Raka
Aku tidak menyangka, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku hanya tidak ingin membuat Oca salah paham mengenai aku dengan Dania. Raut wajahnya dan sikapnya berubah ketika aku menerima botol minum dari Dania tadi siang. Atau perasaanku saja? Aku hanya ingin tahu, apakah Oca merasakan apa yang aku pikirkan? Apakah yang aku lakukan sudah benar? Memintanya menjadi pacarku?
***
Aku dan Dania memang dekat, aku juga mengetahui gosip belakangan ini membahas kami berdua. Tapi aku tidak ambil pusing. Aku tidak peduli dengan ucapan orang lain, yang kupentingkan adalah hal itu tidak terjadi dan perasaanku hanya aku yang tahu.
Tetapi sepertinya sekarang pun aku sedang kehilangan diriku. Aku tidak tahu perasaan seperti apa yang harus kuberikan pada Oca. Juga apa yang dia rasakan saat ini. Terlebih padaku.
Sejak kejadian dipanggil guru BK, memang akhirnya Dania yang muncul lalu membela kami mati-matian di hadapan Pak Soleh dan Pak Buniar. Dania memang tahu banyak mengenai aku dan Oca. Dia yang akan selalu mencari Oca untuk membantu menenangkan aku dari kambuhku meskipun ada inhaler dalam setiap pergerakanku.
Sehingga akhirnya, Pak Soleh mempercayai kami tidak mungkin berbuat yang aneh-aneh, ya meskipun aku memeluk Oca disana, meskipun aku mencium pipi Oca. Itu adalah hal yang aneh. Untukku dan mungkin juga Oca. Perasaan ini pun menjadi aneh. Aku semakin ingin menjaga Oca.
***
16.44 WIB
Oca, apakah dia marah karena aku memintanya jadi pacarku? Saat aku memeluknya dan memintanya jadi pacarku, Oca hanya diam. Aku tidak mengerti apa yang ada dalam pikirannya tentangku.
Aku berjalan menuju sudut teras rumah, mendekat ke kolam ikan dan duduk di tempat favorit Oca jika bermain dirumahku. Melamun.
Tidak berapa lama, Mama menyusulku.
"Dek, lagi sibuk nggak? Oca nggak mampir kesini?" tanya Mama mendekat lalu duduk di sampingku.
"Nggak Ma, kenapa?" jawabku singkat berniat menjawab kedua pertanyaan Mama.
"Oh gitu, yasudah sebenernya sih Mama pengen Oca ikut, tapi untuk yang pertama mungkin enggak dulu deh, biar Raka dulu yang ketemu"
"Apasih Ma? Ketemu siapa?"
"Jadi nanti malam, Mama pengen ajak Raka makan malam sama teman dekat Mama yang waktu itu Mama pernah ceritain"
"Oh, okey"
"Kamu bisa ikut kan dek?"
"Iya bisa Ma" jawabku tersenyum ketika Mama mengelus pundakku dan hampir beranjak, "Ma..."
"Iya? Gimana sayang?" Mama duduk lagi.
"Mmm... Oca kayaknya lagi marah sama aku Ma..." ungkapku pada akhirnya.
"Loh kenapa gitu? Pasti kamu yang salah kan?" tanya Mama langsung mengarahku.
"Iya Ma, salah aku..."
Aku mengaku pada Mama aku memang bersalah, tidak mungkin Oca mendiamkan aku tanpa suatu alasan yang jelas. Tidak mungkin Oca menghindariku jika aku tidak salah. Tapi bagaimana aku cerita ke Mama kalau tadi aku baru saja memintanya jadi pacarku. Apa respon Mama? Marah? Atau senang? Aku tau perasaan Mama ketika mengenal Oca untuk pertama kalinya. Ia seperti bertemu lagi dengan sosok Cerry, kakak kandungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Times
JugendliteraturBaru saja menyandarkan badan di kursi ruang lukis, dengan keringat mengucur dan napas agak sengal karena hampir terlambat masuk kelas, tiba-tiba Kak Dania berlari menghampiriku dengan tatapan secemas seperti sebelumnya pernah kulihat. "dek... ke UKS...