1. Wedding

43.2K 1.3K 52
                                    

Sebelum masuk cerita, author mau cuap-cuap dulu. Sebenarnya sejak Ready for Marriage tamat bulan Oktober, para pembaca sudah banyak yang meminta sequel, termasuk penasaran akan kehidupan Derrel dan Andriana pasca menikah, tapi baru kepikiran sekarang untuk membuat sequelnya. Author kasih rate 21+ coz kayaknya ada banyak unsur mature, banyak nggak ya? Nggak banyak-banyak juga sih.. Meski mungkin nggak secara eksplisit. Harap bijak jika menemukan pembahasan-pembahasan dewasa. Biar lebih nyambung baca cerita ini, yang belum baca Ready for Marriage, silakan dibaca dulu ya. Untuk sekedar mengingatkan pembaca akan akhir cerita Ready for Marriage di extra part, author masukkan ulang part Wedding Derrel dan Andriana sebagai pembuka ya, cuma ada tambahan di bagian akhir, jadi yang dulu udah baca, boleh dibaca lagi. Oya menurut kalian dilanjut nggak ya? Ini untuk test awal ya, author akan publish dua part sekaligus hari ini. :)

Derrel's POV

Aku merasa gugup, deg-degan luar biasa. Kuhembuskan napas berulangkali. Kuatur napasku dan aku harap anxiety disorderku nggak kambuh di saat moment penting ini. Kulihat bayanganku di cermin. Kurasa semua sudah terlihat sempurna. Hanya pengendalian emosiku yang harus diatur lagi, karena perasaan gugup dan berdebar-debar itu terus menghantui.

Kurasakan sebuah tepukan menimpa bahuku. Kulirik seseorang yang berdiri di sebelahku.

"Jangan gugup Rel. Rileks saja. Semua pasti berjalan lancar." Aldefan tersenyum.

Kubalas senyumnya. Aku tak pernah menyangka kami menjadi sahabat baik sekarang. Bahkan dia seperti seorang sahabat sejati yang selalu siap membantuku tanpa pamrih. Dia dan Rayya sudah banyak membantuku dan Andriana hingga kami melangkah di detik ini.

"Terimakasih banyak Al. Kalian sudah banyak membantuku dan Andriana. Oya gimana ponakan kecilku? Sedang apa dia sekarang?"

Aldefan tersenyum. "Dia sedang tidur. Rayya nitip salam untuk kalian. Dia sebenarnya ingin banget hadir menyaksikan pernikahan kalian. Tapi dia baru seminggu melahirkan, belum pulih benar. Bintang juga masih terlalu kecil, jadi dia nggak bisa datang."

"Nggak apa-apa Al. Kami bisa memaklumi." Kuulas senyum dan kuhela napas. Mencoba mengontrol kembali kegugupan yang menguasaiku. Tenang Derrel.. Jangan gugup..

Aku duduk tertegun di depan paman Andriana yang menjadi wali nikah kami. Dia adalah wali terdekat Andriana karena ayah kandung dan kakek Andriana sudah meninggal, Andriana juga tak memiliki saudara laki-laki. Ada penghulu, saksi-saksi nikah, keluarga dari kedua pihak. Ayah tiri dan ibu Andriana, tante Grace, om Richard dan saudara sepupuku. Bahkan kakakku juga datang, dia dan keluarga kecilnya datang ke Indonesia kemarin. Aldefan, orangtua Aldefan, teman-temanku, teman-teman Andriana termasuk karyawan-karyawan di butik dan salonnya juga datang. Andriana masih di kamarnya. Dia baru akan keluar setelah selesai ijab qobul.

Acara belum dimulai, keringatku sudah bercucuran. Tante Grace bolak-balik mendekatiku hanya untuk sekedar mengusap keringat yang membasahi dahiku dengan tissue.

Acara dimulai juga. Paman Andriana menjabat tanganku, "saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan keponakan saya Andriana Putri binti Agus Prasetya dengan mas kawinnya berupa seperangkat alat sholat dan uang sebesar 1.707.017 rupiah, tunai."

Aku pun melafalkan bacaan qobul yang sudah aku hafal jauh hari sebelum hari-H, "saya terima nikah dan kawinnya Andriana Putri binti Agus Prasetya dengan mas kawin tersebut tunai."

"Bagaimana saksi, saudara-saudara, sah?"

"Sah"

Alhamdulillah, kuusap wajahku. Segala rasa gugup yang berkecamuk seakan sirna, tanpa kusadari setitik air mataku jatuh. Kami sengaja menggunakan uang sebesar 1.707.017 karena itu adalah simbol tanggal, bulan dan tahun pernikahan kami, 17 Juli 2017.

Suamiku Mantan Gay (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang