Delapan Belas

149K 13.5K 3.7K
                                    

"Minumnya pelan-pelan aja Ngel, gue nggak minta kok," tegur Raffa pada gadis yang duduk di hadapannya. Pasalnya gadis cantik di hadapannya kini tengah meneguk minuman kemasan botol dengan cepat. Terkesan gugup untuk menyembunyikan sesuatu dalam diri gadis itu.

Raffa tahu, jika Angel gugup seperti sekarang pasti kemungkinan Angel dalam keadaan tidak baik.

Tentu saja Angel tidak baik-baik saja setelah apa yang Aidan lakukan padanya. Angel pasti sakit hati dengan perlakuan semena-mena Aidan padanya. Harusnya Aidan menjalankan perannya sebagai kekasih angel dengan baik. Dengan  membela dan menemaninya ke kantin. Tapi kenyataannya Aidan melimpahkan semuanya pada Raffa.

Raffa mengerti bagaimana perasaan Angel sekarang. Sosoknya yang lemah lembut hingga membuatnya hanya bisa pasrah pada keadaan.

"Angel haus," alibi Angel. Pandangannya enggan beradu dengan cowok yang terus saja memandang ke arahnya. Ia takut jika Raffa menemukan banyak kepura-puraan dan luka dalam dirinya.

"Gue tahu. Gue bahkan pernah lebih sakit dari pada yang lo rasain. Ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya. Ditinggalin setelah gue perjuangin dia sendirian. Dulu datang bawa cinta dan kebahagiaan, sekarang pergi ninggalin luka. Kurang apa coba gue jadi cowok?"

Raffa tertawa hambar lalu menyambar sebungkus roti dan segera merobek bungkusnya. Dengan gerakan pelan, Raffa mengunyah potongan roti yang ada dalam mulutnya. Tempo kunyahannya pelan, menikmati setiap kunyahan dan memori bersamanya yang masih setia singgah. Meski sudah berusaha menepis, tetap saja dia masih menjadi penguasa di hati dan pikirannya.

"Malah curhat," cibir Angel lalu tertawa pelan.

Kunyahan Raffa terhenti. Isi kaleng soda miliknya kembali diteguk untuk membantu mendorong kunyahan rotinya.

"Bukan curhat elah, ngomong sama cewek susah. Maksudnya itu supaya lo nggak sedih. Masih banyak orang di luar sana yang lebih sakit dari lo. Tapi mereka tetap kuat. So, lo nggak boleh lemah hanya karena masalah itu."

"Angel nggak papa. Emang Angel kenapa? Soal Aidan, Angel nggak masalah kok. Angel percaya sama Aidan.  Ehh-- lupa, Angel kan disuruh nyari om David"

"Lo makan aja, nanti biar gue yang nyari."

"Nggak, Angel aja yang nyari dan Raffa nemenin, jagain Angel. Deal?"

"Deal aja deh, biar seneng. Cewek kalau nggak diturutin suka ngambek nggak jelas."

***

Setelah sosok Angel dan Raffa menghilang di balik pintu meninggalkan Aidan dan Raisya berduaan, Aidan menempati kursi yang tadi diduduki oleh Angel. Jemarinya tidak berhenti memainkan jemari lentik milik gadis yang tengah terbaring di ranjang.

"Sampai kapan, Dan? Sampai kapan kita main sembunyi-sembunyi gini dari Angel? Aku pikir setalah aku sadar dari koma, aku jadi satu-satunya. Ternyata, aku masih menempati posisi yang sama. Sekedar partner main di belakang Angel," ujar Raisya dengan suara lirih dan tersirat jika gadis itu tengah merajuk.

"Aku nggak tahu, aku nggak bisa lepasin Angel. Aku nggak bisa."

"Terus kamu maunya apa? Aku udah cukup sabar selama ini. Dan aku nggak mau kalau aku harus bersabar lagi. Ini yang kamu maksud kalau kamu sayang sama aku? Sayang apa-apaan ini? Kalau sayang jadiin aku satu-satunya."

"Sya, tolong jangan desak aku kayak gini. Kita udah sepakat sebelumnya. Kenapa kamu jadi seperti ini?"

"Aku capek Dan. Aku udah lakuin semua yang kamu mau. Papa udah bersedia buat menjadi pengganti orangtua Angel. Kamu pikir berbagi kasih sayang itu enak? Cukup kasih sayang papa aja, kasih sayang kamu jangan."

The Lady KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang