14

83.2K 13.9K 1.2K
                                    

Pak Ryan berjalan meninggalkan para pria Bagaskara, menghilang entah ke mana. Mungkin pria setengah baya itu butuh menenangkan diri, beliau sama syoknya dengan semua orang yang tahu keadaan Kania saat ini. Percaya atau tidak, beliau nyaris pingsan saat melihat Kania keluar dari ruang operasi. Terkejut, Pak Ryan terlalu terkejut dengan kondisi Kania saat ini. Semua 'kesempurnaan' Kania menghilang.

Alby mengalihkan pandangannya menuju pintu kamar rawat Kania, tanganya bergetar hebat saat menyentuh gagang pintu. Cukup lama Alby hanya memandangi tangannya, hingga sebuah sentuhan lembut mendarat di punggung tangannya. Dalam hitungan detik, sentuhan itu membantu Alby mendorong pintu kamar rawat. Alby menoleh ke samping kanannya, Kania ada di sana, berusaha meyakinkan Alby dengan senyumnya. Alby mencuri pandang ke arah tiga saudaranya, ketiganya terlihat mengawasi dalam diam dan saat itu juga Alby sadar. Tidak ada Kania hanya ada sebuah diary bersampul violet dalam genggaman tangan kirinya.

Mengumpulkan segenap keberanian, Alby mantap melangkah masuk ke kamar rawat. Suara mesin dan suara Ibu Yohana membacakan novel, menyambut kedatangannya. Alby terpaku di depan pintu, rasa tidak terima dengan keadaan Kania membucah. Bayangan Kania berdiri di depan rel - berteriak meminta kebahagiaan - menghindari kereta - tubuh Kania yang berdarah, berputar layaknya sebuah trailer film.

"Selama Ina bisa mempercayainya lagi..." Menyadari kehadiran Alby, membuat Ibu Yohana berhenti membacakan kutipan novel celebrity wedding karya Alia Azalea. Beliau menutup novel dan meletakkannya di atas kedua pahanya. Ibu Yohana menoleh ke arah Alby lalu kembali memandang Kania. "Nia, Alby datang," ucap Ibu Yohana. Sungguh, cara bicara Ibu Yohana terdengar bagaikan seorang abdi dalam kerajaan memberitahukan kedatangan raja.

Alby memakasa kakinya untuk melangkah, mengambil tempat yang ditinggalkan oleh Pak Ryan. Alby duduk di kursi samping tempat tidur, bersebrangan dengan Ibu Yohana. Tidak ada riasanya layaknya ibu-ibu konglomerat, tidak ada sanggul dan sasak tinggi. Ibu Yohana tampil begitu sederhana, cenderung pucat. Matanya bercekung, menunjukkan beliau terlalu sering menangis.

"Saya sudah membaca semua novel kesukaan dia, tapi dia tidak juga bangun. Padahal dulu dia sering meminta dibacakan cerita setiap pulang sekolah, kalau anak lain akan tertidur saat dibacakan cerita. Tapi Kania tidak, dia justru akan aktif bertanya, kenapa si A begitu? Kok bisa si C nggak marah sama si B?" Ibu Yohana membuka percakapan, "Saya berharap dia akan melakukan hal yang sama saat ini, saya suka sebal dengan rasa penasaran Kania yang menurut saya terlalu berlebihan untuk ukuran anak kecil. Tapi saat ini, saya rela ditanyai apapun asal dia bangun."

Alby tidak bereaksi atas ucapan Ibu Yohana, matanya hanya terpaku pada Kania. Kania yang pucat, Kania yang terpejam, Kania yang terlihat begitu ringkih, Kania yang kehilangan aura arogannya. Dan Alby tidak suka dengan kondisi Kania saat ini. Lalu sebuah pertanyaan jahat muncul di dalam otak Alby, sejak kapan dia suka dengan kondisi Kania? Dia selalu menganggap Kania sebuah bayangan.

"Alby," panggil Ibu Yohana.

Alby mengakhiri tatapannya pada Kania, beralih pada Ibu Yohana. Sejurus kemudian, Ibu Yohana menyodorkan sebuah amplop berwarna violet dan terlihat sangat berantakan. Seperti sudah pernah diremas, dibuang ke tempat sampah lalu diambil kembali.

"Ini ditemukan pada saku dress Kania pada malam kecelakaan." Alby memberi isyarat untuk Alby segera mengambil, "Saya menunggu kehadiran kamu untuk memberikannya secara langsung. Sepertinya Kania sudah tahu dia akan tertidur cukup lama, dia menyiapkan untuk kamu dan untuk kami - orang tuanya." Air mata lolos membasahi pipi Ibu Yohana. "Dia sedang merajuk, kepada kami dan kamu."

Dengan sedikit keraguan, Alby mengambil amplop violet itu. Ibu yohana berusaha untuk tersenyum tapi gagal, air matanya pecah, wanita setengah baya itu merengkuh punggung tangan Kania. Untuk pertama kalinya Alby melihat Ibu Yohana begitu patah hati, bahkan saat Kian memutuskan bersembunyi entah kemana. Ibu Yohana tidak serapuh sekarang.

perfect illusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang