Satu- "Awalan"

271 19 5
                                    

"OJIII!!! KEBIASAAN DEH SHOWER GA DIMATIIN!!! TUTUP ODOL DIHILANGIN!!!"

Sudah merupakan salah satu rutinitas Ferel yang setiap paginya harus mengomeli Oji- iya Oji notabene suaminya yang senang membuat kesal Ferel selama 5 bulan pernikahan mereka.

"Untung gue sayang", batin Ferel ketika ia dibuat kesal dengan kebiasaan buruk Oji.

Sementara objek yang membuat kekesalan Ferel hanya tersenyum tanpa dosa karena ia sengaja membuat Ferel kesal, ia suka dengan wajah cemberut istrinya itu.

"Kan supaya kamu gak perlu nyalain shower lagi Yang, terus gak repot-repot buka tutup odolnya," ngeles Oji walaupun ia tahu alasannya itu sangat-sangat omong kosong.

Ferel sudah selesai dengan ritual mandinya dan Oji sudah siap dengan seragamnya. Ferel lalu memasangkan dasi Oji sebagai kewajibannya sebagai istri, ya melayani suaminya.

"Finish," ucap Ferel sambil tersenyum melihat hasil karyanya.

"Terima kasih istriku," ujar Oji yang juga tersenyum melihat senyuman manis istrinya itu.

Ferel menatap balik Oji dan membalas tersenyum disertai anggukan kecil tanda ucapan 'sama-sama'.

Ferel lalu beralih menyiapkan sarapan Oji yang sudah dimasaknya ketika suaminya itu mandi.

"Yang, gimana kalau aku ambil cuti aja?" ujar Oji ketika Ferel sedang menuangkan susu murni kesukaan Oji.

Ferel sedikit terkejut dengan penuturan suaminya itu, tidak langsung menjawab, namun ia meminum susunya terlebih dahulu.

Oji menunggu jawaban istrinya sambil menyendokan sesuap nasi goreng. 

"Kok tiba-tiba?" tanya balik Ferel.

"Kita kan belum, eum, itu... yang biasa dilakuin pasangan baru," jawab Oji yang membuat Ferel ambigu.

Ferel lekas menatap Oji dengan pandangan aneh, "Apaan deh? Baru darimana orang udah hampir setengah tahun. Lagian kan udah sering Mas masa lupa sih."

Setelah menikah Ferel memang menggunakan panggilan 'Mas' agar lebih menghormati Oji suaminya. Namun ketika ia kesal, terkadang ia menggunakan panggilan nama saja seperti sebelumnya.

Oji yang mengerti maksud Ferel lalu tersenyum geli. "Bukan itu Sayangkuuu, maksud aku itu lho honeymoon. Kamu gak ingin apa memangnya jalan-jalan sama aku kemana gitu, Korea? Perancis? Disneyland? Maldives? atau apa gitu yang biasa perempuan ingin buat destinasi honeymoon," jelas Oji sambil menatap Ferel yang masih fokus dengan gelas susunya.

Ferel sebenarnya senang mendengar ajakan Oji, jujur ia terkejut dan ingin berteriak lalu memeluk suaminya itu karena itulah keinginannya selama ini yang selalu ia pendam kemudian ia lupakan karena tidak ingin kecewa untuk kedua kalinya dan membuat Oji terbebani.

"Hmmm, enggak apa-apa kok Mas kalau pun gak usah ada honeymoon atau segala macem itu, gak usah dipaksain. Maaf ya waktu itu aku marah dan diemin kamu lama, maaf udah jadi istri yang buruk," ujar Ferel lirih karena ia teringat perilakunya yang buruk pada suaminya.

Memang, pernikahan mereka baru sebentar, disebut sebesar biji jagung saja sepertinya belum bisa, namun itu tidak akan terasa karena sejauh ini mereka tidak pernah bertengkar hebat. Bukan tidak pernah mungkin, namun belum- ya setidaknya itu yang Ferel yakini, sehingga Ferel selalu berdoa agar hal itu tidak akan pernah terjadi di dalam bahtera rumah tangganya.

Setelah prosesi pernikahan, mereka tidak seperti pasangan pada umumnya yang menginap di hotel atau tinggal sementara di rumah orang tua mereka. Oji langsung membawa Ferel ke rumah yang sudah ia persiapkan untuk masa depannya yaitu keluarga kecilnya kelak bersama Ferel, dan rumah itulah yang hingga kini mereka tempati.

Oji memang mengambil cuti hanya seminggu, yang berarti bahwa setelah hari pernikahannya hanya bersisa 2 hari untuk menyisihkan waktunya bersama Ferel. Sedangkan Ferel sangat menginginkan honeymoon, namun Oji tidak dapat mengabulkannya sehingga saat itulah perdebatan kecil sudah hadir di antara mereka.

Kemudian, setelah sebulan pernikahan mereka, Oji mengajak Ferel untuk ikut dengannya ke Singapura. Sekalian lumayan menurut Oji, walau hanya sebentar Ferel dapat menganggapnya itu adalah honeymoon mereka.

Namun, lagi-lagi Ferel kecewa karena Oji meminta maaf bahwa ternyata ia tidak memiliki waktu di sana untuk jalan-jalan atau sekedar bersama. Bisa saja sebenarnya ia mengajak Ferel, namun ia tidak tega meninggalkannya sendiri di kamar hotel atau membiarkan istrinya itu jalan-jalan sendiri di negara tetangga.

Oleh karena itu, Oji lebih baik meminta Ferel untuk menginap dengan orang tuanya jika bosan sendiri di rumah.

Ferel kesal, setelah Oji pulang ia tidak mau diajak pulang ke rumah mereka. Bahkan setelah dipaksa orang tuanya untuk pulang, Ferel masih terus mendiamkan Oji. Oji yang mengerti hanya bisa tetap bersikap seperti biasanya, membuat Ferel kesal, walaupun tidak ada teriakan atau omelan untuknya, dan mengajak bicara walau hanya dijawab sekenanya oleh Ferel.

Hingga akhirnya Ferel sadar bahwa ia sudah keterlaluan, ia sudah membuat beban suaminya bertambah. Padahal suaminya itu sibuk bekerja pun untuk siapa, tentu untuk dirinya dan anak-anaknya kelak.

Mulai dari saat itulah Ferel menahan dan mencoba langsung melupakan keinginannya jika itu mengenai honeymoon atau hal lainnya yang dapat mengganggu pekerjaan Oji.

"Sayang, kenapa ngomongnya kayak gitu? Udahlah itu udah lewat, lagi pula itu salah aku yang selalu buat kamu kecewa. Sekarang, kali ini, aku minta pendapat kamu nih. Gimana, mau gak?" jelas Oji menatap sambil menggenggam tangan istrinya yang sudah tidak memegang gelas.

Ferel balas menatap Oji dengan mencari keraguan di mata suaminya itu, namun nihil. Ia tidak menemukannya. "Beneran? Enggak akan apa-apa sama pekerjaan kamu?" tanyanya hati-hati takut menyinggung perasaan Oji.

Oji tersenyum lalu menarik istrinya itu agar duduk dipangkuannya. Ia mendekapnya dari samping dengan Ferel yang sudah mengalungkan lengan di lehernya.

"Hmmm, gak tau lagi harus bersyukur gimana lagi ya punya istri kayak kamu. Kadang aku aneh kamu gak pernah minta ini itu atau minta yang macem-macem, belanja aja kamu gak semaniak kata orang-orang kalo perempuan tuh hobinya belanja, kamu malah hobinya bikin aku bersyukur," ucapnya sambil merapikan rambut-rambut Ferel yang tidak ikut gulungan rambutnya.

"Pekerjaan aku aman kok, lagian kan tahun baru ini aku belum ambil jatah cuti. Jadi sekarang keputusan ada di tangan nyonya Ranozy," jelas Oji menatap istrinya yang dari tadi diam saja namun memandangnya haru.

Ya, Ferel terharu mendengar penuturan suaminya itu. Ia tidak menyangka, Oji, suaminya bukanlah remaja yang tengil lagi, bukan cowok brengsek yang dulu sering membuatnya terluka.

Oji adalah lelaki dewasa yang kini merupakan suaminya, terkadang menyebalkan namun ia sangat menyayanginya. Tidak, bahkan ia sangat mencintainya.

"Eeh kok kamu kayak mau nangis gitu sih? Aku salah ngomong ya? Yang jangan nangis dong," panik Oji sambil memegangi pipi dan pundak istrinya.

Ferel tidak menjawab ia hanya tersenyum lalu detik berikutnya ia mengecup singkat Oji kemudian memeluk suaminya itu sambil menitikan air mata kebahagiaan.

"Makasih, I love you Mr. Ranozy."

Oji tersenyum lalu membalas pelukan sang istri, "I love you so much too Mrs. Ranozy."

••••

Please support me with your Vote and Comment❤️

KEEPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang