Enam

4.9K 641 135
                                    

"Itu hotelku. Bayar dua ratus ribu sini," tangan terulur meminta.

"Apa- apaan?" Dua mata memicing tidak terima.

"Tidak mampu bayar? Tsk. Dasar miskin."

"Enak saja. Kau punya hutang empat ratus ribu padaku," Sasuke melotot kesal.

Naruto mengerjap.

"Kapan?" tanyanya.

"Tadi. Setelah kau masuk penjara. Kau juga punya hutang bank dua puluh lima ribu," balas Sasuke.

Naruto diam beberapa saat. "Memangnya tidak boleh dianggap sudah lunas? Aku kan calon istrimu. Bermurah hatilah pada calon istri."

Sasuke memutar bola mata bosan. Menyentil dahi Naruto gemas. "Sekarang mau mengaku jadi calon istri ya. Kemarin- kemarin kenapa menolak? Gengsi jangan tinggi- tinggi."

"Bukan gengsi."

"Lalu apa?"

"Kelakuanmu bikin mual."

"Duh, ya. Mulutnya," Sasuke meringis masam. "Kocok lagi dadunya. Giliranmu."

Naruto mendengus. Meraih dadu dari atas meja dan melemparnya pelan.

"Enam," pekiknya. "Oke, satu dua tig-"

"Hei! Itu punyaku," seru Sasuke melotot.

Naruto menoleh. "Bukannya punyamu yang warna kuning?"

Bungsu Uchiha menggeram.

Si pirang meringis.

"Groarr!"

Papan monopoli terlempar mengenaskan.

"Mama Miko! Sasuke kumat!!"



"Sasuke!! Belum nikah jangan macam- macam!!" teriak Mikoto.

Yea, pasangan idiot.

..
..
..

"Sakura kau apakan tadi?" tanya Sasuke sembari tidur telungkup di sepanjang sofa ruang TV kediaman Uchiha. Retinanya mengamati kaos lengan pendek yang terlihat kebesaran, serta celana jeans belel selutut miliknya ketika SMP yang membalut tubuh si pirang.

Pada akhirnya Naruto terdampar di rumah Sasuke karena seretan maut Mikoto ketika menjemput putra bungsunya pulang sekolah sore tadi. Menuai tatapan heran dari banyak pasang mata tentang hubungan keduanya yang memang mencurigakan sedari awal.

Sasuke sih senang- senang saja. Lain cerita dengan Naruto yang sepanjang jalan memasang senyum masam dan delikan tajam untuk si manusia kelam.

"Ku apakan memang?" balas Naruto balik bertanya. Membiarkan jemari usil Sasuke memainkan gelungan rambutnya di belakang kepala. Gadis itu memang duduk di lantai memunggungi Sasuke untuk melihat serial kartun dari laptop di atas meja.

"Roknya basah."

"Oh, sepatunya licin barangkali. Jadi tergelincir saat aku mengepel," terang Naruto kalem.

"Bohong."

"Memang."


Sasuke mendecih.

"Apa? Tidak terima si permen kapas kujegal dan jatuh didepanku?" Si pirang melirik.

Sasuke menggeleng sekilas. "Sayang kan, gadis cantik kau begitukan."

Naruto menggeram. Kok kesal ya?



Kekeh pelan terdengar di telinga. "Ciee, yang cemburu." Sasuke mencolek dagu Naruto. Melongokkan wajah untuk melihat rengut menggemaskan yang selalu ditampilkan si pirang tiap kali marah.

Enemy, oh, my enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang