Waktu cepat berlalu, musim silir berganti,
pengalaman semakin bertambah
ukiran manis di pengujung tahun menjadi saksi bisu sebagai pengalaman berharga
tapi aku tahu ikiran manis di masa depan jauh lebih berharga
Tak terasa aku sekarang sudah menginjak tingkat 4 di kampus, tapi tidak ada yang berubah dari ku aku tetap menjadi Nda yang dulu, dan masih tetap bersama dokter lebay. kita tepat seperti sedia kala yang selalu berantem dan bercanda bersama. Pada semester ini aku harus rajin belajar untuk bisa mengikuti ujian proposal penelitian.
Dengan sungguh-sungguh aku mengerjakan proposal itu hampir lima bulan aku bergelut dengan proposal itu, dan orang spesial yang selalu membuatku semangat yaitu dokter lebay. Dia rela menemani ku untuk penelitian walaupun tidak setiap hari, hanya ketia dia libur saja. Hari yang kutunggu selama 5 bulan lebih akhirnya aku bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian proposal. Waktu demi waktu aku tunggu dan setelah satu bulan menunggu jadwal ujian pun di hadapanku minggu depan aku akan ujian. Aku membaca dan memahami proposalku di depan jendela, aku hanya takut kalau aku gagal, ke khawatiranku semakin menjadi-jadi, aku takut mengecewakan orang-orang di sekitarku yang selalu setia mendukungku. Terdengar suara dering ponsel di atas meja belajar. Di layar poncel tertulis dokter lebay
“ Hallo dokter lebay?”, kataku sambil membolak-balik lembar demi lembar proposal
“Hallo manja, lagi ngapain, kapan ujiannya?”
“Lagi meratapi nasib, minggu depan aku ujian, tapi aku takut”.
“Apa yang kamu takutkan, tetap positif thingking dan salalu berdoa”.
“Aku takut mengecewakan semua orang yang membantuku”.
“Aku yakin kamu bisa, jangan takut gagal, kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”.
“Iya ren, semoga aku bisa membahagiakan orang di sekitarku, aku minta doanya saja”.
“Itu pasti tanpa kamu meminta pun aku dengan iklas mendoakan mu, sekarang udah malam kamu bobok gih biar ga anemia, selamat malam manja”.
“Makasih doanya, selamat malam juga”. tut...tut...tut...
****
Satu minggu sudah berlalu tidak terasa waktu begitu cepat, hari yang kunanti selama ini akhirnya datang juga. hari ini aku akan mengahadapi sidang dengan tiga penguji proposal. Kali ini aku di dampingi teman-temanku dan tak lupa riri pun ikut mendampingiku, untuk saat ini rendi tidak bisa mendampingiku karena ada tugas praktik.
Memasuki ruang sidang serasa memasuki ruangan berhantu, hening dan terdapat tiga penguji di depanku. Akupun memulai persentasiku selama sepuluh menit setelah itu penguji melontarkan pertanyaan kepadaku. Setelah sekian pertanyaan akupun menjawabnya. Tetapi semua jawabanku itu membuat penguji makin bertanya terus, dan ada pertanyaan yang tidak bisa aku jelaskan karena aku belum paham akan pertanyaan itu dan penguji itu tetap tidak mau memberi kesempatan untuk penelitian ku ini, karena ini menurutnya kurang pas untuk di teliti, dari kesimpulanya aku di nyatakan tidak lulus.
“Untuk saudari Ainda dinyatakan tidak lulus dan harus mengulagi penelitian lagi dan mengikuti ujian proposal di bulan berikutnya”. Kata penguji utama.
Setelah itu semua penguji keluar ruangan sidang. Aku tidak bisa berkata apa-apa, aku hanya diam dan air mata pun jatuh dan membasahi kedua pipiku. Riri langsung memelukku dengan erat. Dan berbisik pada ku “Yang sabar ya nda, mungkin ini belum saatnya”. Aku masih berdiam tanpa kata, akhirnya ketakuatanku menjadi kenyataan, aku bingung harus gimana, aku sudah mengecewakan semua orang yang sudah membantuku.
Aku frustasi setelah kejadian ini, aku menganggap semua ini tidak ada gunanya dan semuanya sudah berakhir. Aku di antarkan riri pulang karena keadaan ku yang masih syok dan ling lung.
Setelah sampai rumah aku langsung masuk kamar dan berdiam di kamar, air mata tidak mau berhenti membasahi pipiku, sesekali ponsel di dekat ku berdering tapi aku mengabaikanya.
Terdengar suara ketukan pintu kamarku *tok *tok *tok
Ibu membuka pintu kamarku, dan memelukku dengan erat.
“Anak ibu yang sabar ya, mungkin Allah memberi ujian ini agar Nda bisa lebih baik lagi, ibu tidak kecewa kok, ibu senang sekali Nda sudah mau berusaha sampai saat ini, kalaupun Nda gagal bukan berarti Nda harus seperti ini, Nda harus bangkit dan lebih semangat lagi”. Kata ibu berkata lebut di telingaku.
“Bu maafin Nda, masih belum bisa membanggakan ibu sampai saat ini, Nda tidak pantas jadi anak ibu”.
“Nda enggak boleh ngomong gitu lagi, ibu tetap sayang sama nda, dan selalu mendukung Nda”. Sambil membelai rambutku.
“Nda pengen sendiri dulu bu”.
Setelah itu ibu pergi, rasanya aku menyesal, kegagalan membuatku takut untuk melanjutkan langkahku kedepan.
Dua hari berturut-turut keadaan ku masih sama, tidak keluar kamar dan tanpa memegang ponsel sama sekali. Aku hanya berdiam di depan jendela dan merasakan hembusan angin yang menyapaku. Aku merasakan sakit di perutku tapi aku menghiraukanya. Wajahku pucat badanku terasa lemas. Sepertinya aku ingin meng akhiri hidupku saja.
****
*tok *tok *tok
Ibu membukakan pintu.
“Assalamualaikum tante, maaf tante rendi kesini tanpa kabar-kabar dulu”. sambil menjabat tangan
“waallaikum salam, Iya nak rendi, terimakasih sudah datang ayo duduk dulu, biar tante buatin minum dulu”.
“Enggak usah tante, saya mau tanya tentang keadaanya Nda, sekarang Nda di rumahkan tante”. Tanya rendi pada ibu
“Iya Nda di kamarnya sekarang, nak rendi sudah tau kan kejadian kemarin?”.
“Iya tante, kemarin Riri ngomong ke aku kalau dia tidak lulus ujian, tapi bukan berarti riri harus seperti ini”.
“Iya nak ren, sejak kemarin Nda menyendiri di kamar, dia hanya diam, tidak mau makan, wajahnya pucet sekali, tante tidak tega melihat keadaan Nda seperti ini, tante mohon bantu nda supaya nda seperti sedia kala, yang periang dan pantang menyerah, mungkin kalau sama nak rendi, Nda bisa bangkit lagi”.
“InsyaAllah tante, aku juga ingin Nda seperti dulu lagi.
Setelah itu rendi di antarkan ke kamar ku, dan melihat keadaanku. Aku tetap berdiam dengan pandangan kosong, tangan hangat dan lembut itu mengusap rambutku yang berantakan.
“Nda kenapa kamu seperti ini, mana Nda yang aku kenal selama ini yang selalu periang dan selalu bercanda, kenapa semua ini membuamu seperti ini?”.
Aku mendengar kata-kata itu tapi dalam otaku sudah aku simpulkan kalau aku ini tidak berguna dan hanya mengecewakan semua orang yang ada di sisiku. Aku tidak mampu menjawabnya. Tapi rendi tetap melontarkan kata-kata agar aku bisa bangkit.
“Nda semua kesuksesan itu tidak bisa di dapat dengan cara instan, mungkin hal ini kamu masih di uji agar kesuksesan mu kelak berwarna, ini adalah awal dari proses kesuksesan, kamu harus bangkit dan jemputlah kesuksesan itu”. rendi menatapku dengan mata berkaca-kaca.
Aku masih diam dan merasakan hal aneh dalam tubuhku, perutku yang sakit dan letih aku rasakan.
“Nda .... Bangkit”. Rendi berteriak padaku agar aku meresponya, tapi apa daya, tubuhku dan mataku tak sanggup lagi dan akhirnya aku tumbang di pelukan rendi.
“Nda... nda bangun.... nda kamu kenapa.... nda”. Sambil menepuk pipiku yang keadaan ku tak sadarkan diri.
****
Rendi dan ibu membawaku kerumah sakit karena keadaan ku seperti ini.
“Dokter gimana keadaan Nda”. Ibu langsung melontarkan pertanyaan ketika dokter itu keluar dari ruang IGD.
“Ibu yang sabar ya, anak ibu sekarang sudah mendapat perawatan, anak ibu mengalami frustasi sepertinya sehingga menyebabkan asam lambungnya naik, tekanan darahnya juga lemah”.
“Dokter butuh berapa lama Nda harus di rawat di sini?”. Rendi menanyakan pada dokter itu.
“tergantung kondisi nya selelah sadar, kamu yang sabar ren, kamu harus menjaganya dengan baik”. Kata dokter itu, karena ini di rumah sakit dimana rendi bekerja sehingga banyak yang sudah mengerti kedekatanku dengan rendi.
****
Aku terbangun dari tidurku aku melihat sekelilingku ruangan putih dan biru, aku melihat infus yang ada di tanganku, melihat seseorang yang tidur di dekat tangan ku.
“Aku dimana?”. Kataku dengan nada lirih.
“Nda kamu sudah sadar”. Rendi langsung bangun, dan menatapku,
“Aku tidak mau di sini, aku mau pulang”. aku berusaha melepaskan infus itu dari tangan ku, aku berusaha turun dari ranjang tempat tidur,tapi dengan sigap rendi menahan tangan ku yang mau melepaskan infus dan memelukku dengan erat agar aku tidak bisa pergi.
Salah satu perawatpun masuk karena mendengar jeritanku. Perawat itu langsung membantu rendi menenangkan diriku yang takut sekali dengan infus. Perawat itu langsung memasukan bius yang membuatku lemas tidak berdaya, tetapi tidak membuatku tertidur.
Aku hanya terdiam, dan melihat tangannya rendi yang memegang tanganku dengan erat.
“Nda kamu kenapa sampai seperti ini, semua ini tidak berakhir, kamu harus bangkit”.
Aku hanya mengeluarkan air mata tanpa satu kata pun.
“Nda ... Nda... kamu masih sayang kan sama orang tuamu, kakak mu, kamu sayang kan sama aku... kenapa kamu seperti ini, kamu harus melawan semua ini kamu harus menjadi yang lebih baik lagi kamu jangan terpuruk hanya karena kegagalan semata, aku akan selalu ada untukmu nda, aku ingin kamu seperti dulu lagi”.
aku masih belum mampu untuk memikirnkan semua itu, aku merasa kosong isi otakku, dan aku merasa semua ini sudah berakhir, aku tertidur dengan kenyataan buruk ini. Rendi dengan sabar menunggu aku terlekap di tangannya. Dia tetap berusaha membuatku bangkit dan selalu ada dalam keadaan ku seperti ini.
&&&&
Quote :
“Jangan mudah menyerah, semua dari kegagalan adalah awal dari kesuksesan yang tertunda. Apapun yang kamu lakukan itu tidak ada yang sia-sia karena apapun yan kamu lakukan ada makna tersendiri buat hidup mu, so jalani dan nikmati semua prosesmu dan jemputlah kesuksesan. Karena kesuksesan itu tidak ada yang instan dan tidak mau datang tanpa di jemput”
Terimakasih sudah membaca perdananya Part 2 ini, di sini ada bumbu-bumbu kenyataan dari kehidupanku.
Semoga kalian suka ya. LOVE U ALL <3 jangan lupa vote dan komen ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me Vs Doctor
RandomPerjalanan kisah Cinta seseorang yg benci terhadap dokter dan menjadi Cinta pertama dan sejati