Di ruangan yang serba putih,
Seorang gadis cantik dengan semua alat bantu yang melekat di tubuhnya masih belum mengalami perkembangan yang berarti.Sedang seorang yang duduk di sampingnya kini adalah orang yang terlihat sangat membenci keadaan itu. Di temani sang bunda yang juga setia berada di tempat ini setahun terakhir.
Ruang Cahaya nomor 3 adalah saksi kesetiaan anak dan ibu yang kini berada di dalam penantian yang sama. Tentang keadaan wanita yang kini menjadi objek penglihatan mereka kini.
"Bunda, bunda setuju kan kalo Jani itu manusia." Ada senyum di wajah sendu Arga ketika mengucapkan lelucon itu, sebuah usaha menghilangkan sedih yang masih saja setia bersama dirinya.
"Tentu" ucap seorang wanita paruh baya yang Arga menyebutnya bunda.
Sebagai orang paling bertanggung jawab dengan Arga, Bunda semakin tidak ingin melihat anak semata wayangnya bertingkah seperti ini.
"Bunda, Jani cantik" lanjut Arga masih dengan tatapan kosong paling indah miliknya.
"Jani, kapan bisanya kamu bangun?
Gak capek nunggu. Tapi miliknya aku gak boleh males." Arga tau tidak akan mendapat jawaban dari pertanyaannya itu. Tapi Hanya dengan seperti itu caranya mencintai jani."Arga, Janinya kamu masih capek. Gak papa kan, Jani tidurnya agak lama lagi." Bunda tidak lagi mampu menahan tetesan tetesan hangat milik matanya itu.
"Bunda tau kan, Arga gak suka kalo permintaan Arga gak diturutin. Tapi untuk kali ini, Jani jadi pengecualian"
Senyum tulus lagi lagi menghiasi wajah tampan sedikit tidak terurus ini."Bunda, gak usah khawatir. Aku gak akan bisa kenapa-kenapa." Kata Arga mengalihkan pandangannya ke Bundanya. Dengan senyum tulusnya.
"Mungkin ini saatnya untuk kembali melanjutkan hidup." Lanjutnya.
"Kamu yakin?" Bunda terlihat bahagia juga tidak percaya dengan apa yang di dengarkannya tadi. Wajar saja karena setelah kejadian itu, Arga sangat menutup diri, terlihat enggan melanjutkan hidup.
"Arga gak mau nanti kalo Jani bangun. Aku kusut kayak gini Bunda" Ucapnya tersenyum karena benar membayangkan reaksi Jani jika benar ia bangun sekarang.
"Kuliahku harus selesai Bun, Jani pasti marah besar nanti." Lanjutnya dengan ekspresi panik dibuat-buatnya. Diikuti tawa Bunda. Anaknya telah kembali, Arga harus kembali jadi anak penuh keanehan lagi. hal itu yang telah ada di benaknya saat ini.
***
"Jani gimana Ga?" Ucap cewek dengan rambut dicepol asal, kesan cuek juga tomboy sangat jelas dari penampilan cewek ini.
Arga berada di kafe dengan nuansa kayu yang sangat dominan, di tempat duduk paling pojok yang sudah jadi tempat favoritnyanya dan Jani. Tempat yang sering mereka datangi menghabiskan waktu bersama.
Ditemani secangkir coklat Jani dan kopi Arga juga tidak lupa dengan tingkah aneh Arga, mampu membuat arti dari bahagia paling sederhana.
Hanya saja untuk saat ini sedikit berbeda, bukan Jani yang duduk di depannya seperti biasa.
"Jani masih cantik. Selalu cantik." senyumnya tidak akan lepas jika membahas Jani.
"Are you okay, Ga?"
"Tasya, Jani suka banget sama hujan." ucap Arga tidak peduli dengan tatapan menyelidik milik Tasya.
Arga masih manusia aneh milik lo Jani. Satu-satunya orang yang Lo anggap dunia masih mencintai lo dengan sangat baik. Tasya tidak lagi memotong ucapan Arga, menunggu cerita tentang Jani selesai.
"Katanya hujan manis. Tapi gue cobain gak manis. Terus manisnya dimana? Lo tau gak? " Ucapnya dengan menatap menikmati rintik hujan yang baru saja menjatuhkan diri kebumi. Membayangkan seakan Jani hadir bersamaan dengan jutaan titik-titik air yang jatuh.
"ya kayak gini. Manisnya saat lo bisa rasain hadirnya Jani dengan lo nikmatin suara hujan. Katanya, hujan bawa pesan dari mamanya dari langit. Katanya dengan suara hujan dia bisa inget semua moment indah keluarganya dengan sangat baik. Terlebih mamanya Jani juga suka hujan. Manisnya jani sederhana, Ga" lanjutnya.
Ariska Renjani, cewek dengan sejuta keceriaan ini hanya tinggal sendiri. Mama dan papanya sudah meninggal sejak Jani duduk di kelas tiga menengah pertama. Jani tidak memiliki siapapun selain mama dan papanya karena dari kedua pihak, orang tuanya adalah anak tunggal.
Jadi setelah kejadian yang menewaska orang tuanya, Jani tinggal dengan Tasya. Sahabatnya dari kecil. Tetapi untuk biaya hidup, orang tuanya sudah sangat mempersiapkan segalanya untuk Jani. Karena itu, Jani berani mengambil keputusan untuk melanjutkan sekolah di luar kota Bandung, Tempat kelahirannya.
Jani memilih untuk sekolah SMA di Jakarta dengan alasan tidak ingin merepotkan keluarga tasya. Juga tidak ingin terlalu lama bersedih di tempat itu.
"Jani kuat ya Sya. Dia cewek terkuat yang pernah gue kenal" Kata Arga kagum dengan ketegaran wanita yang sangat di kasihinya itu.
"Dia sahabat tangguh gue. Terus lo ngapain hubungin gue? Katanya penting. Nyatanya cuman butuh temen yang mau nemenin. Gitu? Iya?" Kata Tasya kesal dibuat-buat.
"Ya gak gitu juga si Sya. Gue mau minta tolong ke lo. Bisa gak?"
"Sebisa gue. InshaAllah "
"Bantuin jaga Jani, temenin Bunda. Kasihan bunda sendirian. Gak ada yang diajak ngobrol nanti."
"Lo mau kemana? Lo gak aneh-aneh kan Ga? Gak bakal bunuh diri kan lo?" Ucap Tasya panik. Dia tidak ingin Arga berbuat bodoh lagi.
"Ya gak lah. Gue gak segila itu" ucap Arga sambil tertawa. Mungkin saja dia gila sekarang. Tapi dia juga masih ingin bersama Jani.
"Terus?" Kata Tasya ketus. Kesal dengan ucapan arga yang menurutnya ambigu.
"Surat peringatan dari kampus. Gue harus wisuda Sya tahun ini. Gue harus lanjutin mimpi gue dan Jani.
Bentaaar doang, Sya.""Gue janji, setahun lagi gue bakal pulang jemput Jani dan bunda.
Gua cuman butuh setahun di singapure Sya, Kafe disana juga lagi butuh gue. Gue harap lo mau di repotin selama gue gak ada." Kata Arga meyakinkan Tasya.Dia harus menyelesaikan kuliahnya disana. Dan juga kafe milik Jani sudah lama Arga tidak mengontrolnya langsung. Dia harus mempersipakan semesta milik mereka dengan sempurna.
Jani harus bangun yaa.Sedikit lagi semesta selesai dengan planet kita. Planet yang isinya cuman ada Jani, Arga, sama Bunda. Sesuai pesanan Jani.
"Lo harus nepatin janji itu Ga. Jemput Jani satu tahun setelah ini." Tasya tak mampu menahan rasa haru. Jani tidak salah mencintai lelaki ini dengan sepenuh hati juga pikirannya.
"Gue pergi ya Sya." Kata Arga kemudian berdiri.
"Sekarang?"
"Gak, taun depan. Yaa iya lah Sya, barang-barangnya udah di mobil. Dan, Sya! Gue titip surat ini buat Jani nanti kalo dia bangun. Bilangin juga, hubungin gue secepat yang dia bisa. Jangan lupa, bilang juga gue masih manusia anehnya Jani ya." Ucap Arga dengan serius sambil memberikan surat yabg dimaksudnya. Tidak ada wajah kejailan disini. Seperti inilah seorang Dimas Argantara. Manusia anehnya Jani.
Arga pergi, Tasya masih saja menatap lurus kepergian Arga.
Semoga saja, Ini seindah janji Arga. Semudah ia mengukir senyum di wajah cantik Jani. Dan ia berharap, ini bukan pertemuan terakhir mereka. Ada Janji yang harus ditepati. Harus ada yang datang menjemput juga menjamin kebahagiaan bagi sahabat terkuatnya, Ariska Renjani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjani
Teen Fiction"Semesta! Tolong bilang ke Jani untuk masalah melupakan aku tidak sehebat dirinya. Mencintai tidak sesederhana hadir kemudian pergi, Jani. sudah banyak kisah yang sangat disayangkan jika hanya menjadi kenangan." _Arga_ "Akan selalu ada tempat untuk...