KARAMEL menghembuskan nafas frustasi setelah menguap untuk yang kelima belas kalinya hari ini.
Sudah dari tadi pagi kedainya buka, tapi tidak ada satu pun pelanggan yang berniat singgah. Dan sekarang sudah hampir tengah malam. Ck, bagaimana ini? Apakah dia akan kelaparan lagi seperti kemarin?
"Oh, ya ampun. Sebentar lagi aku akan menjadi glandangan kalau Coffeshop sialan ini masih sepi." gumamnya pelan.
Tapi tiba-tiba saja matanya membulat lebar, senyum senang langsung terbit dibibirnya kala bunyi lonceng pintu masuk terdengar. Akhirnya... ada pelanggan juga.
Kara cepat-cepat merapikan diri dan berjanji dalam hati jika dia akan melayani pelanggan yang satu ini dengan maksimal. Ia menghampiri pemuda yang menjadi pelanggan pertamanya hari ini. Tanpa sadar, langkahnya terlalu cepat hingga pantas disebut berlari. Dan mungkin cara berlarinya kali ini sangat aneh, tapi ia tidak perduli.
Selama ia masih bisa membayar sewa rumah dan mendapat makanan, ia tidak perduli.
Kara mencapai meja pelanggan itu diiringi dengan senyum sumringah dibibirnya. Kalau dilihat dari dekat, ia jadi sadar jika pelanggannya ini... tampan −meskipun masih memakai masker warna hitam yang menutupi setengah wajahnya.
Matanya biru terang, kulitnya putih bersih, tatapan matanya tajam dan yang terpenting...
... wangi.
Kara memejamkan mata sebentar, mengusir imajinasi aneh yang mulai berkelebat di pikirannya. Ia membasahi bibirnya kemudian.
"Selamat da-,"
Sapaannya disela tiba-tiba, "Mana pulpen dan kertas?" ia melihat pria itu menyodorkan tangan.
Karamel mengerutkan dahi.
"Apa?" ia membeo.
"Pulpen dan kertas." Pria itu mengulangi, "Kau ingin tanda tanganku kan?"
Demi Neptunus dan Krabby Patty Tuan Crab!
Apa maksud pria ini?!
"Sembarangan!!" Kara melotot galak, "Dengar ya, aku tidak ingin tanda tanganmu, tidak dalam mimpi burukku sekalipun. Kau pikir kau ini artis, kau pikir kau terkenal, hah?! Sombong sekali!"
Sial. Pelanggannya pasti akan pergi sekarang juga. Ia mengutuk dirinya sendiri dalam hati, okay nice, now you're gonna starving just like yesterday.
Pelanggan aneh didepannya terlihat menarik nafas dan mengeluarkannya lalu menarik lalu mengeluarkannya lagi. Kara jadi berpikir apakah pria ini melakukan persiapan bersalin atau apa.
"Maaf, maaf. Kau hanya tidak terlihat seperti seorang pelayan," pria itu tersenyum manis. "Kau lebih mirip seorang glandangan."
Kara memelototkan mata sembari menarik ujung jaket Supreme pria itu, lalu mendorongnya keluar.
"Omongan tidak berguna dilarang di kedai ini. Silahkan cari tempat lain yang sudi melayani orang aneh dan narsis sepertimu."
Usai mengucapkan kalimat sarkas itu, Kara membanting pintu dengan kencang.
Ia menepuk jidat pelan sembari menghela nafas, "Good Karamel, good. Now you're gonna starving. Really starving." ia mengomeli dirinya sendiri.
Bagaimana ini?
Ah iya, Jose! Jose Effron! Kakak angkatnya itu pasti mau membelikannya makanan seperti biasa.
Jose dan Karamel bertemu tujuh tahun yang lalu, di Coffeshop milik Ibu Kara. Kara waktu itu masih berusia tiga belas tahun, sedangkan Jose berusia 15 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
kita
RomantikAku tidak pernah punya keinginan lebih selain melihat orang yang kusayangi bahagia. Sekalipun aku harus mengorbankan segala yang aku punya. Tapi sekarang, setelah bertemu dengan pengacau satu itu -Gana-ssi−, aku jadi menginginkan banyak hal. Ingin s...