((Author pov))
Jo menatap tajam wajah Rini yang sedang menggosok-gosokkan tangannya karena udara yang semakin dingin. Lalu, Jo melepaskan jacketnya itu dan mengenakannya ke tubuh Rini, meskipun Rini sudah mengenakan mantel dan kupluk biru kesayangannya. Jo bisa merasakan sangat dinginnya malam itu.
"Eehhh... apaaa ini??" Tanya Rini yang sempat terkaget karena jacket yang dipakaikan Jo ke tubuhnya itu.
"Pakai saja.. Malam ini sangat dingin. Mungkin dingin ini yang buatmu tak bisa tidur" jawab Jo dengan wajah yang dipenuhi rasa khawatir.
Tidak bisa dibohongi, malam ini memang begitu dingin. Rini memakai jacket yang diberikan Jo dan membantunya untuk mengenakannya.
Malam semakin larut, semilir angin dan kabut lembut pun datang menggigilkan malam ini. Bahkan nyala api unggun mulai redup karena angin yang semakin bertiup kencang. Jo menyuruh Rini untuk masuk tenda dan beristirahat.
((Author pov))
Mereka bangun pagi-pagi sekali untuk melakukan summit. Mereka menyiapkan sarapan sebelum summit. Seperti biasa, Kang Adi selalu menjadi chef gunung bagi temannya dan team Rini. Team Rini hanya bisa membantu saja. Sebelum melanjutkan perjalanan, mereka makan bersama untuk menambah energi. Seperti biasa, hanya menggunakan kertas nasi dan dicampur menjadi satu mereka makan bersama.
Tepat jam 3 pagi, mereka berdo'a terlebih dahulu, Kang Adi mengingatkan team Rini untuk lebih berhati-hati karena akan melewati bebatuan dan ketinggian yang sangat curam. Mereka melanjutkan perjalanan untuk sampai ke puncak. Jo selalu setia berjalan dekat Rini, bahkan Jo selalu memabantu Rini untuk terus menanjak. Sesekali mereka beristirahat sejenak lalu melanjutkan.
Di tengah perjalanan Rini terpeleset, meskipun tidak terlalu parah tetapi membuat kakinya agak susah untuk terus berjalan. Jo menawarkan diri untuk menggendongnya, tetapi ini menolak dan memaksakan diri untuk terus melanjutkan perjalanan menuju puncak. Rini selalu memaksakan diri untuk tetap kuat, tetapi tetap saja membuat Jo begitu sangat khawatir. Jo meraih tangan Rini untuk membantunya, kali ini Rini tidak bias menolak karena kondisi kakinya yang membuatnya butuh pertolongan Jo.
Pukul 5 pagi, mereka sampai di puncak. Melihat keindahan Sunrise dari atap tertinggi Jawa Barat. Sungguh indah, lautan awan yang menggelayut dan semilir angin berhembus membelai mesra. Semuanya sangat senang dan bersyukur, akhirnya bias sampai pada puncak tertinggi.
((Rini pov))
Aku melangkahkan kaki untuk menikmati pesona alam yang sangat indah, kabut lembut mulai menyelimuti puncak gunung, angin membelai. Tak ada niatan aku untuk berlari dari sini, aku merasakan kenyamanan yang sesuangguhnya. Aku merasakan kenikmatan yang begitu berarti, terasa lebih dekat dengan Tuhan Sang Pencipta alam ini.
Aku memotret pemandangan samudra awan, dan semburat mentari pagi hari. Aku menghembuskan nafasku yang terasa sangat lega. Aku teringat ucapan dari salah seorang teman saya, bahwa mendaki gunung itu berbahaya! harus melewati hutan belantara yang menakutkan. Tapi, hei... Alam ini menenangkan! selama kita bisa menjaga dan tidak merusaknya.
Tiba-tiba Dwi memelukku sangat erat, dia sampai menangis bahagia bias berada disini. Ya, aku pun bisa merasakan bahagianya berada disini. Kami semua berfoto bersama. Jo menawarkanku secangkir kopi yang sudah ia siapkan dalam termos kecil yang dibawanya. Bahkan kopi ini terasa lebih enak dari biasanya, dengan suasana yang menyejukkan membuatku tak berhenti untuk bersyukur.
Setelah 2 jam berada di puncak, akhirnya kami kembali untuk turun. Untuk sampai di pos tempat bangun tenda, hanya membutuhkan waktu 30 menit. Kami beristirahat sejenak di tenda dan bersiap-bersiap melanjutkan untuk turun. Jo selalu berada di dekatku, ia selalu menjagaku dan mengkhawatirkan keadaanku.
Di tengah perjalanan, aku tidak bisa lagi menahan rasa sakit luka di kakiku. Jo memaksaku untuk mau digendongnya. Awalnya aku menolak, tetapi keadaan sudah tidak lagi memungkinkan, akhirnya mau digendong olehnya, ia berusaha untuk kuat menggendongku. Tanganku melingkar di leher Jo sambil tersenyum dan berterimakasih.
Aku tidak mengerti, mengapa dia begitu baik padaku. Aku tak mau terlihat lemah dihadapan siapapun! tetapi dengan Jo, aku tak bisa. Bersamanya aku merasakan kenyamanan.
Jo...
"hmm..." timpalnya.
"kenapa kamu mau menggendongku?" tanyaku penasaran
"karena aku sayang kamu" jawab Jo sambil terus melanjutkan perjalanan.
Aku hanya terdiam dan tersenyum, lalu menyenderkan kepalaku di punggungnya.
Setelah sampai di basecamp, kami beristirahat sambil menunggu jemputan datang. Teman-teman yang lain memakan sedikit cemilan yang dibeli di warung depan basecamp. Jo buatkan aku secangkir kopi panas, dan ia sibuk memberi obat merah di kakiku.
Jo...
"hmm.." timpalnya.
"Terimakasih ya" ucapku.
"Buat?" tanyanya singkat.
"Semuanya" jawabku.
Dia melihat ke arahku dan tersenyum.
Setelah jemputan sudah datang, kami akhirnya menuju perjalanan untuk pulang kerumah masing-masing. Kang Adi dan kawan-kawannya pun berpamitan dan kami mengucapkan terimakasih pada mereka, yang sudah banyak membantu.
Selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Cerita Pendakian
Dla nastolatkówSebuah cerita yang tak pernah dipahami isinya. Kisah cinta yang tak pernah dipahami maknanya. Perpisahan yang tak pernah dimengerti alasannya.... Perjuangan dan kelelahan akan terbayar oleh puncaknya Perbedaan dan perselisihan akan terbayar oleh keb...