"Jisoo? Masih ingat aku?"
Seperti biasanya, kafe Wish begitu ramai. Hingga Jisoo tidak begitu memperhatikan siapa saja yang berkunjung ke kafe hari ini. Ia sudah cukup lelah melayani para pelanggan yang hendak meninggalkan kafe dengan mengantri di depan mesin kasir. Sisa tenaganya kembali diporsir maksimal untuk tersenyum tipis pada setiap orang yang menghampirinya hendak membayar.
"Kamu ... Mingyu?"
Ah, Jisoo hanya berpura-pura ragu mengingat pria tampan bergigi taring tersebut. Sebenarnya ia ingat. Sangat ingat. Bagaimana bisa Jisoo melupakan sosok yang sempat bertengkar dengan Seokmin dulu?
Mingyu mengangguk. "Kamu bekerja di sini?"
Alis Jisoo terangkat naik. Basa-basi yang Mingyu lakukan membuatnya sedikit tidak nyaman. "Ya, seperti yang kamu lihat sekarang."
"Aku kira kamu itu kekasihnya Seokmin. Ternyata hanya karyawan. Baguslah kalau begitu," ujarnya lagi, merekahkan senyuman penuh arti.
Sayangnya kemampuan baca pikiran hanya bisa Jisoo terapkan pada Tuannya. Seorang Manusia Harapan hanya bisa membaca pikiran sang Tuan, tidak pada orang lain. Meskipun begitu, memahami melalui gelagat yang Mingyu tunjukkan, sepertinya laki-laki bermarga Kim ini memiliki tujuan tertentu. "Maksudmu?"
"Tadinya kupikir kesempatan untuk mendekatimu sudah habis."
Kenapa Mingyu harus berkata sejujur ini? Tentu saja ucapan itu malah membuat Jisoo sedikit khawatir. Selama berada di dunia Tuannya, tentu Jisoo tidak ingin membunuh siapa pun. Apalagi Mingyu adalah temannya Seokmin, meskipun begitu sering bertengkar.
Sedikit menggigit bagian dalam mulutnya, Jisoo harus segera mengalihkan pembicaraan mereka sebelum Mingyu mengucapkan hal terlarang. "Bisa aku minta catatan tagihanmu?"
"Ah, maafkan aku," ujar Mingyu, seraya memberikan daftar makanan apa saja yang telah ia pesan tadi.
"Totalnya 23,000 Won."
Begitu Mingyu memberikan uang pada Jisoo, laki-laki bergigi taring itu terus berusaha menarik perhatian Jisoo lebih dalam. Matanya berusaha meraup semua perhatian gadis manis itu. "Apa kamu sibuk?"
Jisoo mengangguk. "Aku harus bekerja sampai kafe ini tutup," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan sama sekali, fokus pada mesin kasir.
"Bukankah kafe ini tutup pukul sembilan? Itu sudah tidak lama lagi. Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar setelah kamu bekerja?"
Tentu Jisoo ingin menolak. Namun, kesempatan untuk melihat kota Seoul di malam hari begitu sayang untuk dilewatkan. Sejujurnya, Jisoo sudah sangat bosan karena setiap pulang dari kafe, ia dan Seokmin langsung menuju apartemen. Jisoo butuh hiburan untuk melepaskan penatnya.
"Ke mana?" tanyanya lagi, dengan tangan mengulur untuk memberikan uang kembalian.
"Ada festival makanan di dekat sini. Bagaimana? Apa kamu mau ke sana?"
💫💙💫
Lampu kafe Wish sudah dimatikan semuanya. Hanya bagian luar yang masih menyala terang, terutama bagian papan nama. Tapi, ada sesuatu yang Seokmin rasa masih kurang. Gadis kesayangannya tidak berada di sana. Tentu ia sudah menyadarinya sedari tadi. Coba berpikir positif, Seokmin kira Jisoo hanya menghilang sebentar untuk ke toilet.
"Di mana Jisoo?" tanya Seokmin, memperhatikan karyawannya satu per satu.
Dino menggeleng pelan yang juga diikuti oleh Jeonghan.
Seungkwan mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Bos, tadi aku sempat melihat Jisoo bersama seorang pria."
Informasi dadakan dari Seungkwan berhasil membuat Seokmin kalang kabut. Setahunya, Jisoo tidak kenal siapa pun selain dirinya dan para karyawan di kafe Wish ini. Apa Jisoo baru saja diculik? "Dengan siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH [Revisi] (✓)
أدب الهواة[Seoksoo GS Fanfiction] Manusia Harapan tidak memiliki nafsu ataupun perasaan cinta sama sekali. Yang ia lakukan 100 persen hanya untuk membantu Tuannya (orang yang 'memprogram' sifat manusia harapan). Fakta di atas nyatanya terbantahkan setelah Jis...