Semuanya memang berjalan seperti biasanya. Seokmin bergelut di dapur, menyiapkan semua menu pesanan pelanggan. Jisoo berdiri di belakang mesin kasir dan menampilkan senyuman termanis agar memberikan kesan yang baik pada para pelanggan. Tentu supaya mereka mau berkunjung ke sana lagi nantinya. Sayang, tingkah semangat itu sungguh berbeda dengan apa yang dirasakannya mereka.
Ya, ini adalah efek dari pesan Ayah Seokmin yang memberitahu bahwa ia akan kembali ke Korea dan memeriksa kafe yang Seokmin kelola dua hari lagi. Dan itu artinya, besok.
Besok Jisoo akan menghilang dari hadapan Seokmin. Besok Seokmin akan melupakan keberadaan Jisoo. Besok semua orang yang pernah berinteraksi dengan Jisoo akan benar-benar melupakan keberadaannya. Hati Jisoo kelu setiap kali mengingat kenyataan itu. Ia sungguh belum siap pergi dari kehidupan yang sudah membuat hidupnya sebagai Manusia Harapan menjadi lebih berwarna.
Jangan tanyakan bagaimana kondisi Seokmin. Pria itu malah menangis tidak karuan setelah membaca pesan sang Ayah. Harusnya, Seokmin bahagia karena Ayahnya akan berhenti meneriaki ancaman untuk berkuliah di Jepang. Sekarang pria bangir itu malah meraung ingin menghancurkan kafe miliknya sendiri, agar misi Jisoo gagal dan menetap di sampingnya lebih lama lagi.
Dengan alasan apa pun, semua yang Seokmin lakukan akan berakhir dengan sia-sia. Karena Manusia Harapan akan tetap menghilang setelah misi yang ia emban terlaksanakan.
Mengingat harapan pria bangir ini kemarin yang meminta agar sang Ayah berhenti menyuruhnya pergi ke Jepang, entah bisnis itu berakhir gagal ataukah sukses, pada akhirnya Ayah Seokmin tetap akan memutuskan bahwa putra tunggalnya itu cukup meneruskan bisnis di Korea.
Hingga kafe itu tutup, perasaan keduanya masih kalut. Begitu khawatir dengan apa yang akan terjadi di hari esok. Seokmin memang akan melupakan keberadaan Jisoo dan secara otomatis perasaannya pada gadis itu juga akan menghilang. Sebenarnya ia tidak perlu cemas akan hal itu. Tapi nyatanya, Seokmin kembali mengerang bahwa ia tidak ingin melupakan sosok yang sudah membuat hidupnya lebih baik.
Yang berat sebenarnya adalah posisi Jisoo, karena ia akan terus mengingat Tuannya meski telah kembali ke Dunia Harapan. Seharusnya yang mengerang tidak terima adalah Jisoo. Namun ia berpura-pura menjadi gadis tegar dan siap menerima takdir yang sudah menunggunya di hadapan.
"Soo, aku lihat kamu hari ini banyak melamun. Bos juga."
Jeonghan memang karyawan Seokmin yang paling peka dengan orang-orang di sekitarnya. Tidak jarang, Jeonghan lah yang pertama kali menyadari kejanggalan di kafe tempat ia bekerja itu. Entah sumbernya dari atasan mereka, atau teman-teman sesama karyawan di sana.
Jisoo tersenyum tipis. "Benarkah?"
"Apa kalian ada masalah lagi?" tanya Jeonghan, penasaran.
"Tidak ada, Han..."
"Tapi ... Boleh aku bertanya sesuatu? Kalau kamu tidak mau menjawabnya, juga tidak apa. Aku hanya penasaran." Melihat Jisoo mengangguk pelan, Jeonghan memaparkan rasa penasarannya. "Saat kamu disangka bos menghilang kemarin, bos sempat bilang ke Dino kalau cinta kalian itu terlarang. Itu maksudnya apa?"
Ah, pertanyaan ini lagi. Jisoo mengunci mulutnya rapat-rapat. Terdiam. Jisoo sungguh bingung hendak bagaimana menjelaskannya. Ia tidak mau berbohong. Namun tentu, membongkar rahasia Manusia Harapan juga bukanlah ide yang bagus. Jisoo kembali beralih pada mesin kasir. Tersenyum tipis, "kamu tahu sendiri, Seokmin itu bos aku. Aku cuma karyawan yang berdiri di belakang mesin kasir, Han. Derajat kami berbeda jauh. Lagipula, orangtua mana yang mau menikahkan anaknya dengan orang biasa sepertiku?"
Suatu hari nanti, Jisoo harus meminta maaf pada Ayah Seokmin mengenai ini. Maaf telah melibatkan beliau dalam kisah cinta anak labil yang tidak karuan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
WISH [Revisi] (✓)
Фанфик[Seoksoo GS Fanfiction] Manusia Harapan tidak memiliki nafsu ataupun perasaan cinta sama sekali. Yang ia lakukan 100 persen hanya untuk membantu Tuannya (orang yang 'memprogram' sifat manusia harapan). Fakta di atas nyatanya terbantahkan setelah Jis...