Hari ini aku ikut membantu mengurusi toko kue. Melihat banyak pelanggan yang datang, membuat Risma dan Novi tampak kewalahan. Maklum, jika minggu toko kueku pasti selalu ramai pembeli. Dengan telaten kami bertiga melayani pelanggan hari ini dengan seramah mungkin
Di sudut ruangan tampak Zizi dan Mang Badri sedang bercanda. Aku tersenyum melihat keakraban mereka. Terlihat sosok ayah yang sangat ku rindukan sedang menemani Zizi. Air mataku kembali mengalir tanpaku sadari. Tepukan pelan di pundak menyadarkanku kembali ke dunia nyata
"Mbak Dea kenapa? Kok nangis? Sakit? Atau mbak kecapean? Pelanggan sudah mulai berkurang bak, sebaiknya mbak istirahat" ucap Novi sambil tersenyum
"Maaf ya Nov, mbak gak papa kok. Hanya keinget ayah saja makanya agak baper" aku tersenyum sambil mengusap air mataku
"Yang sabar ya bak, saya cuma bisa sambung doa aja ya bak. Semoga ayah mbak diterima di sisi-Nya. Aamiin..." Novi mengusap wajah dengan kedua tangannya yang diikuti olehku
"Makasih ya Nov" aku tersenyum tulus membalas doa Novi untuk ayah
Aku melirik Zizi yang masih asyik bercanda dengan Mang Badri. Risma dan Novi kembali mengisi tempat kue yang kosong dengan kue baru yang sudah dibuat. Novia Ardana, dia mahasiswi jurusan akutansi semester 4 di salah satu perguruan tinggi ternama di Yogyakarta. Dia asli Magelang tapi merantau dan melamar kerja di Zizi Cake beberapa tahun silam. Aku langsung suka melihat caranya bekerja dan tanpa basa-basi aku menerimanya. Novi sangat cantik, tubuhnya semampai walaupun tidak terlalu tinggi. Dia sedikit berisi di beberapa tempat, tapi dia selalu menutupinya dengan pakaian yang sangat sopan. Rambutnya sebahu, hitam dan lurus. Biasanya jika sedang bekerja, dia akan menggulung rambutnya dan ditutupi dengan bando yang memang aku siapkan disini. Usianya hanya terpaut 2 tahun di bawahku
Beda dengan Novi, Risma Diara adalah gadis yang kalem dan paling muda diantara kami bertiga. Dia juga berhijab sama sepertiku. Dia anak panti asuhan yang diwajibkan meninggalkan panti jika sudah lulus SMA. Aku bertemu dengannya secara tak sengaja saat berbelanja di swalayan. Melihat wajah lelah dan mata sembabnya membuatku iba dan membawanya bersamaku. Sejak itu aku mengajarinya membuat kue dengan Novi. Aku menyediakan tempat tinggal yang tergabung dengan toko kueku untuk mereka berdua. Awalnya aku mengajak mereka untuk tinggal bersamaku, tapi keduanya menolak dan memilih untuk kost. Berbekal pinjaman dari bank aku memutuskan untuk membuat tempat tinggal sederhana untuk mereka berdua disini. Kinerja keduanya memang tidak mengecewakanku, mereka memberi pelayanan yang maksimal pada banyak pelanggan yang datang. Akhirnya setelah 2 tahun berjalan, Zizi Cake mulai banyak dikenal dan kami juga melayani pesanan lewat media sosial. Sekarang setelah 4 tahun berjalan, aku mulai memetik hasil jerih payahku selama membangun Zizi Cake. Aku bisa membuatkan rumah yang lebih layak untuk tempat tinggalku bersama Zizi, Mang Badri dan Bi Denok. Aku juga mencicil mobil pribadi dan 3 sepeda motor untukku, Mang Badri dan Novi.
Risma adalah pribadi yang agak tertutup, dia jarang curhat seperti Novi padaku. Akupun menghargainya, karena mungkin waktu 4 tahun yang sudah dilaluinya bersamaku masih belum cukup untuk membuatnya lebih terbuka. Risma tidak melanjutkan kuliahnya seperti Novi, dia lebih memilih fokus bekerja di toko kueku. Risma gadis yang santun dan penyayang, tapi entah kenapa aku merasa dia memendam kepedihan yang sangat besar dalam dirinya
Aku hanya mempercayakan Zizi cake pada mereka berdua. Mereka bukan hanya karyawan tapi mereka sudah seperti saudara untukku. Mereka juga tidak pernah mempermasalahkan masalah gaji selama bekerja disini, tapi aku rutin mentransfer uang ke rekening mereka setiap bulan. Novi juga butuh biaya untuk kuliah, dan Risma meskipun tidak kuliah seperti Novi tapi aku yakin dia juga punya kebutuhan pribadi yang harus dibelinya
Menjelang tengah hari, kami bertiga menutup toko sementara untuk menunaikan kewajiban kami sebagai seorang muslim. Mang Badri membantu menutup toko, aku menggendong Zizi dan membawanya ke Musholla kecil yang memang aku buat di belakang Zizi Cake. Kami bergantian membersihkan diri lalu sholat berjamaah dipimpin Mang Badri. Selesai berdoa kami bersalaman satu sama lain
"Bunda, kapan ayah pulang? Zizi kangen loh... Zizi mau cerita sama ayah kalo Zizi sekarang sudah sekolah" Zizi menatapku dengan pandangan memohon
Mataku mengabur oleh air mata yang menggenang. Perkataan Zizi seakan mengorek kembali luka lama di hatiku. Aku hanya diam sambil tersenyum dan berusaha menahan agar air mataku tidak kembali jatuh
"Sayang, dengerin bunda ya. Ayah masih sibuk jadi belum bisa pulang. Nanti kalo pekerjaan ayah sudah selesai pasti ayah pulang. Zizi jangan sedih ya nak, bunda ajak makan diluar ya biar Zizi senang. Mau?"
Perkataanku disambut anggukan penuh semangat oleh Zizi. Zizi pasti akan lupa tentang ayahnya kalo aku sudah menawarinya makan diluar. Zizi mencium pipiku sambil tersenyum lalu dengan semangat dia membuka mukena dan menggantungnya ke tempat semula. Mang Badri, Novi dan Risma melihatku dengan tatapan iba. Tapi aku hanya tersenyum dan mengatakan tidak apa-apa, semua pasti baik-baik saja
Selesai melaksanakan kewajiban sebagai muslim, kami kembali membuka toko. Biasanya jam segini, para mahasiswa yang mengambil jalur non-reguler akan banyak datang untuk membeli kue. Aku memang sengaja memilih tempat strategis di persimpangan jalan yang dapat dilalui oleh banyak orang. Mulai dari pegawai kantor sampai mahasiswa. Mereka juga kadang sering memintaku untuk membuka kafe kecil dan menambah menu kue di toko, bahkan kalau bisa juga menyediakan makanan. Tapi aku masih belum berpikiran jauh kesana, mengingat pekerja disini hanya ada dua. Merekrut pegawai yang langsung klop denganku sangat sulit, untuk itu permintaan mereka hanya ada dalam daftar rencanaku beberapa tahun ke depan. Sekarang aku hanya ingin fokus pada kue kering saja tanpa merambah ke yang lainnya
"Mang, tolong beli nasi pecel di tempat biasa ya. Nanti makannya gantian ya Mang soalnya kalo jam segini biasanya toko rame" Aku memberikan uang seratus ribuan pada Mang Badri
"Ini nasi pecel semua Non? Dak ada menu lain?" tanya Mang Badri
"Risma, Novi, Zizi. Kalian mau makan siang dengan apa? Soalnya Mang Badri mau berangkat"
"Eh jangan mbak, saya masak loh tadi sama Risma. Eman loh bak kalo dianggurin. Kita makan disini saja ya bak. Tadi selesai sholat lupa mau bilang ke mbak" ucap Novi
"Wah... Kebetulan tu Non, Mamang memang sudah lapar loh ini" Mang Badri tampak bersemangat
"Ya sudah, Mamang makan dulu ya. Nov, kamu juga ya sama Risma silahkan makan dulu. Ajak Zizi juga. Mbak mau jaga toko dulu"
"Bareng saja bak, nanti makanannya saya bawa kesini"
"Jangan Nov, mana bisa nikmat makannya kalo sambil kerja. Kamu makan duluan saja nanti mbak ganti ya"
Novi mengangguk dan berlalu ke dalam diikuti Mang Badri. Saat aku mengecek kembali persediaan kue tiba-tiba telepon rumah Zizi Cake berdering
"Assalamu'alaikum, selamat siang. Zizi Cake disini, ada yang bisa dibantu?"
Hening beberapa saat, aku menatap gagang telepon yang saat ini aku pegang
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu? Mas, Pak, Bu, Mbak atau..."
"Selamat siang..."
Deg.
Suara di seberang sana membuatku terpaku
.
.
.Ada yang nunggu cerita ini gak? Kalo gak ada aku tutup aja deh ne lapak
Sepi banget soalnya...
Votementnya donk jangan pelit biar jadi semangat buat up terus
😊😊😊😊😊😊😊😊😊Periksa typo ya guys
Kritsarnya juga soalnya tulisanku masih awam banget
Happy reading and enjoy this story 😘😘😘😘😘😘😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANDRA (FS1) ✔
General FictionFahreza Series 1 Deandra pikir hidupnya sudah tenang menjadi single parent untuk putri tercintanya. Semua menjadi kacau, saat seseorang dari masa lalunya kembali hadir. Seseorang yang pernah membuatnya bahagia dan menderita disaat bersamaan, Algio F...