Sembilan Belas

141K 12.9K 1.9K
                                    

Cowok jangkung berhoodie abu-abu dan celana jeans panjang, mengekor dengan malas pada seorang gadis cantik dengan dress selutut dan rambutnya yang dibiarkan tergerai menutupi punggung kecilnya. Langkah Aidan nampak ogah-ogahan mengikuti langkah Angel yang tengah mengelilingi toko buku. Entah buku seperti apa yang Angel cari saat ini. Sudah hampir sejam namun tak ada satu pun buku yang ia pilih. Tentu saja hal itu membuat Aidan sedikit kesal dengan kekasihnya.

"Nyari buku apa sih? Dari tadi cuma muter-muter nggak jelas. Niat nggak? Gue capek," omel Aidan di belakang Angel.

Langkah Angel terhenti. Tubuhnya berputar menatap ke arah Aidan yang nampak lesu dan menahan amarah.

"Maaf, iya udah kita pulang aja. Angel nggak jadi beli. Belinya besok aja nunggu Raffa sama Juna nemenin. Pas Aidan nyuruh mereka nemenin Angel, mereka nggak marah walaupun Angel muter-muter lebih dari tiga jam."

Aidan mendekati Angel. Posisinya kini tepat di hadapan Angel dengan jarak tidak lebih dari satu meter. Satu tangannya terangkat membelai pipi Angel dengan lembut.

"Gue nggak sesabar Raffa dan Juna. Jangan samakan gue sama mereka. Sekarang lo bilang sama gue, Lo mau beli buku apa. Biar gue yang nyariin. Lo nggak becus," ujar Aidan santai namun mampu membuat Angel merasa sedikit takut.

"Angel mau beli buku resep masakan. Ta---" ucapan Angel belum terselesaikan namun Aidan sudah melenggang terlebih dahulu mencari buku resep masakan. Padahal Angel belum mengatakan buku yang ia inginkan secara spesifik. Buku resep masakan ada banyak. Namun yang ingin Angel beli adalah resep masakan khas Sunda.

Angel diam menatap Aidan yang tengah sibuk mengelilingi setiap sudut toko buku. Tidak ada niatan Angel untuk menghampiri Aidan. Gadis itu membiarkan apa yang ingin dilakukan oleh kekasihnya.

Selang lima menit, Aidan kembali menghampiri Angel. Tangannya yang semula kosong kini dipenuhi buku. Dalam hati Angel menghitung jumlah buku yang Aidan bawa. Terhitung ada delapan buku yang Aidan bawa dan diyakini adalah buku resep masakan dari berbagai penjuru.

"Ke kasir!" ucap Aidan singkat pada Angel. Tanpa ba-bi-bu lagi, Angel mengekori Aidan melenggang menuju kasir.

Aidan meletakan buku yang ia bawa di meja kasir. Angel sempat membaca judul buku yang Aidan bawa. Tidak ada judul buku seperti yang Angel inginkan.

Cowok di samping Angel merogoh saku celana belakangnya untuk mengambil dompet kulitnya.

"Dan, Angel maunya buku resep masakan Sunda. Kenapa Aidan beli buku itu? Itu bukan buku masakan Sunda," ujar Angel.

"Terus?" tanya Aidan sangat singkat. Satu alisnya terangkat menatap tidak suka ke arah Angel.

"Nggak papa. Terserah Aidan aja deh," sahut Angel dengan tetap tersenyum.

"Lo udah makan?"

"Belum. Angel be---"

"Mau makan dimana?"

"Angel belum laper. Nanti Angel mau nyoba masak sendiri di rumah. Mending kita belanja bahan makanan, nanti Angel masakin buat Aidan juga. Gimana?" tawar Angel dengan riang.

"Restoran sebelah toko ini," putus Aidan final. Aidan mengeluarkan empat lembar uang kertas ratus ribuan dan menyerahkan pada kasir. Sekian detik menunggu, uang kembalian sudah Aidan terima.

Buku yang Aidan beli sudah di tangan, satu tangannya menarik pergelangan tangan Angel untuk ikut dengannya.

***

Begitu sampai di rumah Angel, gadis itu langsung duduk di sofa. Saat ini ia merasa kesal pada Aidan yang berlaku seenak sendiri dan tidak menuruti kemauannya. Padahal jika Aidan tidak menuruti kemauannya, Angel bisa melakukannya sendiri. Tadi Aidan juga memaksanya untuk menghabisi makanan yang Aidan pesan. Angel memang lapar. Tapi bukan makanan itu uang Angel inginkan. Angel ingin makan masakan yang ia masak sendiri. Semua tinggal harapan setelah Aidan memaksanya. Ingin menolak, Angel takut Aidan marah dan takut jika penolakan Angel bisa melukai hati Aidan. Sebisa mungkin Angel tidak ingin melukai hati orang lain. Karena Angel tahu bagaimana rasanya disakiti. Tidak mudah menerima rasa sakit untuk yang tidak biasa. Jadi biarkan Angel yang sudah terbiasa, disakiti.

"Lo marah sama gue?" tanya Aidan setelah meletakan buku resep masakan di meja.

Aidan duduk di samping Angel, menarik kepala gadisnya untuk bersandar di bahunya.

"Enggak kok. Aidan nggak salah apa-apa kenapa Angel harus marah."

"Nggak usah ngrepotin diri. Gue nggak suka liat Lo repot"

"Iya. Maafin Angel. Angel tadi cuma pengin masakan Sunda yang Angel buat sendiri. Kangen mama soalnya. Mama keturunan Sunda," ujar Angel. Kedua bola matanya memanas mengingat mendiang ibunya. Rasa rindu menyelimuti. Terutama rindu akan pelukan kasih sayang seorang ibu yang sangat menenangkan jiwanya.

Aidan merogok saku celananya. Dari saku celananya Aidan mengeluarkan ponselnya dan diberikan pada Angel.

"Ada google, lo cari resep di situ aja," ujar Aidan. Angel menerima ponsel pemberian Aidan. Merasa tidak nyaman dengan posisinya, Angel mengubah posisinya menjadi berbaring nyaman di sofa dan menjadi paha Aidan sebagai bantalan.

Ibu jemari gadis itu bergerak gesit menari di atas layar ponsel Aidan. Aidan tersenyum tipis melihat gadisnya sibuk dengan ponsel. Jemarinya memainkan rambut gadisnya. Sesekali membawa kumpulan rambut Angel ke hidungnya untuk ia hirup aroma menyegarkan dari rambut Angel.

"Ini enak nggak? Kalau dilihat-lihat sih enak" ujar Angel meminta pendapat pada Aidan. Aidan menatap layar ponselnya menunjukkan gambar masakan yang terlihat lezat.

"Lo mau gue bikinin, kalau ada resepnya gue usahakan buat lo"

"Pengin, tapi Angel pengin masak sendiri."

"Emang bisa?" ejek Aidan seraya menjawil ujung hidung Angel.

"Nggak sih, tapi mau belajar."

"Ke rumah gue aja, bahannya banyak" ajak Aidan.

"Boleh. Tapi nanti Aidan bantuin ya, kayaknya susah nih bikinnya."

Aidan mengangguk pertanda mau.

***

Raisya berbaring dengan perasaan tidak karuan memikirkan Aidan. Hatinya resah dan gelisah memikirkan Aidan yang tengah bersama Angel. Tentu saja ia cemburu bahkan sangat cemburu.

Raffa dan Juna yang ditugasi untuk menjaganya nampak asyik sendiri dengan ponsel masing-masing.

"Raf, Jun, telponin Aidan suruh ke sini dong. Gue mau ditemenin Aidan. Kalian bikin gue nggak nyaman," pinta Raisya.

"Nggak usah belajar jadi pelakor. Aidan lagi sibuk sama kekasihnya. Lo pikir ditikung nggak sakit? Gue udah ngerasain gimana sakitnya ditikung," sahut Raffa tanpa menatap ke arah Raisya sedetikpun.

"Oitt Raf, ngomongnya lemes bener. Raisya sepupu Angel, mana mungkin nikung saudara sendiri. Apalagi Raisya hidup kan dari harta peninggalan almarhum, ya kali berani nikung," celetuk Juna menendang pelan tulang kering Raffa.

Raffa mengusap kakinya.

"Zaman sekarang, pelakor siap pepet siapa aja. Nggak lihat itu siapa dan jasanya apa. Yang penting dapat. Iya nggak Sya?"

"Maksudnya apa?" kesal Raisya.

"Gue nggak maksud apa-apa. Gue cuma nanya, kan? Nggak perlu ngegas juga."

"Udah udah, ini kok malah jadi ribut gini? Udahlah raf, nggak malu apa ribut sama cewek. Masalah sepele lho, kenapa dibesar-besarkan. Buat Lo sya, bukannya kita nggak mau nyuruh Aidan ke sini. Tapi kita sama-sama menghargai Angel. Biarin Aidan dan Angel dulu, Lo kan bukan siapa-siapa Aidan. Jadi jangan minta dimanjain sama Aidan. Kesannya Lo maksa banget tahu nggak?"

"Lagian di sini ada gue sama Juna, apa masih kurang buat gantiin Aidan? Emang apa yang Aidan lakuin pas nungguin Lo. Bilang aja ke gue, gue bakal lakuin apa yang Aidan lakuin biar lo nggak butuh Aidan lagi. Gue nggak suka kesenangan Angel diganggu."

Kedua tangan Raisya yang tersembunyi di balik selimut mengepal kuat. Ingin rasanya gadis itu melayangkan pukulan ke wajah dua cowok yang duduk di samping ranjangnya.

TBC 

The Lady KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang