16. Mistake

7.8K 671 56
                                    

Naya terlelap dalam dekap Ervin. Tubuhnya terasa lebih lelah dari biasanya. Sampai saat ini Naya tidak pernah mengerti dengan tubuhnya sendiri. Sejak kecil tubuhnya sangat rapuh, bahkan saat malam purnama tiba Naya akan menjerit merasakan sakit yang teramat di tubuhnya. Tidak ada obat untuk menyembuhkannya,  ia harus melawan rasa sakit itu seorang diri.  Terlebih saat kepergian neneknya dan tidak ada satu orang pun yang merawatnya. Menyedihkan.

"Eumm," 

Naya menggeliat membuat Ervin mengencangkan dekapannya. Ervin mendengus kesal, ia belum pernah melakukan hal seperti ini. Bahkan dengan Dewi Pelindung sebelumnya, Ervin tidak menunjukkan rasa simpatinya sedikit pun. Bahkan di saat ibundanya mati di hadapannya,  ia hanya diam membisu.  Tidak ada air mata yang jatuh sedikit pin di pipinya.

"Tuan," Arhies mengalihkan fokus Ervin. Mereka menghentikan kuda yang mereka tumpangi. "Sepertinya kita kedatangan tamu yang tidak di undang kembali,"

Ervin mengangguk membenarkan ucapan Arhies. Naya menggeliat perlahan membuka matanya saat di rasa kuda yang ia tumpangi berhenti.

"Ada apa? Apa kita sudah sampai, Tuan?" Naya mengedarkan pandngannya.  Ia menatap heran tempat yang mereka datangi.  Bukan,  ini bukan tujuan mereka.  Mereka masih berada di dalam hutan.

"Kita mendapatkan tamu yang tidak di undang." jelas Ervin membuat Naya menegang. Naya menatap Ervin dan Arhies bergantian.

"Jangan lagi," cicit Naya lemas. Ia menatap Ervin memelas. Tidak ingin ada pertempuran yang membuat jantungnya berdetag kencang.

Ervin tersenyum seraya mengelus pucuk rambut Naya pelan, "Tenanglah, aku bersamamu." 

Sreeett.

Arhies melompat dari kudanya dan menghalau panah yang melaju ke arah Ervin dan Naya.

Prang. Duar.

Panah yang berhasil di halau terlempar ke sembarang arah membuat ledakan besar. Naya menegakkan badannya dan menatap takut seseorang yang keluar dari kegelapan hutan. Ervin meminta Naya untuk tetap tinggal di atas kudanya, sementara ia melompat turun dan kini berdampingan dengan Arhies.

"Cih, iblis hitam penunggu gunung Ordhi." ucap Ervin kesal. Ia menatap pengawalnya seraya mengangguk pasti. Pandangan mereka menelisik dan menghitung ada berapa banyak iblis yang keluar. Tidak banyak hanya sekitar dua puluh saja. Ervin dan Arhies bersiap dengan pedang di tangan masing-masing.

Iblis bertubuh hitam dengan kepala dua keluar dari persembunyiannya. mereka menatap lapar ke arah Ervin dan juga Arhies. Dengan air liur yang menetes serta gigi yang berbentuk taring putih mengkilat semakin membuat penampilannya terlihat mengerikan.

"Makan, makan, makan!" seru mereka bersama dan berlari menuju arah Ervin dan Arhies.

Ervin melompat menghindari beberapa iblis itu dan mengayunkan pedangnya menebas tubuh para iblis. Mereka terbakar dan menjadi abu di saat pedang itu membelah tubuh mereka.

Arhies menggerakkan badannya melikuk seirama dengan ayunan pedang yang kini ia pegang. Tatapan tajam dan mematikan terlihat jelas di matanya. Senyum sinis dan bahagia terlihat. Sudah lama sejak ia menyegel dirinya sendiri. Ia tidak pernah merasakan bahagia mengayun pedang dan membunuh para musuh yang ada.

"Mati kau!" teriak Arhies seraya mengayunkan pedangnya membuat angin berwarna biru menembus tubuh para iblis dan menghanguskannya.

"Argh!"

Naya menjerit. Tubuhnya terlempar dari kuda. Panah hitam tidak sengaja melesat ke arahnya dan melukainya.  Lengan Naya tergores dalam,  pakaiannya robek menyisakan darah yang terus mengalir keluar. Ervin dan Arhies terkejut. Mereka menatap Naya yang kini tersungkur di atas tanah seraya memegangi lengannya yang terluka.  Ringisan keluar dari bibir mungilnya.

Devil Beside Me [END] [REUPLOAD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang