•ten; she tell for the first time•
"Rin, makan dulu. Kau ini kenapa, sih? Aku lihat dari kemarin wajahmu murung terus."
Chayoung sedikit menyikut lengan kanan Saerin yang digunakan untuk menyangga dagunya. Hampir saja wajah Saerin mencium meja kantin. Kemudian, mata Saerin memandang sinis Chayoung. Yang ditatap pun hanya bisa mengedikkan bahunya, tanda tidak peduli.
"Kau tidak tahu apa yang aku alami kemarin, Chayoung -ah. Kau tahu? Aku memeluk Jae di kampus orang. Dan aku mena--"
Chayoung membulatkan matanya, tanda tidak percaya, "Kau bercanda 'kan?"
Saerin menyipitkan matanya ke arah Chayoung, "Untuk apa aku bercanda soal itu? Aku serius, aku benar-benar memeluk Jae dan menangis dipundaknya."
Bibir Chayoung terbuka lebar dengan mata yang memandang tidak percaya ke arah Saerin, "Wah, kau ini--"
"Ada apa ini? Aku sedikit mendengar tentang 'memeluk Jae', siapa yang memeluk Jae?" Brian tiba-tiba saja datang entah dari mana. Ia mengambil tempat duduk di hadapan Chayoung dengan Saerin. Matanya menatap selidik ke arah mereka berdua.
Serempak, mereka berdua menggeleng. Brian tambah curiga dibuatnya. Ia kemudian menunjuk Chayoung dan sedikit menyipitkan matanya, "Kau harus jujur padaku, Chayoung. Kita 'kan sudah friend. Kita sudah sepakat tentang suatu hal."
Saerin lantas menoleh ke arah samping kanannya, "Kau membuat perjanjian aneh dengan orang ini, Chayoung? Yang benar saja."
Kini, mata Brian menatap ke arah Saerin. Jari telunjuknya masih setia untuk menunjuk. Saerin segera menepis jari tersebut dan menatap sinis ke arah Brian, "Apa? Kau dan Chayoung sudah bekerja sama. Aku marah pada kalian. Lebih baik aku pergi."
Buru-buru Saerin berdiri dari duduknya. Ia sudah menyelempangkan tasnya dan segera keluar dari kantin. Makanan milik Saerin pun utuh tidak tersentuh sama sekali. Saerin tidak peduli, mungkin saja Brian akan memakan makanan miliknya. Yasudah biarkan saja.
Kakinya terlangkah dengan sangat terburu-buru. Entahlah apa yang membuatnya menjadi seperti itu. Yang jelas, kini dirinya sedang menjadi bahan tontonan di sepanjang koridor Barat. Namun, Saerin tetap tidak memperdulikan hal tersebut.
Mungkin di pikiran Saerin, "Aku tidak peduli, mereka juga toh tidak mengurusi hidupku. Aku ingin pergi sejauh mungkin dari Brian dan Chayoung."
Dan akhirnya, seseorang menabrak bahu Saerin dengan keras. Saerin menjadi berhenti berjalan dan memegangi bahunya yang sakit. Ia meringis, "Aduh, bahuku."
Seseorang yang menabrak tersebut terkejut, "Gwaenchana? Maafkan aku, aku tidak-- Saerin?"
Merasa dipanggil, Saerin mendongakkan kepalanya dan sempat terkejut. Ternyata, dirinya ditabrak oleh Seungwan, Kakak Perempuannya. Saerin tersenyum, "Ah, gwaenchanayo. Eonni mau kemana? Terburu-buru sekali."
"Aku ada jam untuk berkonsultasi, namun sebaiknya aku membicarakan sesuatu hal kepadamu, Saerin -ah. Ayo kita bicara." Seungwan menarik tangan kanan Saerin lumayan kuat. Ia menarik Saerin menuju kafe dekat dengan kampusnya.
Yang ditarik pun hanya bisa pasrah. Toh, mungkin ini memang sangat penting. Kalau tidak, untuk apa Seungwan repot-repot untuk membolos konsultasi. Padahal mungkin saja, Seungwan sedang berkonsultasi hasil revisi bab 5 skripsi nya.
Sesampainya di kafe, Seungwan menyuruh Saerin duduk dan dirinya segera pergi ke kasir untuk memesan minuman atau mungkin juga kudapan untuk mereka santap. Saerin hanya menurut saja. Kini, dirinya sudah duduk dan tangannya sibuk menggulir layar ponsel pintar miliknya.
Kemudian, mata kecil Saerin berhenti pada sebuah kalimat yang, entahlah, mungkin saja sangat pas dengan dirinya. Kira-kira kalimatnya seperti ini,
"Aku membenci kenanganku bersamamu. Setelah kehilanganmu, semuanya menjadi tak berarti bagiku."
Lihat. Menggambarkan Saerin bukan? Selama dua tahun tanpa Hoseok, hidupnya pun mulai tidak berwarna. Selama satu bulan penuh, tidak ada yang namanya senyuman di wajah Saerin. Saerin seakan lupa caranya untuk tersenyum, walaupun tipis.
Dan Saerin benar-benar kehilangan sosok penyemangat hidupnya.
Tak lama, Seungwan datang sembari membawa nampan yang berisikan dua gelas panjang ice lemon tea dan aneka cookies. Padahal cuaca cukup dingin, karena musim akan berganti menjadi musim gugur, namun Seungwan malah memesan es untuk minuman mereka.
Saerin menatap wajah Seungwan, masih dengan senyuman yang terpatri dengan indah disana, "Eonni ingin membicarakan apa?"
Saerin melihat kalau Seungwan menghela napas, "Aku akan menceritakan sesuatu, yang mungkin saja bisa meluruskan pikiranmu."
Dahi Saerin berkerut banyak, "Maksudnya apa? Aku tidak paham." Saerin menarik gelas teh lemon miliknya dan mulai menyedotnya secara perlahan.
"Ini tentang Hoseok. Aku tahu kau pasti mengenal dia 'kan?"
"Tunggu, eonni tahu--"
"Diam sebentar, aku akan menceritakan semuanya," potong Seungwan sembari mengambil kue biskuit coklat dari piring. Ia mengunyah kue biskuit tersebut dengan tempo sedang.
Sebenarnya Saerin sudah gemas ingin mendengar cerita Seungwan, namun ia harus bersabar sedikit lagi. Seungwan sudah menelan kunyahan kue biskuitnya. Kini, matanya menatap lurus ke arah Saerin,
"Jadi begini..."
•ten; she tell for the first time•
enjoy this story?
maaf kalau tidak sesuai pemikiran kalian huhuhuhu😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine ✔
Fanficft. Jung Hoseok "Stop, it's over." - Hoseok Entahlah, ada sesuatu yang berbeda dengan Hoseok. Ia normal, seperti laki-laki pada umumnya. Namun, ketika ia bertemu Saerin, semua sifat Hoseok berubah. "Bukankah kita ini sama, Hoseok?" - Saerin Saerin i...