4. Begins

3.8K 486 52
                                    

"Satu tambah satu? Dua
Dua tambah dua? Empat
Kamu tambah dia? NGAREP."

- Selviana Putri -

Wanita gendut itu tertawa renyah sembari melihat cerminan dirinya di cermin. Dia memoleskan bedak di wajahnya lagi, entah untuk keberapa kali. Dia juga mengoleskan lipstik berwarna merah darah yang begitu kontras dengan perpaduan eyeshadow warna cerah yang dia gunakan di kelopak matanya.

Dia tersenyum, muka datar lalu tersenyum lagi seolah mencoba senyum seperti apakah yang akan dia tunjukan padamu tunanganku. Sejujurnya aku merasa iba padanya. Ingin rasanya aku mengumpatnya tetapi umpatan tidak akan mengurangi rasa sakit karena dikhianati. Terlebih bagiku hanya wanita gratisan yang bersedia menjadi selingkuhan. Ya, gratis! Tidak bernilai karena dia lebih rendah daripada wanita murahan.

Tak lama kemudian, aku melihat dirimu yang datang dengan mengendarai sepeda matic yang biasanya kamu gunakan untuk memboncengku. Kamu parkirkan sepedamu lalu berjalan santai menuju si babi, pelakor 1.

Kamu tersenyum, melambaikan tangan dan memberinya sun jauh saat mata kalian beradu. Kamu menghampirinya membuat si babi tidak tahu diri itu meloncat kegirangan saat kamu genggam tangannya.

Kalian duduk bersama, bercanda sembari memakan makanan yang telah si babi pesan untuk kalian-atau untuk dirinya sendiri. Dari ukuran badannya, bisa kutebak dia doyan makan walaupun kini dia memakan makanannya dengan gaya selebriti-ambil sedikit, kunyah pelan lalu telan cantik.

Kamu mengambil kesempatan saat dia dengan sengaja makan berantakan. Kamu usap noda makanan yang menempel di sudut bibirnya. Seandainya bisa, sudah kuusap noda makanan itu dengan gergaji mesin. Dengan begitu, tidak hanya noda makanannya yang hilang. Bibir dan nyawanya pun akan melayang. Sayangnya, aku cuma suka berimajinasi bukan menyerahkan diri pada polisi.

Cukup lama aku mengawasimu dan dia. Tak lama kemudian aku mencoba menelponmu. Kamu terdiam sejenak, menatap telpon dariku. Dia melihatnya dan entah mengapa tidak marah, entah nama apa yang kamu pakai untuk menamaiku. Setelah itu kamu berdiri, menjauh darinya dan mengangkat telpon dariku.

"Halo, beby?" bisikmu.

"Ada dimana?" tanyaku.

"Kan udah bilang, lagi sama Babah," jawabmu memberikan alasan yang sama seperti yang kamu utarakan beberapa jam yang lalu.

"Ah, gitu," sahutku menanggapi malas.

"Iya, udah ya. Jangan ngekang aku dong. Aku lagi asyik sama teman-temanku," katamu mengajukan protes.

"Hm, oke."

"Dah."

Telpon diakhiri. Kamu kembali fokus pada si babi.

Mengekang? Aku? Dasar lelaki tidak tahu diri.

Aku terus bertahan, memperhatikan kalian dari jauh sembari mengambil beberapa gambar kalian sebagai kenang-kenangan. Aku percaya malaikat tengah mencatat keburukanmu saat ini tetapi bolehlah aku ikut bagian. Ini sungguh menyenangkan.

Entah apa yang terjadi, si babi tiba-tiba bangun dan pergi. Aku perhatikan lagi dan rupanya dia ke toilet wanita yang letaknya sedikit jauh dari tempat kalian duduk. Aku pun tergerak untuk sekedar menyapanya.

Aku turun dari mobil rental yang sengaja disewa khusus untuk mengawasimu. Aku hampiri dia dengan diam-diam agar kamu tidak tahu bahwasanya aku sedang mengintai perselingkuhanmu.

Aku masuk ke dalam toilet dan melihat si babi yang tengah mencuci tangannya dengan memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan.

"Wah, bibirnya merah banget, Mbak," kataku setengah berbasa-basi untuk memulai percakapan.

Si babi menoleh padaku lalu mengembangkan senyuman.

"Benarkah? Bagus nggak?" tanyanya.

"Bagus banget, Mbak. Mau ketemu pacar ya," ucapku setengah menggodanya.

Si babi cekikikan.

"Iya," katanya tidak menyangkal sama sekali.

"Pacarnya ganteng ya kok sampe dandan banget gitu?" tanyaku.

Si babi mengangguk.

"Ganteng banget pacarku. Makanya dandan cantik biar nggak ada yang ngambil," sahutnya sambil memegang kedua pipinya yang mendadak panas, malu-malu.

"Ah, jadi kalau pacar kita selingkuh itu karena kita kurang dandan ya Mbak?" tanyaku.

"Bisa jadi, sih tapi kalau kamu nggak usah dandan, pacarmu pasti udah klepek-klepek," puji si babi.

Aku menautkan alisku.

"Kok gitu?"

"Lihat? Kamu cantik, wajah bersih, putih, kurus. Apa lagi coba yang kurang?"

Aku tersenyum lebar.

"Kurang ganjen kali Mbak," sanggahku.

"Heh? Katarak pasti tu cowok! Udah putusin aja, cowok yang suka cewek ganjen itu brengsek," kata si babi sambil bergidik ngeri.

"Amit-amit aku pacaran sama cowok kayak gitu. Yaudah duluan ya, dah!" pamit si babi lalu keluar.

Aku pandangi diriku di cermin. Ya, aku memang cantik. Sayangnya, tunanganku adalah tipe lelaki brengsek yang suka wanita gratisan.

"Amit-amit? Lelaki brengsek itu sudah kamu pacari, Babi," gumanku lalu bergegas kembali ke dalam mobil.

Cukup lama aku di mobil hingga akhirnya yang ditunggu tiba. Aku melihat ponselku, sebuah pesan yang mendarat di sana. Di layar ponselku telah terpatri sebuah nama 'Pelakor 2'. Aku pun mencallingnya.

"Halo?"

"Ya, halo?"

"Ini kak Selvi kan ya?" Suara si seberang sana terdengar ramah.

"Iya, ini Yanti yang jualan baju online?" tanyaku balik.

"Iya, kak. Saya sudah diparkiran. Kakak dimana?" tanyanya.

"Aku sedang duduk berdua sama pacarku di deretan kursi sebelah utara. Aku memakai kaos lengan pendek dan celana jeans hitam ketat. Yang paling khas, riasanku yang meriah seperti acara tujuh belasan," terangku.

Si Yanti, pelakor no 2 itu terkekeh.

"Kakak ini bisa saja, yasudah saya segera ke kakak ya."

"Oke, ditunggu."

Telpon ditutup. Aku buka casing ponselku lalu membuang kartu yang kugunakan untuk melakukan chat dan panggilan dengan Yanti.

It's show time!

Kedua pelakor itu bertemu dan kamu tergagap seperti kambing qur'ban yang stress karena hendak dipotong. Kamu hanya melongo saat kedua wanita itu saling jambak dan memaki. Mereka memintamu memilih dan kamu hanya tertunduk lemas saat keduanya mendaratkan tamparan di pipimu.

Kamu mengamuk saat keduanya makin beringas, menuntutmu menentukan pilihan. Kamu acak-acak rambutmu lalu melangkah pergi setelah meneriakan kata putus. Aku tidak bisa mendengar kata putus itu tetapi membaca dari gerak bibirmu, aku yakin kamu telah melenyapkan dua pelakor itu.

Aku hanya menyeringai pelan saat kedua pelakor itu memberikan reaksi yang paling kusuka. Si babi membanting makanannya, menyumpahimu dan pergi dengan air mata yang bercucuran. Sedangkan si Yanti yang harusnya ketemu aku untuk COD, hanya berlari ke parkiran sambil menangis.

Aku menyalakan mesin mobilku lalu keluar dari tempat itu dengan senyuman yang mengembang indah.

Dalam prinsip pelakor, boleh saja dia berpikir tidak mungkin ada aku di antara kamu dan dia. Akan tetapi, dalam prinsipku, wanita yang kamu sia-siakan, akan selalu ada aku di antara kamu dan dia. Dengan begitu, jika kamu menambah dia dalam hidupmu, maka hasilnya adalah Ngarep.

Aku, P3K ( Pejuang Pembasmi Pelakor Kekinian) tidak akan pernah membiarkanmu meninggalkan aku dalam masa jahiliah-ku. Selingkuhlah Sayang sebanyak apa yang kamu mau, aku tidak akan protes. Karena pembalasan dariku baru saja dimulai.

TBC.

PELAKOR ZAMAN NOW ( Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang