"Just think of me with smile. Hold my memory in your heart. For all the loves I held so dear, I'll be there by your side." –Unknown
.
.
.
ᴥᴥ
TING..TING..
Suara dentingan piano itu mengalun pelan membelah keheningan yang menyelimuti sebuah auditorium besar yang kini dalam keadaan sedikit redup, tidak ada bunyi lain selain suara yang berasal dari permainan piano dari Sang pianis di atas panggung.
Auditoriumnya kosong?
Tentu saja tidak, justru sebaliknya.
Bangku-bangku yang berlapis kain beludru berwarna merah itu kini dipenuhi oleh para manusia yang sedang duduk dan menyaksikan aksi Sang pianis di atas panggung dalam keheningan.
Sementara Sang pianis yang sedang memainkan jari-jarinya diatas tuts-tuts putih piano tersebut hanya memejamkan matanya menikmati nada-nada harmonis yang sedang dimainkan oleh jari-jarinya di atas tuts-tuts piano tersebut.
"Chopin?"
"Tentu saja! Aku yakin kau bisa memainkannya."
"Ta-tapi-."
"Ah! Kau pasti bisa!Jangan tapi-tapian. Ayo mainkan!"
Sekelebat ingatan muncul dalam memorinya saat ia menikmati permainan piano yang sedang ia mainkan, membuat Sang pianis membuka matanya dan menampakan sepasang manik Sapphire-nya, rambut raven miliknya sedikit bergoyang saat ia mendongakan kepalanya ke arah grand piano hitam yang ada di hadapannya.
Jari-jari lentik miliknya terus bergerak menekan tuts-tuts piano di hadapannya menghasilkan alunan melodi harmonis yang mampu membius puluhan manusia yang kini menonton aksinya.
TING.
Nada terakhir itu menutup aksinya, dan tidak lama kemudian suara tepuk tangan bersahut-sahutan memberikan applause untuk aksi Sang pianis yang kini sedang membungkukan badannya kepada para penonton dari atas panggung.
Sementara Sang pianis hanya mampu memberikan senyuman hangatnya sebelum ia berjalan turun dari atas panggung.
'Étude Op.25 No.11:Frédéric Chopin'
Itulah yang tertulis pada lembaran kertas partitur yang ada di atas grand piano hitam di tengah panggung tersebut.
Suara tepuk tangan masih terus terdengar saat Sang pianis sudah berada di belakang panggung bahkan masih terdengar saat ia sudah sampai di depan ruang istirahatnya.
CKLEK.. DUG..
BRAAKK
Sang pianis langsung memasuki ruang istirahatnya dan berjalan gontai menuju ke arah meja rias di dalam ruangan tersebut.
Setelah sampai di depan meja rias tersebut, ia melepas kacamata yang tersemat diwajahnya sebelum mengusap pelan wajah tampannya.
Tangan yang semula berada di depan wajahnya kini berpindah meremas surai ravennya pelan, dan beberapa detik kemudian satu tetes liquid bening mengalir turun di pipi tirusnya dan disusul oleh isakan kecil yang lolos dari bibirnya.
"Kenapa aku masih mengingatmu?" Bisikan parau terdengar dari bibirnya dan disusul oleh iskan kecil.
Karena pada kenyataannya walaupun Sang pianis sudah berhasil memainkan pianonya dengan sempurna, namun faktanya ia masih tidak bisa melupakannya.
YOU ARE READING
Harukaze
RomansSudah lima tahun Ia pergi. Namun, nyatanya bayangannya masih membekas di dalam pikiran seorang Sakamaki Shuu./"Kenapa aku masih mengingatmu?"/'Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. AKU MENCINTAIMU.'/"Suki desu, Shuu-Kun."/"And if one day you feel a sens...