Entah mengapa sekolah hari ini terasa begitu lama. Yang diinginkannya sekarang adalah berakhirnya jam pelajaran dan ia segera ke rumah papanya. Untuk apa? Ya, pastinya untuk les piano.
Tidak seperti biasanya. Sebelumnya ia sangat malas untuk les piano. Bahkan ia melakukannya karena papanya yang selalu mengingatkan untuk tidak lupa datang.
Sebenarnya tidak masalah jika ia disuruh datang ke rumah papanya untuk berkunjung. Tanpa disuruh pun ia akan datang dengan senang hati.
Namun, yang membuatnya malas yaitu harus menghabiskan waktu dengan papanya hanya untuk berlatih piano. Sesuatu yang bukan dari hatinya.
Hal yang diharapkannya dari Rian hanya ingin menghabiskan waktu dengan obrolan menyenangkan. Hanya itu.
Bel pulang akhirnya berbunyi. Dirapihkannya buku dan alat tulis di meja, lalu dimasukkannya ke tas. Kakinya langsung keluar dari meja, kemudian melangkah meninggalkan kelas.
"Tulus." Langkahnya langsung terhenti begitu mendengar panggilan seseorang ketika ia berada di perkiran.
"Eh Sarah." Katanya melihat seseorang yang sedang berjalan ke arahnya. "Kemana aja lo baru keliatan?" Tanya Tulus, dilangkahkan kakinya menuju gadis itu.
"Iya nih tiga hari kemarin gue sengaja izin." Langkahnya langsung terhenti menyisakan jarak selangkah. Tangannya bertengger pada selendang tasnya.
"Lo nggak sakit kan?"
"Ya nggaklah." Sarah terkekeh. "Gue nggak nongol tiga harian kenapa lo nggak nyoba hubungin gue?" Bibirnya memberengut.
"Eh?" Tulus menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Gue nggak biasa. Biasanya kan lo yang selalu nanya keadaan gue."
Sarah berdecak sebal, "Polos banget sih!" Dicubitnya lengan Tulus, membuat lelaki itu meringis. "Tapi, nggak ada salahnya juga sih sekali-kali lo yang nanyain gue."
"Iya-iya." Tangan yang satunya mengusap-usap lengan kiri yang tadi dicubit. "Awalnya gue juga mau ke rumah lo. Tapi kemaren-kemaren tuh gue di rumah bokap gue sampe malam melulu. Jadi, takutnya malah ganggu lo."
Sarah mengangguk, "Okeh, gue maafin." Katanya.
Tulus mengernyitkan dahinya, "Lah?" Perasaan ia belum meminta maaf. "Btw, emang kenapa tiga hari lo izin?"
Sarah memutar matanya, "Bokap gue lagi pulang jadi gue sekeluarga liburan dulu ceritanya. Tetangga masa nggak tau. Untung guenya bae. Iya gue maafin."
Satu alis Tulus terangkat, Sarah memang ada-ada saja, tapi ia sayang.
Mereka memang tetangga-an. Rumah Sarah berada tepat di depan rumah yang di sampingnya. Dari semua pemilik rumah di blok itu, hanya mereka yang seumuran.
Sarah mengamit lengan Tulus, "Ya udah, ayo kita pulang!" Kemudian menariknya.
Tetapi Tulus tertahan di tempat membuat Sarah kembali menoleh, "Kenapa?" Tanyanya bingung.
"Gue mau langsung latihan piano. Jadi kayaknya nggak pulang dulu deh, langsung cabut." Katanya dibalas tatapan curiga dari Sarah.
"Apa gue nggak salah denger?" Ditiupkannya tangannya kemudian diletakkannya ke telinga. "Biasanya lo sengaja ngaret. Sekarang kenapa?"
"Gue beneran. Sekarang soalnya mood gue lagi bagus nih."
Mata Sarah menyipit curiga, dengan jari telunjuk teracung ke wajah Tulus. "Lo nggak lagi sembunyiin sesuatu dari gue kan? Awas lo ya! mau gue putusin?"
Tulus terkekeh, "Ya udah kalo penasaran ikut aja." Dicubitnya kedua pipi gadis itu.
"Ih apaan sih, nanti kalo pipi gue yang tirus jadi chabi lho, itu gara-gara lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
SETULUS MELODI
Teen FictionTentang dua orang yang memiliki kekurangan. Ceweknya penyandang tuna netra. Cowoknya penderita penyakit jantung. (Terinspirasi dari MV) [Start: 27 Februari 2018]