Chapter 10 🍁 Marisa

1.2K 72 0
                                    

Ia sampai di depan rumah bewarna coklat. Rafka mematikan mesin motornya yang sangat berisik. Sebelum ia masuk rumah, terlebih dahulu ia melepaskan seluruh tempelan di wajahnya.

Ia berjalan menuju kamarnya. Tapi langkahnya terhenti saat ia melihat Devin duduk santai di sofa dengan cemilan di tangan kanannya.

Bugh...

Lemparan sepatu mendarat di kepala Devin. Ia terkejut bukan main. Tiada angin tiada hujan. Tiba-tiba sebuah sepatu membuat otaknya bergeser.

"Awww.... gila ya lo!" Kali ini ia tak bisa diam. Rafka telah naik pitam. Harga dirinya jatuh di tangan sepupunya.

"Puas lo dorong gue jatuh kesungkur!" Sekarang devin tau mengapa Rafka bisa semarah ini. Sedetik kemudian, Devin tertawa dan memulai kebiasaan barunya.

Rafka membuka kancing seragam atas dan melonggarkan dasinya. Ia memutar bola matanya malas dan duduk di samping Devin seraya menyambar cemilan di tangan sepupunya.

Tiba-tiba ia sangat lapar hingga ingin memakan sepupunya ini.

"Gue capek." Devin hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Ia tau sepupunya marah karena ulahnya tadi pagi.

"Ka, nanti sore lo harus ke bandara."

"Ngapain?"

"Nenek lampir minta di jemput." Rafka hanya mengangguk-angguk. Devin beranjak meniggalkan Rafka yang diam di atas sofa.

Rafka mengusap wajahnya pelan dan memejamkan matanya. Menyelonjorkan kakinya dan terlelap. Sebentar saja.

Di tempat lain di waktu yang hampir bersamaan. Rena menunggu Ezra di lobi sekolah. Sesekali ia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. 

Sudah hampir 20 menit Rena menunggu tapi sosok cowok berambut hitam pekat itu tak terlihat batang hidungnya.

Saat ia hendak berjalan menuju ruang kelas 12, langkah kakinya terhenti karena ia melihat Ezra berjalan menuju kearahnya bersama teman-temannya. 

Di liatnya Ezra dari jauh sedang meninggalkan temannya dan menuju dirinya yang sedang duduk.

"Maaf, gue lama," ucap Ezra sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan tersenyum.

"Ngga papa-papa, kak." Rena juga ikut tersenyum.

"Yuk, pulang." Ajak Ezra dan mereka jalan berdampingan. Dalam perjalannya menuju tempat parkir, Rena sedang begelut dengan pemikirannnya dan menekan perutnya yang sedari tadi ingin di isi.

Ia berharap agar perutnya tidak bersuara tapi, Perutnya tak berkompromi

Kruyuk.... kruyukk...

'Yah, kelepasan.' Batin Rena bersuara.

Ezra menoleh dan mendapati Rena yang sedang tersenyum malu menahan lapar di sampingnya.

"Lo lapar?" Tanya Ezra sambil menahan senyumnya melihat Rena yang sedang malu-malu.

"Heheh... iya kak." Kemudian ia menunduk menutupi wajahnya yang memerah malu.

"Yaudah, ikut gue." Ezra menarik tangan Rena dan mengajaknya pergi ke suatu tempat.

"Kemana?"

"Lo laperkan, gue yang tanggung jawab karena tadi lo nungguin gue sampai kelaparan." Jelas Ezra sambil memutar kunci motornya.

"Eh, engga kok kak." Rena mencoba mengelak walau jika dipaksa ia juga mau.

"Aksi berbohong yang gagal." Sedetik kemudian ia tersenyum. Rena yang merasa dirinya telah gagal lantas tersenyum kecut.

RAFKA [LENGKAP] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang