[three] to [six]

3.6K 336 27
                                    

Kamar Reon dan Cloudy tempati, Gio hanya bisa termangu sendirian sambil memandang tiga anak berbeda usia sedang berjongkok menatap guci yang barusan pecah, akibat tendangan bola.

Sebetulnya, Gio ingin menghentikan dan mencari tempat main yang lain. Tetapi, ketiga bayi-bayi kecil ini lebih memilih kamar luas dan tak terlalu banyak barang.

Namun apa dikata, guci seharga milyaran dolar harus hancur karena tendangan cilik seseorang. Padahal Gio merasa tendangan itu tak sekuat orang dewasa.

Justru Gio berpikir, bagaimana mengganti biaya guci itu?

Sementara Gio melamun, tiga bayi itu masih berjongkok. Wajah pelaku barusan menghancurkan guci lewat tendangan mautnya, tak merasa bersalah.

"Acu ndak tuat." Marvell mengakui bahwa tendangannya memang tak begitu kuat.

"Napa atuh? Ody adet." Cloudy mengusap dada. "Teyo? Mapel ndak na?"

Kalau bersama sepupu-sepupunya, Cloudy kelewat berceloteh ke sana kemari. Sesama bayi lincah dan bisa mengurai kata-kata, tentu akan selalu paham.

"Mapel? Capa?" Marvell celingak-celinguk, bingung. "Mapel capa?"

"Mapel ndak nau?" Cloudy mengerjap. "Mapel ya, Mapel."

"Syiapa Mapel, Ody? Telus, Teyo syiapa?"

Cloudy saling menatap Marvell dan Theo bergantian. Tangannya terangkat hingga jari telunjuk diacung. "Teyo," tunjuk Cloudy kepada Theo. "Mapel," katanya beralih ke Marvell.

"Mapel? Acu?" Marvell menunjuk dirinya seraya berpikir. "Cuka," kekehnya senang, bahkan tak ambek.

Walaupun Theo tak mengerti apa dikatakan Cloudy, nama "Teyo" terdengar seperti "Theo", jadi bukan masalah.

"Dadi, ucina au apa?" Marvell mengusulkan.

"Ndak au. Ody ndak eyi." Cloudy tak punya uang, mana sanggup untuk beli. "Ninta Daddy. Daddy eyi uci."

"Daddy acu uga. Daddy anyak uwang," serobot Marvell, merentangkan tangan.

"Daddy aku juga punya." Theo menimpali. "Ada Mommy."

"Umul-umul," saran Marvell.

Raut Clouy berubah sedih. "Daddy ndak au. Catian."

"Pakai nabungan-ku caja." Theo mengangkat tangan. "Nanti diganti."

"Canci?" Kepala Cloudy miring. "Pa tu?"

"Ganti, Ody, ganti. Hm ... apa ya." Theo sedang berpikir serius. "Aku bawa nabungan, becok Ody ganti."

"Ninta Daddy," jawab Cloudy tak mempunyai uang, mengarah pada Reon agar ayahnya segera mengganti tabungan Theo. "Eyus, namungan tu pa?"

Jangan sekali-kali bikin kata sulit dicerna anak kecil, nanti mereka akan terus bertanya sampai mereka puas. Itu pun kepuasan mereka hanya sebentar.

Pintu kamar terbuka, Acer nongol dengan memberi ekpresi senang melihat sekelompok bayi-bayi lincah sedang mendiskusikan sesuatu. Dialihkan ke anak sulungnya tengah merenung.

Pundak Gio ditepuk membuat sang pemilik terlonjak. "Ya Tuhan, maafkan saya tidak bisa menjaga anak-anak," katanya sambil menunduk.

"Apa yang dilakukan anak-anak sampai kamu bertingkah seperti ini?"

Berasa kenal, Gio mendongak. Wajahnya tampak kaget, kemudian lega seketika. Tetap saja, Gio menarik napas frustrasi.

"Ada apa denganmu, Nak?" tanya Acer.

Desahan lolos dari bibir Gio. "Andai aku tidak kasih izin, mungkin guci punya kamar ini tidak akan pecah."

Acer memaklumi, segera memberi semangat dengan usapan di kepala. Kemudian berjalan mendekati ketiga bayi sedang berjongkok. Pria tua itu ingin sekali bertanya, apakah mereka tak kram jika berlamaan dengan gaya duduk begitu?

Good Time ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang