Tigabelas✔

586 56 1
                                    

🍃Rio🍃

"Ma, liat ponsel-ku tidak?" ,tanyaku pada mama yang tengah membereskan meja makan. Caca dan papa sudah pergi menyisakan aku, Sam serta mama di sini.

Mama hanya menggeleng, "sejak kemarin tak ada yang menemukan handphone-mu, Rio" ucap mama menghentikan kerjanya.

"Sepertinya jatuh di rumah tua" ucapku membuatku bergidik ngeri.

"Gue ogah ke sana lagi meski gue nggak sadar waktu itu" Sam melirikku melalui sudut matanya.

Mama berlalu meninggalkanku bersama Sam. Mencuci piring kotor serta beberapa sendok garpu bekas sarapan tadi.

Kugeser tempat dudukku pada Sam, "emang apa yang lo ingat?" ,tanyaku penuh harap.

Dia menggeleng. "Gu..e cuma sempat liat seorang kakek tua berambut putih dengan jenggot panjang putih" ucapnya menatapku.

Aku menautkan alisku, "mana ada!!"

Lagi-lagi Sam menggeleng.

Aku mendengus, menyenderkan punggungku pada senderan kursi putih dibelakangku.

"Gue dengar jika Adel sekarang kehilangan kewarasannya" ucap Sam membuatku menoleh.

Aku terdiam, memberi ruang untuknya berbicara.

"Gue kira jika itu hanyalah bualan ibunya agar menyelamatkan harga diri dia karena ia tak pernah mengurusi anaknya ketika perceraian itu. Dan itu nyata.." Sam menipiskan bibirnya. "Kau tau, jika sekarang dia masih di tahap pemeriksaan di rumah tahanan remaja meski kejiwaannya semakin hari semakin terganggu"

Aku menggeleng frustasi. "Gue tanya satu hal pada elo" aku terdiam sejenak. "Kenapa lo sadar saat Clara terjatuh dari anak tangga itu?"

"Setelah mendengar suara lo, dan teriakan Clara. Gue juga nggak terlalu paham juga, sih. Tapi aku merasa jika aku tak mau kehilangan dia, dan aku sangat menginginkannya waktu itu" Sam meraih satu gelas susu putih di depannya, kemudian menenggaknya hingga tandas.

Aku sedikit lega mendengarnya.

"E..lo, nggak su..ka Clara, 'kan?" ,tanyaku.

Dia terkekeh. "Dia lucu, sih. Begonya kebangetan. Tapi seberapa sukanya gue padanya, dia nggak akan sama gue. Kita beda agama, Yo. Kalo sahabatan bisa, sih" celetuknya.

Aku tersenyum tipis.

"Emang kenapa?"

Aku menggeleng. "Tidak"

"Gue tau maksud lo" ucapnya lagi nyengir di hadapanku.

Aku menoleh pada Sam yang asik mengotak atik ponselnya.

"Bagaimana keadaan Clara sekarang, ya? Dia baik-baik saja, 'kan?" ,tanyaku penuh harap.

Sam terdiam melirikku. "Gue ingat lukanya parah. Kepalanya terbentur lantai anak tangga terlalu keras hingga kepalanya berdarah. Dan gue harap, jika tak terjadi apa-apa padanya"

"Gue suka dia, lo tau, 'kan? Dan besok kita ramai-ramai menjenguknya ke Trenggalek. Nadien, kamu, aku, mama, papa, dan juga Caca" jelasku membuat Sam mengangguk setuju.

TEROR JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang