[words count - 2382]
🍬🍬🍬
BAB II -
DetensiJEONGHAN tidak mengharap sesuatu yang lebih parah daripada hari yang buruk. Terlebih dengan kekacauan tak diundang dengan ia sebagai pusat. Ia hanya butuh ijasah; lulus dari sini tanpa menjadi bahan perhatian. Mungkin sekretaris ayahnya sudah mengaturkan satu-dua pertunangan bodoh. Bersama pria flamboyan yang menggigit mawar dan menggunakan celana kulot di acara makan malam di menara tinggi. Atau seseorang yang sepuluh tahun lebih senior, dan tidak mampu memahami bahwa baju berpotongan leher rendah adalah mode. Pernikahan diatur dalam gedung, para undangan adalah masyarakat strata atas yang mengobrol tentang Jacuzzi saat liburan musim panas. Mimpi untuk mengejar karir harus dipupus sebab Jeonghan akan menjadi wanita bercelemek yang lingkup geraknya sebatas dapur dan kasur. Kemudian, ia akan tumbuh tua dengan dua anak-yang laki-laki terlalu apatis pada dunia hingga lupa bersosialisasi, dan yang perempuan pergi dari rumah setelah beranjak dewasa. Hari-hari jompo digunakan mendengar radio dengan kanal berisi lagu lawas dari seperempat abad lalu. Ia tak pernah mencintai suaminya sampai mati. Masa depan adalah hal abstrak dan Jeonghan menyerah untuk memperjuangkannya sebab ia tahu, walau ia dan ayahnya sudah jarang bicara sebagai keluarga, Yoon Hankyung masih khawatir pada putrinya terlalu banyak. Ia tidak cukup acuh untuk peduli. Namun setidaknya, Jeonghan ingin kehidupan yang tenang sebelum semua itu terjadi. Setahun lagi. Ia ingin setahun lagi untuk menikmati diri sendiri. Ia perlu meluapkan stresnya sebagai gadis muda. Semua orang hanya butuh mengabaikannya.
Tetapi yang terjadi sekarang bukan sesepele kelinci yang keluar dari lubang. Ia tidak pernah memperkirakan ada hari di mana teritorinya diusik. Lagipula, Jeon Wonwoo biasanya hanya fokus pada literatur dan perpustakaan.
Sekarang, perkara bertambah satu. Jeonghan tahu siapa ia-seisi sekolah pasti mengenalnya-meski sebatas nama. Sorot mata laki-laki itu tajam, namun kalem. Di satu sisi, mampu menyerap orang lain untuk merasa hangat. Sebelum tenggelam, Jeonghan merebut tangannya cepat-cepat, memandang pergelangan yang merah karena sebuah cekalan kuat. "A-apa masalahmu, sih?"
Ia memungut headset yang terjatuh, memasukkannya ke kolong meja, dan memasang musik sangat keras. Tangannya dipangku dan mata siap memejam, kembali seperti tadi. Beberapa siswa mengerutkan kening ketika Kyungsoo berhenti memberi eksplanasi, dan menatap bagian belakang kelas karena keadaan tidak baik-baik saja.
Jisoo mengambil ponsel Jeonghan, mematikan pemutar musiknya. "Kita masih di dalam kelas."
"Kembalikan." Jeonghan berkata dingin.
Jisoo menggoyangkan ponsel itu, "Jika kau bisa mendapatkannya dariku."
"Kau benar-benar mengetes kesabaranku, ya."
"Aku hanya ingin menjaga suasana tetap kondusif," timpal Jisoo. "kita punya perjanjian tak tertulis untuk tidak ribut saat pelajaran berlangsung. Kukira kau mungkin lupa." Ia menggulirkan jari di layar dan menghapus sejumlah ikon penting. Folder berjudul Favorit, serta album foto berisi ribuan swafoto artis kesukaan Jeonghan juga tersapu bersih.
Jeonghan terpana dan segera merebut ponselnya, "Apa yang sebenarnya kaulakukan!"
"Yah, kurasa kau tidak bisa diajak bicara dengan kepala dingin."
"Aku mau tetap berada di sini. Dan aku ingin mendengarkan musik. Jadi, jangan memancing." Ia mengeja balasannya seolah Jisoo tak paham bahasa mereka.
"Kemudian lakukan itu di tempat lain." Jisoo berujar tenang, "jika kau tidak bisa menghormati orang lain, jangan berharap mereka akan memperlakukanmu dengan cara yang sama. Kau akan menganggu dengan volume musikmu yang keras."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ladies' Prince | Jihan
Fiksi Penggemar[MC] Jeonghan adalah Tuan Putri secara literal: jelita, kaya, punya segala. Karena satu dan lain hal, ia menjadi seseorang yang kasar, berhati dingin dan tidak tersentuh. Bagaimanapun, Jeonghan perlahan melunak saat ia bertemu Jisoo, laki-laki denga...