Aku mencintai hidupku. Buku ilmiah, pelajaran di kampus, perpustakaan kampus, novel dan komik. Semuanya aku suka. Yang tidak aku suka adalah ; tatapan aneh mereka ketika melihatku.
Memangnya ada yang salah denganku ? Aku hanya tidak habis pikir, mengapa mereka menganggapku berbeda dengan mereka hanya karena aku tak punya penampilan yang sama dan teman seperti mereka.
Kalian pikir, kenapa aku tidak mau berteman dengan mahasiswa sejagat kampus ini ? Alasannya satu, karena mereka memandang orang dari materi dan fisik. Jika tidak cantik atau tampan, tendang. Jika bukan anak orang berada, buang. Dan aku cukup terima kasih bukan bagian dari mereka.
"Eh, lo udah ngerjain tugas pak Benu ?" tegur seorang mahasiswa ketika aku akan masuk kelas.
Kunaikan kacamataku, memandangnya sebentar lalu menggeleng. Sebenarnya, aku sudah mengerjakannya. Namun sengaja bilang tidak agar tidak dicontek. Ugh ! Untuk apa aku memberikan contekan pada oeang yang tidak menghargaiku ? Yang baik padaku saat ada butuhnya ?
Dia berdecak kemudian melenggang bersama gadis disebelahnya. Berjalan angkuh menyusuri koridor kampus.
Aku duduk dikursi kosong barisan depan. Percaya atau tidak, aku satu satunya mahasiswa yang duduk diantara mahasiswi lainnya dibarisan ini. Karena para pria pria bodoh itu memilih berebut duduk dikursi belakang.
"Hai, Sam." sapanya duduk disebelahku.
Aku mengikuti gerak tubuhnya yang duduk disebelahku. Senyumnya merekah cantik. Dia satu satunya mahasiswi yang mau menegurku, dan aku malah heran pada yang lain malah memandangku aneh. Bahkan ketika aku mulai mengobrol dengan Ashley, mereka satu persatu menjauhiku.
Aku lupa bagaimana aku mengenal Ash, tiba tiba saja kami jadi akrab setelah dua minggu lalu aku terjatuh karena ulah jahil seseorang.
"Hari ini kamu ke perpustakaan lagi ?" aku mengangguk padanya.
Kulirik senyum manis diwajah cantiknya. Dalam hati merasa damai ketika dia adalah wanita cantik yang tidak pilih pilih teman.
Peduli setan dengan tanggapan orang orang disekelilingku.
"Boleh aku temani ?"
"Sure."
______
Sore sekitar pukul enam, aku berjalan bersama Ashley menuju perpustakaan. Heran, biasanya dia akan mengoceh panjang lebar tentang hari harinya. Seolah aku ini adalah diary hidup miliknya. Namun kali ini, Ashley diam membisu. Tatapannya kosong, juga tak ada aura 'hidup'.
"You get something problem ?" tanyaku sedikit khawatir.
Namun dia bergeming.
"Ash, kamu bisa cerita padaku, by the way. " ujarku sebelum membuka pintu besar perpustakaan.
Ku anggukan kepala sopan, menyapa librarian dan melewati rak rak tinggi menjulang bagian sastra. Aku melangkah menuju rak ilmiah dan meletakkan tasku dimeja kosong. Ashley duduk dihadapanku ketika aku kembali. Tatapannya masih sekosong tadi dan masih sedatar tadi.
"Kamu tidak seperti biasanya." tegurku membuka halaman buku. Meliriknya yang masih tak menyahut.
Kuabaikan dia dan mulai menuliskan rumusan rumusan yang menjadi tugasku minggu ini. Kubiarkan dia dalam posisi sama dan tak bicara.
"Aku ketoilet dulu." pamitnya segera, aku mengangguk mengiyakan.
Cukup lama Ashley pergi, tak lama dia kembali lagi dengan wajah lebih baik. Sudah bisa tersenyum.
"Feel better ?" tanyaku.
"Of course." jawabnya melayangkan senyum.
Aku kembali berkutat pada tugas yang sungguh sedikit menyebalkan. Kembali mengabaikan Ashley yang masih memandangku intens.
"Why ?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan.
"I love you." gerakan menulisku terhenti. Bulpoin yang kupakai terjatuh kelantai.
"Ash," aku susah payah menelan ludah.
Sungguh, tak pernah kubayangkan bahwa hari ini akan terjadi. Kupikir, dia tidak akan mengatakan ini. Dan aku juga tak berniat mengungkapkan perasaanku.
"Aku mau cari buku lagi " ujarku terbata beranjak dari kursi, berlari kearah rak kemahasiswaan.
Kuraih salah satu buku, saat kutahu Ashley memandangku lekat. Kutundukkan wajahku pura oura membaca buku induk mahasiswa angkatan dua tahun diatasku.
Ashley Vamilton.
2nd street, Pertuem.
Birth : Texas, 23 March 1990
Died : 12 June 2020
Aku kehilangan fokus ku.
Ashley yang didata ini memiliki wajah yang sama dengan Ashley yang duduk disana. Dia meninggal setahun lalu. Dan kini duduk sana menantiku. Kuletakkan lagi buku itu dengan gemetaran. Aku melangkah ragu menuju bangku tempat Ashley menantiku dengan senyum yang masih merekah.
Kutelan salivaku susah payah, ku beresi buku buku dan tas, bersiap untuk pergi. Sebelumnya, dengan perlahan aku mengambil pulpenku yang terjatuh tadi. Dan dengan penasaran serta takut yang berbanding lurus, ku toleh kaki Ashley.
Dan apa ? Tak ada telapak kaki disana.
"Aku harus pulang. Ini sudah malam." pamitku meraih ransel dan menggenggamnya kuat.
Ashley menyeringai dan itu cukup untuk membuatku makin berkeringat dingin.
"Sudah tau kan ?"
Aku berlari kencang keluar perpustakaan mengabaikan penjaga perpustakaan yang memandangku aneh.
Sempat kudengar, gumaman penjaga perpustakaan yang makin membuatku takut.
"Dia yang bicara sendiri sejak tadi, dia pula yang tunggang langgang lari."
_______