BAB 2 : Bunuh Rasa Bosanmu

128 5 8
                                    


         Ayah, Ibu, tidaak!!

         Aku membuka mataku, kuangkat kepalaku dan mengamati sekeliling seperti seorang bingung.

         Hufft mimpi buruk ini lagi. Bagaimana bisa aku bermimpi buruk saat ketiduran di kelas, bahkan dengan posisi duduk dan kepala kutaruh di meja masih saja aku bermimpi buruk. Segera kurapikan rambutku dan kupasang kembali jepit rambutku, kulihat jam dinding kelas.

         Aduh, mana sudah hampir selesai lagi jam istirahat. Bagus Ruby, sekarang kau melewatkan kesempatan istirahatmu yang sangat berharga ini. Kalau saja aku tadi tidak tidur waktu pelajaran Fisika, pasti tidak begini jadinya. Tapi toh nasi sudah menjadi bubur, dan lagipula pelajaran Fisika benar-benar membosankan, tidak ada satupun dari angka-angka di papan tulis yang masuk ke dalam kepalaku.

         Kulihat kembali keadaan kelas, mencari sesosok temanku yang mungkin sudah kembali dari kantin karena biasanya kami pergi ke kantin bersama.

         Lama banget sih Fifi, biasanya kalau aku ketiduran dia beliin jus alpukat yang sering  kubeli.

         Oh iya, sampai bingungnya aku sampai lupa untuk memperkenalkan diri. Namaku Adelya Ruby Larashati, saat ini aku duduk dibangku kelas tiga di SMA Harapan Bangsa yang tentunya tidak akan kalian temukan jika kalian mencarinya di peta manapun. Fifi adalah teman sebangkuku yang biasa pergi kemana-mana bersama denganku, dan mungkin dia satu satunya teman akrabku selama SMA, karena aku tipe yang menutup diri dari orang lain. Maksudku, bukankah lebih baik jika tidak banyak orang yang tahu tentang kehidupan kita?

         Tapi itu bukan berarti tidak ada yang mengenalku di sekolah ini, jujur aku merasa cukup terkenal karena selama tiga tahun sudah ada beberapa cowok yang berani menembakku, maksudku menyatakan cintanya padaku. Namun tentu saja sudah kutolak semua, aku merasa sedikit bangga akan hal itu, entah karena wajah lumayanku ini atau ternyata kosmetik yang kubeli dari Deep Web lebih manjur daripada dugaanku selama ini.

         Ups, sepertinya aku keceplosan menyebut Deep Web, karena itu menyangkut pekerjaan paruh waktuku. Kerja paruh waktuku? Rahasia dong nanti juga kalian bakal tahu, dan sepertinya jus alpukatku sudah tiba.

         "Segelas jus alpukat buat putri tidur kelas kita." Seru Fifi sambil menyodorkan segelas jus alpukat ke arahku, "karena aku lagi baik hati, jus kali ini gratis deh."

         "Beneran gratis ini?" Tanyaku memastikan. Jarang-jarang Fifi menggratiskan jus alpukatnya, biasanya aku membayar lebih dari harga asli karena aku tidak enak dengan dia yang sudah membelikan jus temannya yang ketiduran ini.

         "Tentu saja, toh aku juga merasa bersalah karena nggak bangunin kamu tadi." Jawab Fifi, ia memang sahabat terbaik yang pernah ada. "Kamu tadi tidur sampai keringetan gitu, habis mimpi buruk?"

         "Cuma mimpi kok, lagian sekarang kan dah ada jus gratis dari temenku yang paling cantik." Jawabku sambil tersenyum.

         "Malah ngegombal, udah sana diminum cepetan!" Sahut Fifi cepat, "Entar keburu pak Syamsudin masuk lho."

          "Siap, makasih banget loh Fi." Segera setelah mengucapkan terima kasih, aku meminum jus alpukat pemberian Fifi. 

         Ah, memang tidak ada yang lebih segar selain jus alpukat setelah bangun tidur dari kursi dan mejamu. Dalam hitungan detik jus itu sudah ludes ke dalam perutku. Jus alpukat memang favoritku dari semua jus yang ada, ibuku selalu membuatkanku jus alpukat sewaktu aku masih kecil. Sebuah alasan yang sangat sederhana, namun kalau saja ibuku masih ada untuk membuatkannya untukku mungkin aku tidak akan sesuka ini pada jus alpukat.

I am Assassin at SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang