5. malam

240 5 0
                                    

((Rini pov))

Hari kian larut malam, gigilnya kabut kian menjadi-jadi. Aku merasa sangat senang, bisa berpetualangan bersama teman-temanku. Kelak dingin ini yang akan membuatku rindu akan hutan belantara. Aku masih duduk dengan mantel tebal dan kupluk kesayanganku ini, yang mampu untuk menghangatkan tubuhku.

Sambil memandang ke arah teman-temanku yang sedaritadi menghangatkan tubuhnya dengan api unggun, dan melihat Jo membuat makanan untuk makan malam. Dia terlihat dewasa, pintar, berbeda dengan cowok kebanyakan. Nyala api unggun semburat di wajahnya, gemerlap bintang pun tak kalah untuk berusaha bersinar di wajahnya, senyumnya terlihat begitu manis. Tak kalah dengan manisnya lengkung bulan sabit dilangit. Aahhhh! Kenapa aku ini!

Aku masih ingin menikmati malam seperti ini lebih lama lagi. Meskipun kadang kala semilir angin terlalu menusuk, memaksaku untuk tidak lama berada disini. Aku sibuk memandang langit, dengan sesekali memandang indahnya senyuman, entah itu senyuman dari bulan sabit ataupun senyuman manis Jo. Aku larut dalam keindahan ciptaan Tuhan, aku memejamkan mata sambil bernafas panjang. Aku merasakan sesuatu yang sangat nyaman disini, namun lagi-lagi angin mencabikku sesukanya.

Rini....

Aku mendengar suara yang menenangkan, bukan suara semilir angina maupun jangkrik. Jo! Iyaa itu suara Jo. Aku membuka mataku dan berbalik badan.

"Rini... sedang apa sendirian?" tanya Jo keheranan.

"akuu hanya sedang menikmati indahnya alam ini" jawabku terbata-bata.

Jo hanya tertawa kecil, lalu mendekatiku.

"kenapa kamu menertawakanku?' tanyaku menegaskan.

"hehee.. gakpapa, malam ini kan gelap, pemandangan apa yang bisa kamu lihat" jawab Jo yang lagi-lagi sambil tertawa.

"langit" jawabku. "dan indahnya senyum kamu dibawah sinar rembulan" gumamku dalam hati.

Jo langsung melihat ke arah langit, dan melihat-lihat gemerlap bintang dan bulan.

"iya, langit yang sangat indah. Tapi dingin sekali malam ini" jawab Jo meyakinkan.

Aku hanya mengangguk sambil menggosok-gosokkan telapak tanganku. Memang dingin, tetap aku masih ingin menikmati gemerlap bintang dilangit.

"dingin ya?" tanya Jo padaku, dan aku hanya mengangguk mengiyakan.

Tiba-tiba Jo meraih tanganku dan meniup-niupnya agar tidak terlalu dingin, aku agak menarik tanganku, tetapi Jo tetap menahan tanganku agar tidak kedinginan lagi.

"tanganmu dingin sekali" ujar Jo sambil terus meniup-niupkan tanganku.

Sekarang aku melihat jelas lekung bulan sabit itu, maksudku senyumnya yang tak kalah indah dengan bulan sabit di atas sana. Aku hanya tersenyum dan tertawa kecil. Lalu Jo melihat ke arahku dan juga tersenyum, Jo mendekat ke arahku sangat dekat dan menatapku begitu tajam, lalu perlahan ia mencium bibirku dengan hangatnya. Aku terkejut, terdiam dan terbujur kaku, lalu aku mendorong tubuhnya sambil sedikit berteriak. Jo!!!

"sorry!" ucap Jo kebingungan lalu manarik tanganku untuk segera bergabung dengan teman-teman yang lain.

Aku mencium harum masakan yang sangat enak. Persiapan makan malam hampir jadi dibantu oleh Kang Adi, si koki gunung yang sangat pandai memasak. Oh iya! Ditengah perjalanan tadi kami bertemu dengan team dari bandung. Meskipun kali pertama bertemu dengan Kang Adi pendaki dari Bandung itu, ia sudah banyak membantu team kami dalam melakukan banyak hal. Seperti membantu mendirikan tenda sekarang ini, memberi tahu waktu yang pas untuk pemberangkatan dan sekarang ia juga buatkan kita makanan.

Setelah masakan sudah matang, akhirnyaaaaa... makan-makan..!!!
semuanya makan bersama dengan menggunakan wadah kertas nasi yang dicampur jadi satu. Setelah makan, anak-anak ada yang langsung tidur, ngobrol-ngobrol dan lainnya. Sementara aku masih setia dengan api unggun yang menyala terang itu, nyala api yang menjadi satu-satunya sumber penerangan dan sumber penghangat tubuhku. Sambil menikmati gigilnya malam dan sesekali aku melihat langit yang sama sekali tak berbintang itu. Disini, aku benar-benar merasakan kesunyian yang menenangkan. Suara riuh angin dan krik..krik... jangkrik menjadi satu menemani kesunyian itu.

"Dingin ya" terlintas pertanyaan itu yang selalu Johan tanyakan padaku ketika aku hanya terdiam.

Meski dinginnya malam ini, aku merasakan hangatnya perhatian dari Jo. Aku merasakan kenyamanan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Aku tak pernah menyangka bahwa rasa ini mulai tumbuh untuknya. Aku takut, ini hanya perasaanku saja. Aku takut, rasa ini akan merubah sikapku yang malah membuatnya merasa tidak nyaman.

Kok belum tidur? Dingin ya???" Tanya Jo yang tiba-tiba datang dan lagi-lagi mengagetkanku, dengan mengenakan jacket tebalnya lalu duduk disampingku.

Lagi-lagi pertanyaan itu yang Jo tanyakan.
"Hah.. iya belum, aku belum ngantuk" jawabku dengan nada terkekeh.

Sebatas Cerita PendakianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang