku berjanji itu tidak akan terulang. Aku benar-benar tidak tau kenapa aku bisa ada di kamar Ratna. Semua terjadi diluar kesadaranku." jelas Raka.

"Tetaplah bersamaku Ratih. Aku tidak bisa hidup tanpamu."

Mata bengkak itu kembali meneteskan airnya. Sepasang pipi Ratih sudah begitu basah. Raka mengusap pipi itu lembut. Ia mendaratkan kecupan di kening Ratih. Ratih terpejam, hatinya luluh. Jauh di lubuk hatinya tidak pernah ada niat untuk pergi meninggalkan Raka.

"Jangan pernah meminta untuk pergi lagi..."

Rati menghela nafasnya, lalu ia tarik dalam-dalam, kemudian ia buang kembali. Berat.

"Tetaplah bersamaku..." Raka memohon. Manik matanya menusuk hingga ke kedalaman hati Ratih. Ratih menegak air ludahnya, berharap akan jawabannya adalah pilihan yang tepat.

"Aku bertahan mas..."

"... Apapun yang terjadi aku akan tetap disini, disisimu."

💍💍💍

Baca juga:

Dua Cincin (SEBAGIAN PART DIUNPUBLISH) Baca Ceritaku Yang On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang