3. Who am I

3.9K 465 14
                                    

" Hal yang paling menyakitkan daripada diselingkuhi adalah saat yang dicintai berhenti mencintai,"

- Selviana Putri -

Matahari merangkak dari peraduannya dengan gagah, bersinar terang dengan penuh percaya diri. Cuaca begitu cerah, engkau pun telah berdiri di depan rumahmu dengan begitu gagah. Kamu sudah berpakaian rapi dengan kacamata hitam menutupi kantong matamu.

Kamu berjalan perlahan menuju garasi, mengambil sepeda motor matic kesayanganmu lalu mengendarainya keluar rumah setelah memanasi mesinnya beberapa menit.

Kamu belum juga pergi untuk beberapa saat meski telah berada di luar rumahmu. Engkau masih menelpon seseorang dan menanyakan keberadaannya. Setelah itu kamu berangkat dengan beberapa kali bersiul dan menyanyikan lagu cinta.

Cukup lama kamu mengendarai sepeda motormu dan berhenti di sebuah kafe yang sudah cukup ramai dengan pengunjung. Kamu parkirkan sepeda motormu lalu mulai berjalan pelan menuju seorang gadis yang langsung melambaikan tangan begitu melihat keberadaanmu.

Kamu mempercepat langkahmu lalu kalian saling merangkul dalam tawa bahagia. Gadis itu, entah siapa namanya, menyambutmu dengan penuh suka cita. Sesaat setelah pelukan kalian berakhir, dia menunjuk minuman dan makanan yang ternyata sudah dipesannya lebih dulu sambil menunggu kedatanganmu.

Kalian duduk, saling berdekatan dengan tangan yang saling menggenggam. Sambil makan, kalian mengobrol dengan asyik. Sedangkan aku hanya mampu memperhatikan kamu dan dia dari balik teropongku, berusaha untuk bisa bersabar. Sejujurnya, jika kehilangan kesabaran, aku sudah di sana lalu membunuh kalian berdua dengan sekali serang.

Hatiku? Baik-baik saja. Aku sudah tahu dan itu mempermudah otakku untuk tidak bersedih saat melihat secara langsung perselingkuhan yang sedang kamu lakukan. Mataku juga merespon secara baik sehingga tidak ada air mata yang menerobos keluar.

Kalian masih mengobrol, bercanda riang untuk beberapa saat sebelum akhirnya ada sebuah telpon mendarat di ponselmu. Kamu menjauh sebentar dari gadis itu dan menerima panggilan itu dengan setengah berbisik. Aku tidak tahu apa yang tengah kamu bicarakan tetapi dari gerak tubuhmu, aku yakin itu dari selingkuhanmu yang lain.

Tak lama setelah menerima telpon, entah alasan apa yang kamu utarakan, gadis itu pun melepaskanmu pergi meski wajahnya menunjukkan kekecewaaan dan kemarahan. Kamu pun berlalu dari tempat itu dan aku kembali mengikutimu dari belakang.

Kamu sampai di sebuah rumah, cukup mewah dan bisa kutebak pemiliknya kaya raya. Seorang gadis dengan badan setara ikan buntal, pendek, gendut dan chubby keluar dari rumah itu. Kamu memeluknya mesra dan dia tersipu hanya dalam berada di pelukanmu.

Kalian tidak pergi. Dia hanya memberikan sebuah bungkusan kado kecil untukmu. Setelah itu dia kembali masuk ke rumahnya setelah kamu membelai rambut lusuhnya dan mencubit gemas pipi betonnya.

Dasar cewek caper nggak tahu diri. Aku tidak tahan untuk memakinya. Walau sebenarnya yang harus kumaki adalah dirimu. Ini semua salahmu dan kamulah yang paling harus diadili dan disalahkan disini. Namun, rasa cintaku padaku menghalangi itu. Aku lebih suka menyalahkan mereka dibandingkan harus menyalahkan kamu.

Iseng, saat ikan buntal itu telah berlalu, aku menelponmu. Sekali kamu abaikan, kedua kamu tolak dan untuk ketiga kalinya baru kamu menerimanya.

"Halo?"

"Halo, Beby?" sahutmu dari seberang sana.

"Jadi jemput?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Jemput apa?" tanyamu pura-pura bodoh.

"Lah, katanya mau jemput aku di kampus. Lupa ya?" kataku mengingatkan janjimu.

"Eh? Kemarin kan udah bilang nggak bisa jemput. Gimana sih?" jawabmu dengan nada sedikit kesal.

"Lho? Tadi aku telpon ummimu katanya kamu keluar dan bilang mau jemput aku. Nggak jadi? Pepy kemana?" tanyaku setengah menyindirmu.

Kamu tergagap, kulihat kamu menepuk ringan jidatmu.

"Ah, itu! Sur-surprise," katamu dengan canggung, mencoba memutar otak agar tidak tertangkap basah sedang berbohong. Padahal, aku pun sekarang tengah membohongimu.

"Iya beby, aku mau jemput beby. Tapi sedang macet nih," keluhmu sambil celingak-celinguk.

"Oh gitu," sahutku datar.

"Iya gitu, yaudah ya. Aku sedang otw kesana nih! Beby sudah pulang?" tanyamu.

"Belum sih, tiga puluh menit lagi baru kelar. Yaudah hati-hati ya, see you!"

"Oke, yang rajin kuliahnya," pesanmu.

"Iya, dah."

"Dah."

Telpon ditutup. Kamu tersenyum lega. Karena bagimu, kamu sudah berhasil membodohiku. Padahal Sayang, jika kamu cukup pintar, kamu akan menyadari bahwa jika aku sedang berada di kelas untuk kuliah, aku tidak mungkin bisa menelponmu.

Terkadang perselingkuhan memang membuat orang jadi bodoh. Karena dia tidak lagi berpikir dengan logika tetapi dengan nafsu agar tidak ketahuan. Karena itu tunanganku yang katanya pintar itu, semakin terlihat bodoh dan menyedihkan di mataku.

Aku berlalu, meninggalkan kamu yang sudah jadi oon karena kebanyakan makan micin-para pelakormu. Aku sudah tiba di kampusku dan berpura-pura menunggumu. Aku sudah parkirkan sepeda motorku di rumah teman yang dekat dengan kampus dan menghampirimu yang sudah menungguku.

"Hai beby," sapamu.

"Hai juga pepy," sahutku.

"Ayo pulang!" ajakmu.

Aku mengangguk.

Kamu pun pasangkan helm di kepalaku setelah membelai sedikit keringat di keningku.

"Capek ya sampai keringetan. Kasihan," katamu sok perhatian.

Aku hanya tersenyum kecil.

"Makasih," kataku tulus.

Kamu hanya mengangguk dengan senyuman yang dimanis-manisin dengan terpaksa. Jika saja aku tidak tahu kelakuanmu, tentu saja aku akan menganggap sikapmu manis dan membuat hatiku deg-degkan. Namun sayangnya, aku sudah mdngetahui segalanya.

"Aku cinta beby," bisikmu saat di perjalanan.

Aku kencangkan pelukanku padamu dan membalas ucapan cintamu.

"Aku juga cinta pepy."

Tahukah kamu sayang kenapa aku masih bertahan? Itu karena kamu  masih mencintaiku meskipun hanya sedikit. Hal yang paling menyakitkan di dunia ini daripada diselingkuhi saat yang dicintai berhenti mencintai. Karena itulah, selama kamu masih mencintaiku walau sedikit, aku akan terus mempertahankan dirimu.

Aku akan mengubah cintamu yang sedikit itu menjadi banyak hingga utuh sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu. Sedangkan cintamu yang banyak untuk para pelakor itu, akan kubuat berkurang sebanyak-banyaknya hingga pada akhirnya memudar dan lenyap. Dengan begitu, hati dan ragamu akan menjadi milikku suatu saat nanti. Begitulah aku. Sejatinya, kamu belum tahu siapa aku sebenarnya.

***
TBC.

PELAKOR ZAMAN NOW ( Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang