Part 6 : Sometimes, Enough is not Enough

32.9K 2.7K 141
                                    

Elena menelan ludahnya. Melirik pada Ansell yang terpaku. Entah apa yang ada dalam pikiran Ansell, tapi pria itu terlihat menghela napas pelan.

"Dabria..."

"Aku tidak tahu kau ada tamu, Ansell sayang. Aku sudah biasa menerobos kemari bukan? Jadi...untuk apa wajah kagetmu itu?"

Dan dengan percaya diri Dabria duduk.

"Aku hanya membuat makan siang untuk dua orang..."

"Maaf, Sir bisakah saya mendapatkan buku saya sekarang?. Ada yang terlupa. Saya harus menemui Nenek saya. Dia agak kurang sehat akhir-akhir ini."

Elena mendorong piringnya dan beranjak.

"Oh...kau harus segera berangkat kalau begitu. Nenekmu membutuhkanmu. Dan sudah sepantasnya memang seorang cucu berlaku seperti itu bukan?"

Dabria duduk dengan tak tahu malu.

"Elena. Aku akan mengantarmu." Ansell beranjak dan Elena menggeleng.

"Buku saya, Sir? Dan tidak perlu mengantar saya. Saya sudah cukup besar untuk tersesat. Lagipula, pasta nikmat selagi hangat."

Dabria mengangkat tangannya setuju.

Ansell menghela napas lelah. Dia beranjak ke kamarnya. Mengambil buku Elena yang sejatinya tertinggal di perpustakaan dua hari lalu. Ansell menyerahkannya pada Elena yang sudah menunggu di pintu.

"Terimakasih, Sir. Sampai jumpa."

"Aku akan menggantinya, El. Makan siang. Lain waktu?"

"Tidak perlu merasa tidak enak, Sir. Selamat siang."

Elena keluar diiringi tatapan Ansell yang jelas-jelas merasa tidak enak. Elena melangkah sepanjang lorong dan berdiri di depan lift dan menenkan tombol turun. Masih dirasakannya, Ansell yang menatapnya. Elena bergegas masuk saat pintu lift terbuka. Elena terdiam. Senyum tipis menghiasi wajahnya. Yang dia butuhkan sekarang adalah berendam air dingin dan menyegarkan pikirannya. Elena melangkah cepat keluar dari halaman apartemen dan menaiki sebuah taksi. Elena berdeham. Berusaha mengalihkan pikirannya dari kejadian yang baru saja dihadapinya. Dabria yang dewasa dan seksi. Dabria yang berani. Dabria yang sangat seksi dengan belahan dadanya yang dewasa.
Selamanya Ansell tidak akan pernah meliriknya. Kemungkinan Elena bersama Ansell sangat kecil. Kalaupun itu terjadi, akan selalu ada Dabria di dalamnya. Dan itu...menyebalkan.

Elena sudah berada di dalam taksi yang membawanya pulang. Dia menghempaskan punggungnya ke sandaran mobil. Meniupkan udara dari mulutnya. Berpikir betapa tidak mengenakkan semua ini. Ansell benar-benar mempengaruhinya. Banyak sekali waktu tersita hanya untuk memikirkan pria itu, yang jelas-kelas memilih wanita lain.

Elena melemparkan tatapan matanya keluar mobil. Jalanan sangat padat dengan taksi berwarna kuning mendominasi. Manusia tampak tumpah ruah di banyak tempat karena memang ini waktunya makan siang. Elena menatap jam di pergelangan tangannya. Sudah terlalu terlambat untuk mengisi perut, dan itu jelas bukan kebiasaannya. Dia akan mengalami beberapa kesulitan kalau sedikit saja terlambat makan. Lagi-lagi Elena menghela napas panjang.

Elena melangkah pelan memasuki rumah sesaat setelah taksi berhenti dan dia membayar ongkosnya. Elena melemparkan tasnya ke sofa ruang tengah. Juga buku panduan pelajaran Miss Rosi yang entah mengapa harus Ansell bawa pulang.

"El...terlambat sekali. Makanlah dulu." Elena menoleh dan mendapati Ibunya berjalan menghampiri. Elena langsung memeluk Ibunya dan sang Ibu tentu saja mengernyit heran. Autumn membawa Elena duduk. Sesaat mereka terdiam.

"Mom...aku butuh pelampiasan. Apa Brittany Jones sudah terlihat datang?"

"El...ada apa? Dan...Britany bukan samsak yang bisa jadi pelampiasanmu."

DROWNING IN PASSION  (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang