Puasa Senin Kamis #2

114 8 0
                                    

Cerita ini adalah lanjutan dari kisah Puasa Senin Kamis #1.

Setiap shubuh, ustaz 'Adib mengajar seluruh santri dan santriwati baru. Materinya: menghafal surah Yasin. Meskipun masih banyak diantara kami yang belum bisa membaca Alquran, hafalan tetap dilaksanakan dengan metode talaqqi (menyimak dan mengikuti bacaan ustaz).

Subuh ini sepertinya ustaz 'Adib tidak masuk, sebab sudah dua puluh menit, ia tidak kunjung muncul. Seperti biasa, jika ustaz telat dikit atau tidak masuk, maka santri dan santriwati yang berada di ruangan akan membuat keributan: ada yang saling berkejaran, ada yang bergosip antar jenis (santri ke santriwati atau sebaliknya), ada yang saling pijat, cari kutu dan sebagainya. Yang fokus menghafal surah Yasin menjadi minoritas, dan biasanya dilempar pake gumpalan kertas. Sadis memang....

"Ustaz Malik...!!! Ustaz Malik...!!!" teriak penjaga pintu.

Ini pasti karena suara ribut kami terdengar sampai ke telinga ustaz Malik, makanya ia mendatangi kami.

Seluruh santri dan santriwati kembali ke posisi semula, kemudian pura-pura menghafalkan surah Yasin.

Ustaz Malik masuk dengan penuh wibawa, dan langsung menuju kursi yang telah disediakan di depan. Keadaan menjadi hening, suara menghafal lenyap seketika.

"Assalamu'alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh." Ustaz Malik mengucapkan salam.

Kami menjawab salam dengan serempak, "Wa'alaikum salam warohmatullaahi wabarokaatuh."

Tanpa basa-basi lagi, ia langsung menunjuk Agus untuk menyetorkan hafalan. "Agus!" panggil ustaz Malik.

Agus melonjak kaget.

"Maju!"

Ustaz Malik sudah kenal dengan Agus karena beliau yang mengajar Agus (dan aku juga) di kelompok E.

Agus maju mendekati ustaz Malik dengan menunduk-nunduk.

"Udah sampai mana hafalannya?" tanya ustaz Malik kepada seluruh santri dan santriwati.

"Ayat dua puluh tiga." Kami menjawab serempak. Di kelas ini, kami mendapatkan target hafalan yang sama.

"Gus, setorkan sampai ayat dua puluh tiga!" perintah ustaz Malik.

Agus pun memulai dengan taawuz dan basmallah, kemudian melafalkan ayat demi ayat dari surah Yasin.

Di ayat delapan belas ia terhenti dan tidak bisa melanjutkan. Ia berusaha menebak-nebak ayat selanjutnya, namun selalu salah. Ustaz Malik menuntun sedikit dengan melafalakan potongan ayat yang harus dibaca, tapi Agus masih tak mampu untuk melanjutkan. Sepertinya ia memang belum hafal ayat delapan belas sampai dua puluh tiga.

Ustaz Malik menghela napas dan menghembuskannya kembali, ia terlihat kecewa dengan Agus yang tidak mampu mencapai target hafalan. "Rajin-rajin lagi ngafal ya, Gus!" kata ustaz Malik. Nada bicaranya seperti seorang ayah yang sedang menasehati anaknya. "Yang lain juga, jangan malas menghafal! Kalian disini itu untuk belajar. Kasian orang tua kalian... capek-capek kerja... banting tulang cari uang untuk anaknya, tapi anaknya disini malah malas belajar, malas ngaji, malas menghafal."

Suasana hening.

"Kalian kan juga sudah difasilitasi di sini. Di kasi waktu belajar, gunakan untuk belajar! Di suruh ngaji, benar-benar ngaji! Bahkan kalau ada waktu luang, gunakan untuk menghafal! Ngaji...! Belajar...!" tutur ustaz Malik. Ia berhenti sejenak seperti sedang mengambil nafas, kemudian melanjutkan kembali nasehatnya, "Supaya dimudahkan hafalannya, minta sama Allah! Doa! Tahajud! Puasa! Bila perlu tidak hanya senin kamis saja."

Sublimasi Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang