"Begini anak-anak. Berhubung hari ini Ibu ada acara. Jadi Ibu akan memberi kalian tugas kelompok. Satu kelompok dua orang. Ibu yang akan membaginya," kata Bu Dina.
Seantero kelas yang awalnya memasang wajah ceria mendadak lesu mendengar perkataan Bu Dina.
"...Reta Meyrizka dan Alvino Bastian..." Lina berdecak kesal mendengar nama Reta sudah disebut dan tidak sekelompok dengannya.
"...Lina Anggara dan Keenan Anggara..." what??? Kok namanya samaan? Gak mungkin. Kok gue gatau kalo ada yang namanya sama kayak nama gue? Reta menyikut lengan Lina. Ia menoleh memasang wajah 'apasih?'. Reta tersenyum geli melihat ekspresi Lina seraya mengedipkan matanya. Lina memutar bola mata.
"Baiklah anak-anak. Ibu beri waktu selama dua minggu. Kalau tidak ada yang ditanyakan. Ibu permisi dulu." Setelah itu Bu Dina keluar kelas.
"Keenan Anggara itu yang mana? Kok gue gatau kalo ada yang namanya Anggara?" Tanya Lina.
Reta melihat sekeliling kelas. Menunjuk seorang cowok yang sedang menyembunyikan wajahnya diantara kedua sikunya itu. Lina mengangguk paham. Lalu berdiri dan berjalan menghampiri meja cowok itu.
"Woi Keenan Anggaraa!! Lo tidur?" teriak Lina tanpa memperdulikan tatapan mata teman sekelasnya. Cowok itu bergerak pelan. Membuka sebelah matanya seolah terkejut melihat Lina. Ia menegakkan badan. Menatap Lina. Yang ditatap hanya memicingkan sebelah alis.
"Siapa lo? Seenaknya neriakin nama gue. Lo gak liat kalo gue lagi tidur?" katanya sebal.
"Bodo amat. Oh ya. Gue Lina Anggara. Gue nyamperin lo karena lo satu kelompok sama gue," kata Lina. Cowok itu setengah kaget begitu Lina menyebut namanya. Keenan hanya diam, menghiraukan ucapan Lina barusan.
"Oh jadi ini yang namanya nyamain nama gue? Dasar plagiat. Gak kreatif banget kalo bikin nama. Terus kalo gue sekelompok sama lo. Lo mau apa?"
"Kepedean banget sih jadi orang. Siapa juga yang mau namanya sama kayak lo. Gue mau ngajakin lo ngerjain tugaslah. Lemot banget jadi orang." Lina mendengus sebal.
"Kasih nomor hape lo sini. Ntar gue chat kalo pulang. Gue ngantuk." Keenan menyodorkan ponselnya kearah Lina. Dengan kesal, Lina mengetikkan nomornya dan mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya.
"Dasar kebo!" kata Lina sebelum meninggalkan meja Keenan.
"Eh gini-gini gue ganteng yaa," sahutnya yang masih terdengar oleh Lina.
***
Lina menunggu Kevin dibawah pohon yang berada didekat gerbang sekolah. Lina menghalau terik matahari dengan tangannya. Kevin lama banget sii, Lina menggerutu tak jelas. Selang beberapa menit, sebuah mobil putih berhenti tepat didepannya. Perlahan, kacanya terbuka.
"Selamat siang, sayang," ujarnya. Lina menyebikkan bibir mendengar sapaan Kevin seraya memasuki mobil. Menutup pintu dengan kasar.
"Kenapa lama banget sih? Peka dikit napa kalo disini panas banget," kata Lina sebal. Kevin hanya terkekeh mendengar ucapan Lina. Membuatnya semakin kesal.
"Uhh uhhh Lina sayang kok marah terus sih. Senyum dong," ujarnya seraya mengacak rambut Lina pelan. Lina memalingkan wajah. Berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya. Setelah itu, Kevin tidak mengajaknya bicara lagi. Ia menyalakan radio dan memutar beberapa lagu disana. Lina merasa bosan karena sepertinya tujuan mereka masih jauh.
"Mau kemana?" Lina memulai pembicaraan. Kevin tersenyum.
"Liat aja nanti. Lo pasti belum pernah kesana. Jadi, gue bisa jamin lo bakalan suka sama tempat itu," katanya penuh keyakinan tanpa menoleh sedikitpun. Lina menghembuskan napas kesal. Kembali menatap jalanan. Lagu yang diputar Kevin ternyata sukses membuatnya mengantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIT
Teen Fiction"Bersama lo, gue memang bukan yang terbaik. Tapi tanpa lo, gue belajar memperbaiki. Yang gue mau, kita satu tanpa dustai dia." -Lina. "Gue sayang sama lo dari dulu, Lin. Tapi lo gamau ngertiin itu." -Kevin. "Gue sayang lo. Lo sayang dia. Gapapa deh...