An Oneshot NaruSasu Fanfiction
Disclaimer : Masashi Kishimoto.
"A Silent Sun : Heal Me."
.
.
.
.
.
Sabtu sore, hari ini sudah memasuki weekend. Mungkin banyak orang diluar sana yg sudah dengan segala rencana mereka akan mulai menghabiskan weekend ini dengan berbagai acara.
Bagaimana denganku ya? Apa sebaiknya aku juga perlu keluar apartemen untuk bersenang-senang juga?
Sebenarnya aku juga menginginkan itu, mumpung aku tidak ada job memotret. Dan hanya berdiam diri saja di apartement ini.
'Bosan juga ya.' Batinku sambil memandang keluar jendela. Jalan dibawah sana juga cukup ramai. Ada banyak orang yg berlalu lintas.
'Huufh..'
Aku bosan. Tapi kalau keluar aku mau kemana? Tidak ada tujuan juga percuma kan.
.
.
.
'Hm, Sasuke kira-kira sedang apa ya?'
Hei! Apa yg kupikirkan. Bisa-bisanya aku memikirkan hal konyol seperti itu saat sedang bosan begini.
Apa yang Sasuke lakukan? Tentu saja sedang berpose didepan kamera dengan fotografer handal yg mengarahkannya dattebayo!
Argh! Aku juga ingin memotretnya seperti itu!
Aku yakin pasti ekspresinya sangat mengagumkan jika dilihat secara langsung.
.
.
.
SRET
Sebaiknya aku keluar saja. Setidaknya hanya untuk mencari udara segar. Daripada berdiam disini membuatku berpikir yg tidak-tidak.
Taman kota sepertinya bukan tempat yg buruk. Ada banyak tanaman dan bunga, barang kali bisa dipotret. Lumayan lah untuk melatih skillku. Siapa tau, kalau aku jadi fotografer handal aku bisa memotret Sasuke. Hihihihi...
.
.
TAP TAP
Kamera, sudah.
Notes, sudah.
Spidol, oke ada.
Baterai cadangan, sudah siap.
Well.. Semua sudah kubawa dalam tas ku.
Oh iya, headset. Jangan lupa kan kabel penunjang mood ini. Sedikit music selama berjalan kaki ke taman bisa membuat mood lebih baik dan juga jadi lebih semangat dattebayo!
'Yak! Saatnya pergi dattebayo!'
Batinku dengan semangat saat aku bercermin sesaat sebelum keluar dan mengunci apartemen.
.
.
.
TEP
Hm? Langkahku terhenti saat aku tak sengaja melihat sekilas bola basket coklatku tergeletak begitu saja disudut ruangan.
Hei, ini bola basketku. Ini kubeli beberapa bulan lalu. Jika diperhatikan, ini masih sangat bagus. Bahkan terlihat seperti masih baru. Aku bawa saja deh. Sedikit olahraga juga ga buruk kok. Toh, aku juga sudah lama tidak main basket.
Ya, karena sahabat baikku Gaara sudah pindah keluar kota. Aku jadi tidak ada partner main basket lagi.
.
.
CEKLEK
Oke, aman. Pintu kamar sudah ku kunci. Semoga saja cuacanya tidak terlalu panas sore ini. Jadi, tidak akan terlalu membuatku gerah dan lelah hanya karena panas. Sejujurnya aku tidak terlalu masalah dengan panas. Namun akhir-akhir ini suhu disini meningkat dan cukup membuat dehidrasi.
"Oi! Naruto! Mau kemana?" Itu suara Paman Iruka. Pemilik gedung apartemen dua lantai ini. Dia orang yg sangat baik padaku. Eh maksudku, dia juga baik pada semua orang.
'Ke taman kota. Aku mau bermain sebentar.' Jawabku dengan bahasa isyarat sambil menunjukkan bola basketku padanya.
Nama lengkapnya Umino Iruka, usianya sudah 32 tahun. Dia belum menikah, tapi tidak single.
"Tumben sekali."
'Ya karena aku tidak mau otot ABS-ku ini hilang. Jadi harus olahraga dattebayo!' Dengan semangat aku menjawab sanggahan Paman Iruka. Tentu saja aku sambil memamerkan abs di perutku ini padanya. Meski aku ini bisu, aku selalu olahraga dan menjaga tubuhku agar tetap sehat dan fit. Serta.. Tak ada salahnya jika memiliki tubuh yg sedikit berotot kan?
"Hahaha! Iya-iya. Yasudah, hati-hati ya."
Aku mengangguk dan menunjukkan jempolku padanya. Setelah itu, aku mulai berjalan kaki keluar gedung apartemen dan menuju taman kota.
.
.
.
.
Hanya perlu waktu 10 menit jalan kaki saja, taman kota lokasinya sangat dekat dengan apartemenku. Berhubung aku jalan kaki sendirian, jadi ya tidak ada salahnya kalau sesekali aku memantulkan bola basketku. Entah kenapa aku malah jadi melow begini. Rasanya aku seperti mendapat firasat aneh. Atau jangan-jangan ini gara-gara musik yg kudengarkan saat ini. Ah, bodoh! Itu tidak berpengaruh bagiku.
.
.
.
TEP
Ini dia, taman kota. Dan tempatku berdiri sekarang adalah tempat dimana aku biasa menghabiskan waktu ku dahulu untuk bermain basket dengan sahabatku, Gaara. Gaara salah satu teman baikku, sayangnya dia harus pindah keluar kota mengikuti Ayahnya yg dipindah tugaskan. Aku jadi rindu dia kalau ada ditempat ini. Dulu, Gaara juga menjadi obyek favorite ku untuk berlatih memotret. Karena dia memiliki wajah yg unik dengan warna rambut yg sangat kontras dengan warna kulitnya, menjadikannya menarik jika dipotret. Dia seorang yg fotogenic.
.
.
BRUG!
Tasku aku taruh disini sajalah. Motretnya nanti saja, aku mau main basket dulu. Mumpung tidak terlalu panas.
DUK! DUK! DUK!
Wow, tak kusangka aku masih lihai dalam mendrible bola ini. Baiklah, mungkin coba memasukkan ke ring dulu.
SYUT! HUP!
'YEAH!!'
Aku tersenyum lebar saat lemparanku tepat sasaran. Bolanya masuk! Hebat dattebayo!! Oke, lakukan lagi!
Lagi!
Lagi!
Dan lagi!
Hebat!! Semuanya masuk! Ah ternyata aku masih handal. Hehehe..
Oke sekarang focus ke beberapa teknik lalu lempar lagi.
.
.
.
.
WUSH~
Hm?
Kenapa sudah dingin ya? Padahal tadi masih hangat. Memangnya jam berapa? Tanyaku pada diriku sendiri sambil melirik jam tanganku.
Oh pantas, ini sudah sore. Sangat sore. Sepertinya aku terlalu asyik bermain sendiri sampai tak sadar kalau waktunya berlalu cepat.
Sampai-sampai mood ku untuk memotret jadi hilang.
Tak apa, ini lemparan terakhir. Sebaiknya aku sedikit menjauhkan diri lagi dari ring itu. Dulu aku selalu berhasil dengan lemparan jarak jauh. Kali ini juga harus berhasil.
Mundur, mundur lagi. Yak! Tarik napas dulu, lalu hembuskan. Focus, Naruto.
Yosh! Lempar!
.
.
.
SYUT!
'ASTAGA!'
Aku berteriak dalam hati sekeras mungkin saat bola ku hampir saja mengenai seseorang yg tiba-tiba saja melintas.
Aku segera berlari, menghampirinya. Toh aku juga tidak bisa teriak. Jadi langsung saja ku hampiri.
.
.
GREB
Aku memegang pundak orang itu, sebaiknya aku minta maaf. Toh, Aku juga tidak mengenalnya. Selain itu dia memakai masker, dan sedang menunduk. Sepertinya dia shock. Ah, atau mungkin marah!? Gawat dattebayo!
Dasar Naruto bodoh. Aku harus segera minta maaf. Barang kali dia terluka.
Ingin sekali rasanya aku bicara padanya saat aku lihat wajahnya yg tertutup masker itu. Namun apa daya, aku cuma bisa diam dan melihatnya dengan tatapan cemas.
Tunggu...
Jika dilihat-lihat, perawakan orang ini mirip seperti Sasuke. I mean, rambutnya yg hitam ini. Tapi mana mungkin kalau ini Sasuke, lagi pula Sasuke tidak akan pergi ke tempat seperti ini.
"Fuhh. Hampir."
Dia bicara, sambil melepas maskernya. Mungkin gerah. Atau mungkin akan segera marah padaku. Jika dia marah, aku sudah siap.
"Lain kali perhatikan sekitarmu." Dia menggangtung kalimatnya.
.
.
.
.
"Oke?"
Astaga!
Kami-sama, bukan kah dia..
Dia..
Sasuke!
Benarkah ini Sasuke!? Sasuke Uchiha!?
"Hei. Apa yg kau lihat?"
Tuhan, jika kau ingin mengujiku tolong jangan memakai tubuh malaikat ini. Aku yakin aku tak akan sanggup. Jika ini mimpi tolong segera bangunkan aku dan kembalikan ruh ku dari surga ini dan bairkan kembali ke tubuhku di dunia.
Aku membuka mulutku seperti orang akan berteriak. Namun aku tak bisa. Jadilah aku terlihat seperti orang gagu. Astaga~
"Ssst!! Jangan teriak!"
Hei, aku ini bisu. Jadi mana bisa aku teriak. Dan kenapa kau justru membekap mulutku seperti ini hah? Tidak kau bekap pun aku tetap tidak akan bersuara.
Oke napasku memburu sekrang, apalagi saat aku memandang lurus kedalam bola matanya. Onyx, hitam kelam. Pantas saja jika sorot matanya begitu tajam.
.
.
Aku menghela napas sejenak. Ini sudah hampir dua menit Sasuke menutup mulutku.
Oke, aku akui aku sempat shock. Tapi itu hanya beberapa saat yg lalu saja. Setelahnya saat ini aku merasa biasa.
'Bisa lepaskan ini?' Batinku sambil menurunkan tangan Sasuke yg membekapku. Tangannya halus sekali.
'Kemari.' Lanjutku dalam hati sambil menuntun Sasuke untuk duduk di sisi lapangan basket. Untung saja dia menurut. Entah karena apa dia menurut begini. Apa dia tidak takut kalau seumpama aku ini orang jahat atau semacamnya?
Ah peduli setan! Dimana notesku? Aku membutuhkannya untuk berbicara.
.
.
Ini dia. Baiklah, aku akan menuliskan sesuatu untuknya.
'Kau Uchiha Sasuke kan?' Tulisku.
"Hn."
'Kenapa ada ditempat seperti ini? Hari sudah hampir malam.' Tulisku lagi.
"Apa kau tidak bisa bicara dengan benar?"
Pertanyaan yg wajar. Dia belum tau kalau aku ini tuna wicara. Ya, tidak perlu marah. Hanya perlu dijawab dengan senyuman.
'Maaf, aku tuna wicara. Uzumaki Naruto, dattebayo.'
Aku menunjukkan tulisanku kali ini disertai senyuman hangatku. Entah hanya perasaanku saja atau memang aku merasa kalau sebenarnya Sasuke ini tertekan dengan sesuatu hal.
"Oh."
.
.
.
Astaga, jika bukan karena aku mengidolakannya. Aku pasti sudah menjitak kepala anak ini karena dia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apa-apa serta sedikit arogan.
Dia diam, dan malah memandang kearah lain. Lebih tepatnya menatap kosong kearah lapangan. Hanya ada bola basketku yg tergeletak disana. Tidak ada yg lain. Aku sedikit tak peduli, mungkin dia sedang melamunkan suatu hal. Lebih baik aku mencoba bicara lagi saja dengannya.
'Apa ya--hm?' Baru saja aku hendak menuliskan kalimat lain untuk berbicara lagi dengannya, Sasuke malah sudah berdiri dan berjalan perlahan menuju ke arah bola basketku.
.
.
.
Aku tersenyum, sejujurnya dia seperti orang biasa. Namun, hanha saja dia berada di strata yg tertinggi bagiku.
'Hei, Sasuke. Apa kau tau, ini bagaikan mimpi bagiku. Bertemu denganmu disini tanpa sengaja dan bisa berbicara denganmu. Itu suatu kebahagiaan tersendiri bagiku yg selalu mengagumimu. Ya, selalu..'
Batinku seakan berpuisi saat tanpa sadar kaki ku melangkah untuk mendekati Sasuke. Dia berdiri disana, dengan sebuah bola basket ditangannya dan pandangan yg lurus kearah ring.
Dengan cahaya seminim ini, wajahnya masih saja bisa terlihat bersinar. Apa mungkin itu auranya? Aura luar biasa yg membuatnya nampak kharismatik kapanpun.
.
.
.
GREB
Aku menggeleng pelan sambil membenahi posisi kedua tangan Sasuke dari belakang. Membenarkan posisi Sasuke menjadi posisi yg tepat untuk melempar sebuah bola ke dalam ring. Dan mencetak sebuah lemparan yg sempurna.
Berpelukan? Tidak. Hanya terlihat seperti aku memeluknya dari belakang. Sasuke ternyata lebih pendek dariku. Tak kusangka, tubuhnya juga sangat ramping.
"Hei, Dobe. Jika aku gagal dalam lemparan ini. Kau boleh menciumku."
.
APA!?
Aku terhenyak bukan main saat tiba-tiba Sasuke berkata demikian. Menciumnya? Memangnya dia orang sembarangan? Yg bisa seenaknya dicium tanpa beban hanya karena sebuah lemparan yg meleset?
Hei Sasuke, sepertinya kau perlu ke psikiater.
"Bagaimana?" Tawarnya.
Aku menelan ludahku paksa. Apa dia sedang mempermainkanku? Apa mungkin dia tau kalau aku ini sangat mengaguminya maka dari itu dia mempermainkan ku seperti ini?
Aku memang mengagumimu, Sasuke. Sangat. Namun, aku tidak ingin merusakmu hanya karena hal bodoh seperti ini. Aku bukan lelaki brengsek yg drngan mudahnya jatuh pada tawaran bodoh seperti itu.
Jika memang aku harus menciummu, itu bukan karena taruhan. Karena aku hanya akan menciummu dengan rasa cinta ku.
.
.
.
SET
Aku segera menarik diri dari Sasuke. Entah kenapa aku sedikit kecewa padanya, atau mungkin marah.
Aku kira dia orang yg sangat menjaga diri. Bukan malah seperti ini. Mungkin saja saat ini kau hanya melakukan ini kepadaku.
Tapi, sebelum kau bertemu denganku saat ini aku tidak akan tau apakah kau pernah menawarkan hal seperti ini juga kepada orang lain.
"Tunggu."
Aku berbalik saat kurasakan Sasuke menarik lenganku.
Aku mengerjabkan kedua mataku sebagai jawaban sekaligus pertanyaan.
'Ada apa?'
"Kenapa kau justru pergi?"
Pertanyaan macam apa itu? Kenapa aku pergi? Tentu saja karena perkataanmu barusan.
"Saat semua orang berlomba-lomba untuk mendapatkanku. Mereka bersedia membayar berapapun dan apapun yg aku mau asalkan aku mau menjadi milik mereka. Harga ku terlalu mahal, sampai hanya segelintir orang saja yg mungkin bisa mendapatkanku. Bahkan hanya untuk sedikit kecupan dari bibirku mereka rela memberiku segalanya."
.
Sasuke, jika aku bisa. Aku ingin memukulmu saat ini juga. Hentikan kalimat bodohmu itu. Itu hal yg tak perlu kau banggakan.
.
"Tapi sayangnya, aku tak akan pernah sudi menerima apapun dari orang-orang brengsek seperti itu. Dan saat aku ingin memberikannya cuma-cuma padamu kenapa kau malah menolaknya?"
Dengan segera aku menepis tangan Sasuke yg masih memegang lenganku. Menahanku untuk pergi. Sasuke, asal kau tahu aku bukan orang seperti itu. Aku tidak gila pada tubuhmu.
Aku memang mengagumimu, tapi bukan tentang indah tubuhmu. Sama sekali bukan!
Aku mengagumi sosokmu, Sasuke. Aku tau kau sebatang kara. Bukan rahasia lagi kalau kau memiliki masa lalu yg kelam sampai pada akhirnya kau bisa bangkit dan meraih segala mimpimu. Itulah, mengapa aku sangat mengagumimu.
.
Karena berkatmu, aku juga bisa bangkit dari segala kekuranganku.
.
.
.
Ku tuliskan sesuatu di notesku. Dengan sedikit emosi aku menuliskan sedikit kalimat untuknya. Aku ingin dia belajar, belajar untuk menjaga apa yg masih terisisa dalam dirinya.
Yaitu, harga diri.
Jangan sampai duka di masa lalu yg membuatmu dendam pada dunia menjadikanmu menghalalkan segala cara untuk berbalas dendam. Termasuk dengan mengorbankan harga diri.
Tidak Sasuke! Itu salah.
.
.
SRAKK!!
Aku merobek selembar notes ini. Lalu mengemaski barang-barangku. Sebaiknya aku pulang. Dan jika lain waktu aku bertemu denganmu lagi mungkin aku bisa memberikannya satu keyakinan. Dan sebuah pernyataan dari sebuah pengakuan.
'Ini.' Batinku sambil menyodorkan sebuah kertas padanya. Saat itu juga di segera membaca apa isi tulisanku itu.
"Sekejam apapun dunia menghakimi mu, jangan pernah sampai merelakan harga dirimu sebagai bayaran untuk membayar semuanya. Sasuke, yakinlah. Suatu saat nanti pasti akan ada seseorang yg bisa memberi arti baru tentang sebuah kehidupan yg tak sempurna. Jangan khawatir, yg kau butuhkan saat ini adalah kepercayaan bahwa orang itu akan segera datang padamu."
.
.
Suaranya terdengar sedikit rendah dan bergetar saat dia membaca notesku. Terutama saat dia membaca kalimat terakhir.
Semoga dia paham. Semoga dia mengerti, bahwa arti dari ketidaksempurnaan itu adalah diriku. Aku harap, dia percaya bahwa suatu saat nanti aku akan kembali bertemu dengannya dan menyatakan perasaanku padanya.
Aku ingin melindunginya.
"Kau..." Sasuke mendesis sambil meremas kertas ku itu. Dia memandangku tajam dan rahangnya mengeras. Ini bukan pernyataan cinta. Hanya serpihan perasaan yg jujur untukmu, Sasuke.
Kau selalu bisa membuatku tersenyum. Bahkan saat kita tidak mengenal.
Begitu pula saat ini, aku kembali tersenyum untukmu saat kau masih saja memandangku setajam itu. Justru tanganku kini terulur untuk sedikit menyentil dahinya.
Setelahnya aku segera melangkahkan kakiku untuk pergi dari hadapannya.
.
.
.
TAP TAP
"Tunggu!!"
Hei jangan me---hah!?
Bibir...
.
.
Apa maksudnya ini?
Teme!! Kenapa menarikku lalu menciumku begitu saja seperti ini, hah!?
Astaga demi Tuhan! Apa maksudnya ini?
"Fuah.." Sasuke terengah setelah melepas ciumannya dariku. Wajahnya sangat merah dan napasnya begitu memburu hanya karena ciuman beberapa detik saja? Payah.
"Tolong.."
.
.
"Tolong sembuhkan aku, Naruto."
Kini kau memelukku, menyembunyikan wajahnmu didada bidangku. Serta memeluk tubuhku sangat erat seakan aku akan meninggalkan dirimu saja.
Apa yg harus kulakukan? Yg bisa kulakukan saat ini hanya mengelus kepalamu. Memberimu sedikit ketenangan dengan membalas pelukanmu.
'Tenanglah, Sasuke. Tidak akan ada yg bisa menyakitimu.'
.
.
.
"Naruto?"
Dia memanggilku. Aku pun lantas sedikit merenggangkan pelukan kami untuk sekedar melihat wajahnya. Matanya sedikit merah, jangan menangis Sasuke!
"Bisa kah kau meyakinkanku meski hanya untuk malam ini?"
Tanganku terulur untuk mengelus lembut pipinya. Memberinya segaris senyumanku dan menatapnya hangat. Aku ingin membuatnya nyaman meski hanya untuk semalam.
Walau aku yakin, saat pagi tiba semua seakan sirna dan hanya seperti mimpi belaka.
'Tentu.' Jawabku dalam hati sambil mengangguk padanya.
Dan dia menerima jawabanku.
Setelahnya, giliranku yg meraih bibir tipisnya. Menciumnya lembut dibawah sinar rembulan.
Nikmatilah Sasuke, selagi bulan malam ini masih bercahaya. Dan saat esok tiba, aku harap kau tak pernah menyesali pertemuan singkat kita ini.
.
.
.
Dan jika waktunya sudah tiba, aku akan datang padamu untuk menyatakan semuanya. Bahwa aku sangat mencintaimu.
Aku yg akan menjadi matahari dalam gelapmu.
Akan ku terangi semua jalanmu agar kau bahagia.
Apapun untukmu, Sasuke.
Seperti cerita Sang Matahari yg sangat mencintai Sang Bulan. Dia rela mati saat malam hari demi membiarkan Sang Bulan untuk bernapas.
.
.
.
.
.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
A Silent Sun : Heal Me.
Short StoryAn Oneshot NaruSasu Fanfiction. Sequel from 'A Silent Sun.' "Saat mentari selalu berkisah tentang sang bulan yang selalu dicintainya."