Puasa Senin Kamis #1

94 6 5
                                    

Salah satu kewajiban di pesantren kami adalah puasa senin kamis. Meskipun pada dasarnya hukum puasa senin kamis hanyalah sunnah, tapi pesantren kami tetap mewajibkannya agar kami terbiasa.

Sudah sering kita dengar bersama bahwa puasa banyak manfaatnya, baik itu untuk kesehatan maupun dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Ehm... serasa jadi ustaz.

Karena puasa senin kamis di pesantren kami merupakan kewajiban, maka bagi siapa saja yang melanggarnya akan dikenai hukuman. Dalam daftar hukuman yang tertera di masing-masing kamar, tidak puasa senin kamis termasuk pelanggaran sedang. Jadi barang siapa yang tidak puasa, maka dia akan dihukum dengan lima kali pukulan rotan.

Kalian tau rotan? Itu loh... yang buat sarapan pagi....

ITU ROTI!!!

Oke, maaf.

Meskipun puasa senin kamis merupakan ibadah yang mendatangkan banyak manfaat, namun perjuangan puasa senin kamis tidak seindah yang dibayangkan. Lapar dan haus sudah pasti, apalagi kalau subuhnya tidak sahur seperti yang terjadi padaku waktu itu.

"Zid, bangun!"

"Eghhh... Eghhh...." Aku melenguh.

"WOIYYY... udah iqomah subuh!!!"

"Haaa???" Aku langsung melompat dari kasur. "Gilaaa... kau nggak bangunin aku sahur, Yu?"

"Alah... sahur pake air wudu aja, sana!" seru Wahyu setengah mengejek. Setelah itu ia langsung bergegas ke masjid sambil melompat-lompat karena nggak pake sendal.

Di masjid, imam sholat sudah membaca surah fatihah sementara aku masih berjalan lesu ke tempat wudu dengan penuh kekecewaan karena tidak sahur. Tapi ada untungnya juga sih, karena subuh ini tidak ada penyiraman dari ustaz.

***

Efek tidak sahur benar-benar terasa saat menjelang siang hari. Usus di perut mulai mengerut, badan lemes, muka pucat dan bibir pecah-pecah. Ingin rasanya diam-diam ke tempat wudu sambil kumur-kumur lima kali dan muntahinnya cukup satu kali. Namun setelah dipikir-pikir, kayaknya nanggung kalau hanya minum air keran. Soalnya, selain haus, aku juga lapar. Berdasarkan pengalaman, minum air keran disaat lapar dapat mengakibatkan muntaber. 

Satu-satunya jalan keluar adalah cari makan dan beli minuman. Tapi cari dimana? Beli dimana? Di kantin sekolah nggak mungkin, karena di sana banyak santriwati yang makan dan minum. Santriwati memang sedikit diuntungkan dalam kewajiban puasa senin kamis ini, karena mereka punya alasan yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa, yaitu haid atau menstruasi. Sebenarnya perempuan juga diperbolehkan tidak berpuasa bila nifas atau melahirkan, sayangnya belum ada santriwati yang memberanikan diri untuk melahirkan di pesantren. Kalaupun ada, patut dipertanyakan dari mana asal benihnya. Ini kok jadi ngomongin melahirkan? Hmm... kayaknya lapar memang berpengaruh pada konsentrasi berpikir.

Oke, aku punya ide. Bagaimana kalau aku mengajak seseorang untuk buka puasa diam-diam? Siapa tau seseorang yang akan aku ajak ini punya ide. Dan pilihan pertamaku adalah ustaz. Maksudku: ustaz Agus. Lebih tepatnya lagi: Agus.

Aku kemudian pergi ke kelas C, kelasnya Agus. Sesampainya di kelas, aku mengintip dari pintu kelas, kelihatannya Agus sedang fokus melatih kemampuan membaca Iqra'nya. Ya... walaupun bebal, Agus termasuk santri yang rajin dalam belajar, dan tidur.

Melihat Agus yang serius belajar, aku jadi ragu untuk mengajaknya berbuka puasa diam-diam. Sepertinya ia bakal menolak, bahkan ada kemungkinan ia bakal melaporkan aku ke ustaz.

Bagaimana ini?

Rasa lapar mengalahakan kekhawatiranku. Aku akhirnya memberanikan diri.

"Bro.... Bro.... Tolong panggilkan Agus!" Aku meminta salah satu temannya yang ada di luar kelas untuk memanggil Agus.

Sublimasi Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang