Di stasiun kereta itu. Aku menulis puisi untukmu. Masih pekat, dan begitu lekat
gurat kesedihan saat kereta berangkat.Stasiun kereta dekat pusat kota, tempat pedagang asongan menjajakan sebotol minuman yang kuberi padamu. Kau sedikit tersedak mengucap selamat tinggal, saat kubalas "Aku mencintaimu."
"Sekian lama menunggu, setelah memutuskan pergi, kenapa bilang?" katamu. Jujur saja aku ragu, tidak ada tampak raut menginginkan selama ini. Dan, di sinilah puisiku jadi.
Stasiun kereta, saat kamu menjadi semu. Dan kata-kata tak sanggup membawanya kembali. Pergi dan meninggalkan puisi.
-Yong Dede
@seumpama.senja
YOU ARE READING
seumpama senja
PoesíaAku tak akan mati, hingga seribu tahun lagi. Aku hidup dalam syair yang kusimpankan untukmu. Bacalah, maka aku hidup.