4. Senam Jantung

1.6K 376 67
                                    

Ya namanya juga jomblo, Kak. Pulangnya sendiri. Kalo lo udah jadi pacar gue jangan lupa anterin.

Entah apa yang lebih mengejutkan bagi Dera saat mendengar, bahwa cowok yang ia sukai mengatakan ingin mengantarnya pulang di depan semua orang yang ada di parkiran sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah apa yang lebih mengejutkan bagi Dera saat mendengar, bahwa cowok yang ia sukai mengatakan ingin mengantarnya pulang di depan semua orang yang ada di parkiran sekolah.

Seandainya jantung memiliki speaker, Dera yakin sekarang Bima pasti sudah bisa mendengar detak jantungnya yang berdebar sangat keras.

Dera masih ragu untuk memeluk pinggang Bima saat dirinya sudah berada di atas motor cowok itu. Dera takut jika nanti debaran jantungnya dapat terdengar kencang sampai ke telinga Bima, atau mungkin Dera takut jika memeluk Bima akan membuatnya lupa diri hingga tidak mau melepaskan pelukan itu.

"Rumah lo dimana?"

"Hah?" Dera terkesiap, lalu mengerjap gugup. Ia tidak sempat mendengar apa yang baru saja Bima katakan. Cewek itu terlalu asik memikirkan kondisi jantungnya yang sejak tadi tidak berhenti berdebar.

"Rumah dimana?" tanya cowok itu lagi, mengulangi pertanyaannya.

Mendadak otak Dera tidak bisa mencerna itu, lantas ia kembali bertanya. "Rumah siapa, Kak?"

Dari balik helm-nya, Bima tersenyum kecil. "Rumah lo lah."

Dan demi seluruh koleksi majalah dewasanya si Dimas, saat ini Dera benar-benar ingin menenggelamkan kepalanya ke dalam rawa-rawa. Dera merasa seperti kehilangan setengah oksigen di paru-paru. Sudah tidak bisa ia gambarkan lagi betapa panas suhu wajahnya saat ini.

"Oh ... itu, hm ... di—di komplek Cakra Buana." Dera bahkan merasa terkejut mendengar suaranya yang sedikit tercekat saat menjawab pertanyaan Bima.

"Kanan apa kiri?" Bima bertanya memastikan setelah motor yang ia kendarai melewati gapura perumahan.

"Belok kiri, Kak."

Bima membelokkan motornya ke arah kiri sesuai dengan apa yang Dera katakan. "Rumah lo jauh juga."

"Eh?" Lagi-lagi Dera terperanjat, mendadak bodoh setiap mendengar suara Bima. "Kejauhan ya, Kak? Maaf ya."

"Bukan." Suara Bima tertahan di balik helm. "Maksud gue bukan itu. Kalo lo naik angkot, jalan masuk ke dalam perumahannya jauh."

"Oh ...," Dera mengangguk paham, lalu tersenyum kaku. "Gak apa-apa, Kak, udah biasa gue."

"Lo biasa pulang sendiri?" Pertanyaan itu terdengar biasa, namun Dera seperti tersindir.

Ya namanya juga jomblo, Kak. Pulangnya sendiri. Kalo lo udah jadi pacar gue jangan lupa anterin.

"Gak sih." Dera menggigit bibirnya. "Maksudnya kalo gak ada yang jemput ya pulang sendiri."

Bima mengangguk mengerti. Sementara Dera mengeluh dalam hati, merasa perjalanan dari sekolah sampai ke rumahnya terasa sangat lama dan jauh. Mungkin efek dari Bima yang mengantarnya pulang.

PERFECT BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang