14. Putusan

5.2K 230 1
                                    

"......Jatuh kepada ibunya!"

Ketukan palu pak hakim menandakan berakhirnya sidang putusan ceraiku dengan Zein sekaligus hak asuh Raffa jatuh ke tanganku.

Alhamdulillah. Kuucap syukur pada Yang Maha Menetapkan, aku tak dapat berkata-kata. Hanya lelehan air yang keluar dari pelupuk mata lalu kuhapus dengan tangan. Menutupi wajah, aku menangis.

"Kamu menang, Ra!"

"Raffa milikmu!"

"Selamat!"

Restu dan Tias memelukku dari samping. Doni beserta isterinya yang ikut ke persidangan mengusap-usap bahuku dari belakang. Mengedarkan pandangan keseluruh ruangan aku menangkap ekspresi wajah seseorang beserta rombongan menatap ke arahku, murka. Doktor Arnold Sutedja SH MH yang terhormat, dengan bangga ku katakan padamu. Aku telah berhasil mengalahkanmu!

"Selamat nyonya Aradiya Zein..." pak Pragata Aulian SH MH selaku kuasa hukumku menghentikan kalimatnya segera meralat panggilannya padaku, "Maaf, nyonya Aradiya Niryana, selamat untukmu," mengulurkan telapak tangannya ke hadapanku pak Praga mengucapkan selamat padaku.

"Terima kasih, berkat bantuan anda pastinya pak." Aku mengatakan itu sembari tersenyum menyambut uluran tangannya.

Dr. Arnold beserta rombongan keluar dari ruang sidang.

Pandanganku beralih kepada sepasang suami-isteri yang telah mewariskan 46 kromosom padaku. Bukannya membela, mereka yang katanya orang tua kandungku malah menentang anaknya di persidangan dengan bersedia menjadi saksi lawanku. Tatapan mereka sama dongkolnya seperti tatapan Dr. Arnold beserta timnya, kuasa hukum Zein. Oh ya, Zein tidak bisa datang ke persidangan. Katanya sibuk. Sibuk atau menyengaja tidak hadir lantaran sudah tahu akan kalah?

Mama dan papa langsung pergi setelah memelototi aku.

Kini pandanganku mengarah pada sebuah keluarga yang tersenyum bahagia melihatku. Yah, meskipun mama sedang mengucurkan air mata, kutahu beliau sedang menangis bahagia sebab diriku telah berhasil memenangkan hak asuh Raffa. Mama, papa, kak Balqis dan kak Zafran, mereka adalah my real family. Mama dan papa mertuaku_sekarang sudah bukan mertuaku lagi melainkan telah menjadi orang tua asliku. Mereka masing-masing yang tidak menitiskan 23 kromosomnya padaku tetapi membelaku meskipun harus menentang anak kandungnya, bahkan putera kesayangan mereka. Mungkin sekilas terlihat sama. Orang tua kandungku maupun orang tua kandung Zein tidak membela anak sendiri malah membela menantunya. Tetapi sebenarnya berbeda. Biar bagaimana pun yang salah tetap kalah dan yang mengalah pasti menang.

Aku melebarkan senyum lantas berdiri menghampiri mereka. Mama dan yang lainnya juga menyambangi aku. Kami berhadapan. Di sebelah sana ada mama, papa, kak Balqis dan kak Zafran sementara di sebelah sini aku, Tias, Restu, Doni dan isteri. Kupeluk mama setelah menyalami semua orang. Kami berdua menangis sambil berpelukan sementara yang lainnya menenangkan.

Mengurai pelukan, mama mengusap air mataku, "Jangan menangis lagi, kamu sudah menang sayang."

Kuulurkan tangan mengatakan sesuatu pada mama. Aku juga menyeka air mata beliau, "Mama juga jangan menangis."

Sekali lagi kami berpelukan.

"Ayo ke rumah, Raffa pasti menunggumu di sana!"

Aku mengangguk merangkul pinggang mama. Mama juga melakukan hal yang sama. Kemudian kami semua keluar dari ruang sidang.

Di luar ternyata banyak sekali wartawan. Aku sempat syok namun dengan tangkas Doni dan Restu mengatur segalanya. Para bodyguard langsung mengamankan aku dan anggota keluargaku yang lain hingga kami masuk ke dalam mobil. Biarkan pihak manajamen beserta kuasa hukumku yang menangani mereka.

Perhaps Soulmate (End) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang