×××GAMA In Love×××"Gue nyerah ajalah. Capek." Marisa Martin menghentakan kepalanya keatas meja.
Nata dan Charlotte memijat pundak Marisa. Dia kasihan dengan sahabatnya yang dua minggu ini frustasi akibat banyak belajar. Sedangkan Gugun hanya menatap Marisa dengan malas.
Satu hal yang jarang mereka lihat adalah Marisa memegang buku selain buku resep makanan. Sebagai sahabat, mereka bertiga hanya bisa mendukung keinginan putri dari Marcello Martin.
"Ini." Nata segera mendorong kepala Marisa hingga tubuhnya kembali tegak lurus. Ia menunjukan satu foto pria tampan nan rupawan yang bernama Gama Adiwiguna.
Kesadarannya mulai kembali, dia meneruskan kegiatan belajarnya bersama Gugun murid terpintar di sekolahnya yang juga sahabat dekatnya. Tidak lama dia kembali mengeluh.
"Tau ah! Gue gamau belajar lagi." Marisa berjalan kearah ranjang Gugun lalu berbaring diatasnya dan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Calon mertunya begitu sangat menyiksa otak Marisa. Dia hanya bisa memasak, urusan belajar bukan keahliannya. Ingin meminta resep makanan dari tangan ahlinya, malah dia harus bergelut dengan semua pelajaran yang tidak mampu dikuasainya.
"Jangan nyerah gitu Sa. Lo katanya mau bikin toko kue. Masa gitu aja nyerah." Kata Nata.
Gugun ikut merebahkan dirinya di lantai. Mengajari otak butut Marisa membuatnya kelelahan.
Marisa jadi teringat betapa inginnya ia membuat sebuah toko kue. Tapi, dia sangat frustasi dengan buku buku tebal milik Gugun.
Drttt. . .
Ponsel Gugun bergetar beberapa kali. Ia merogoh ponsel miliknya yang ada di saku celana sekolah yang saat ini ia gunakan.
Gama is calling you
Mampus. Gugun segera berdiri dan menatap Marisa cemas.
"Risaaaa! Marisa Martin!" Teriak Gugun yang sukses di beri hadiah lemparan bantal oleh Marisa.
"Hp lo mana, hp?!" Gugun sangat malas menerima telepon dari Gama.
Marisa merogoh kantong hoodie kebesaran yang berwarna peach miliknya. Tidak ada benda pipih berwarna hitam itu disana. Dia segera beranjak dari kasur lalu mengambil cepat tas gendong dan kembali merogoh isi tasnya.
Tidak ada.
"Ketinggalan?!" Mariasa menatap ketiga sahabatnya dengan pongah. Handphone miliknya pasti tertinggal di rumahnya. Karena terakhir yang dia ingat sebelum kerumah Gugun, Marisa memilih pulang kerumah untuk berganti pakaian.
Marisa menangkap ponsel yang baru saja Gugun lemparkan. Menggeser tanda panggilan dari kanan ke kiri lalu meletakan benda pipih itu di daun telinganya.
Hal pertama yang ia dengar adalah amukan Gama yang membuat telinga Marisa berdenging.
"Aish! Kenapa sih tuh cencorang!" Sahut Marisa dengan menjauhkan ponsel Gugun dari telinganya sebelum kembali meletakan ketempat semula.
"Kenapa sih Gam? Lagi pms lo?!"
"Lo dimana, sialan!"
Hati Marisa seakan di tusuk jarum jahit. Kecil tapi rasanya sakit. Gama tidak pernah berbicara dengan lembut kepada Marisa. Dia hanya tersenyum canggung kepada ketiga temannya sebelum pergi keluar balkon rumah Gugun agar percakapan dia dengan Gama tidak terdengar sahabatnya.
"Mau jadi tunangan gue?!" Tanya Gama dengan nada tidak suka. "Ngaca Sa, kita itu kaya langit sama bumi. Lo cuma manusia yang punya otak udang, licik dan munafik dimata gue."
"Lo ngomong aja sama kakek. Bukan gue juga yang minta." Mariasa ikutan sewot setelah mendengar nada bicara Gama yang tidak bersahabat.
"Jangan harap gue mau tunangan sama cewek kaya lo!"
Sebelum mematikan sambungan teleponnya, satu kalimat dari Marisa sukses membuat Gama marah besar. "Dan lo pikir, lo mampu ngerubah kehendak kakek?! Coba aja kalau bisa Gam." Tantang Marisa.
Tjandra Adiwiguna, bahkan Haris papa Gama yang notabenenya anak paling kesayangan Tjandra tidak bisa merubah apa yang di pilihkan kakeknya itu.
Perjodohan yang di tetapkan Kakek Gama menjadi anugrah bagi Marisa. Bertahun tahun dia menyimpan rasa kepada pria itu. Mati matian menahan cemburu buta ketika harus melihat Gama bersama perempuan lain saat dirinya masih sangat dekat dengan Gama seakan membuahkan hasil yang manis. Namun, perjodohan ini bagaikan malapetaka bagi Gama. Dia harus bertunangan dengan perempuan yang sangat ia benci. Dan lagi, Gama sudah memiliki kekasih yang sudah setahun ini bersamanya.
"Gama udah tahu?" Tanya Charllote yang diberi anggukan oleh Marisa saat gadis itu sudah duduk diatas ranjang Gugun.
Sebelumnya, Kakek Gama memang merahasiakan rencananya dari Gama karena dia tahu bahwa cucunya itu akan menolak. Hanya keluarga Marisa, sahabat Marisa dan Orang tua Gama yang mengetahui ini.
Mengingat satu minggu lagi bertunangan, Kakek Gama pasti memberitahunya. Oleh sebab itu dia marah besarkepada Marisa. Gama mengira bahwa dalang dari semua ini adalah Marisa.
Sebenarnya Marisa sudah bisa menebak bahwa Gama akan marah besar dan menyalahkannya. Dia juga tahu bahwa laki laki yang disukainya sudah memiliki kekasih. Bukannya Marisa tidak menolak. Sebelumnya dia sudah mati matian mencoba berbicara dengan kakek Gama, namum yang didapatkan tidak sesuai keinginannya. Kakek Tjandra terus menolak dengan alasan Marisa adalah pilihan yang terbaik untuk Gama.
Namun, bisakan Marisa bahagia bersama pria yang tidak mencintainya? Mungkinkah dia bisa menaklukan hati Gama, atau rasa Marisa akan terus bertepuk sebelah tangan.