"Terkadang semua perjuanganmu untuk melupakan sesuatu yang sulit untuk kau lupakan dapat dengan mudah kau ingat kembali hanya karena seseorang yang tak kau kenal"
❤❤❤
Dingin. Ya, satu kata itulah yang dapat menggambarkan suasana di Ibukota Amerika ini. Dengan ditemani butiran putih yang terjatuh dari awan layaknya sebuah kapas dan balutan mantel berwarna cokelat yang menghangatkan tubuhku, aku berjalan menyelusuri setiap jalan setapak yang hampir sebagian jalannya tertutup oleh salju dan tak lupa cokelat panas yang baru kubeli di coffe shop langgananku.
Aku bersekolah di salah satu sekolah bertaraf internasional. Sebenarnya aku tak ingin berada di negara yang bukan negara kelahiranku tapi karena pekerjaan ayahku yang mengharuskan kita pindah ke negara ini, jadi mau tidak aku harus ikut bersama dengan mereka dan juga kakak lelakiku.
Ku rasakan seseorang menepuk pelan pundakku yang membuatku menoleh ke arahnya.
"Hai"
Dengan senyumannya yang bisa dibilang cukup manis, orang ini menyapaku. Hanya satu yang ada dipikiranku saat itu, siapa orang ini?
"Kau Venus kan?" tanyanya kepadaku.
Aku mengangguk ragu, "perkenalkan aku Jonathan. Kau bisa memanggilku Nathan"
Tangan lelaki itu terulur sedangkan aku mengeryitkan alisku sambil menatapnya bingung. Karena aku tak kunjung mengulurkan tanganku dan menjabat tangannya, ia pun menarik kembali tangannya namun dengan senyuman dan tatapan mata yang masih sama.
"Ah! Aku paham" dia terkekeh kecil, "aku mengenalmu karena aku yang tak sengaja menabrakmu tempo lalu dan juga karena kita berada di beberapa kelas yang sama di sekolah"
Aku mencoba mengingat lelaki di depanku ini. Dia bilang dia yang pernah tak sengaja menabrakku tempo lalu kan? Oh iya aku ingat, lelaki berkaos putih yang tak sengaja menabrakku hingga membuat minuman yang kubawa waktu itu tumpah dan mengotori bajuku. Aku menatapnya datar, sedangkan sekarang ia yang mengeryitkan alisnya.
"Kenapa?" tanyanya. Aku menggeleng pelan lalu berjalan meninggalkannya.
"Hei tunggu aku!!!"
"Kau sangat datar dan juga dingin, kau kenapa? Apa perkataanku ada yang salah? Atau mungkin kau masih marah karena aku tak sengaja menumpahkan minumanmu waktu itu?"
Aku kembali menggelengkan kepalaku setelah berderet pertanyaan terlontar dari mulutnya.
"Lalu, kenapa?" dia bertanya lagi. Namun, kali ini aku tak menjawabnya.
Dia menghela nafas sejenak, "kau Venus Athira Laberto, kau mantan kekasih James Fernandez bukan?"
Aku menghentikan langkahku, membeku ditempat. Membalikan badan 180 derajat menghadap ke arahnya.
"Kau mengenalnya?" tanyaku. Ia mengangguk.
"Ya, tentu. Kau kaget?"
Aku terdiam.
"Perkenalkan namaku Jonathan Arnandio, aku sepupu James. Venus, percayalah James merindukanmu" ucapnya seolah iya memohon padaku agar aku mempercayainya.
"Tidak. Kau berbohong. Bagaimana mungkin ia merindukanku? Sedangkan dulu ia menduakanku, kau berbohong!!!" pekik ku tertahan, seketika mataku menjadi buram karena air mata yang kini mulai menggenangi kantung mataku.
Jika aku boleh jujur, aku merindukannya. Merindukan sesosok lelaki di masa laluku. Aku masih menatap Nathan berusaha mencari kebohongan melalui matanya. Tapi yang kutemukan hanyalah kejujuran, itu berarti Nathan tidak berbohong padaku.
"Percayalah Venus, James merindukanmu. Setiap menitnya dia selalu memandangi foto kalian berdua yang sengaja dipasangnya di sebuah photo frame dan diletakannya diatas meja belajarnya"
Setetes air mata berhasil lolos dari mataku. Ya! Aku menangis, hebat sekali.
"Ku mohon hentikan. Aku tak ingin mendengar apapun tentangnya"
Aku melangkah pergi meninggalnya yang mematung dan dengan ekspresi kekecewaannya. Entahlah, mungkin ia kecewa karena aku tidak mempercayainya. Aku tidak peduli. Ya, Tuhan, apalagi ini? Setelah sekian lama aku berusaha melupakan tentang dia dan sekarang lihatlah? Aku bertemu dengan sepupunya.
Terima kasih, Nathan. Perkenalan yang sangat mengesankan untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, America!!!
Teen FictionKadang ketika kau berharap tidak akan bertemu seseorang yang kau benci, kau akan bertemu dengannya. Baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan kau akan berpikir sama sepertiku bahwa dunia itu sempit. Namun, bagaimana jadinya jika dalam waktu yang...