"Hutangmu memang tak seberapa bagimu tapi bagiku melebihi dari segalanya. Hutangmu memang tak ternilai dengan digit ataupun ringgit tapi hutangmu menyangkut Hati dan Perasaan yang beberapa detik lalu kau torehkan."
♡♡♡
Hening tak ada satu pun yang membuka suara setelah Gibran mengucapkan kata yang mampu membuat Zihan melambung tinggi dan kemudian jatuh ke kerak bumi. Mencabik-cabik hati dan perasaan Zihan, meruntuhkan pertahanannya yang sudah bertahun-tahun memendam perasaan. Dan kini pada saat dia merasa cintanya akan terbalaskan sebuah fakta baru didapatkan, bahwa ini hanyalah sebuah lelucon belaka.
Sadar Zihan sadar! Dia gak mungkin suka sama loe dia cuman nganggep loe sahabat. Gak lebih!
"Zihan... Zihan... Zihan Fahira Adinda Pratama!" teriak Gibran entah untuk yang keberapa kalinya.
Sontak Zihan terperanjat kaget saat mendapati suara bising yang begitu memekakkan. "I... i... iyah apa?" gagapnya.
"Bengong mulu dari tadi. Kesambet baru tau rasa loe," candanya seperti tak pernah terjadi apa-apa beberapa menit yang lalu.
'Gue emang udah kesambet, Ran. Kesambet cinta jin iprit di depan gue.' Zihan membatin.
"Gue baru tau kalau pekerjaan seorang Zihan Fahira Adinda Pratama adalah bengong, bengong, dan bengong udah kaya kaya kambing ompong." Zihan tak menanggapinya yang dia pikirkan hanyalah hati dan perasaannya yang sudah hancur berkeping-keping hanya dalam waktu sekejap. Dia merasa telah dipermainkan oleh sahabat sekaligus orang yang dicintainya.
Gibran Ahmad Luqman Prasetya, cinta pertamanya. Cinta yang masih terjaga kesuciannya. Yang hanya Allah dan sepertiga malam yang mengetahui dan tentu dirinya sendiri. Cinta dalam diam yang dia harapkan akan berakhir indah sebagaimana kisah cinta Sayidina Ali dan Fatimah binti Muhammad.
"Zihan loe kenapa sih? Dari tadi bengong mulu. Loe baik-baik aja, 'kan?" tanyanya seraya melambai-lambaikan tangan di depan wajah Zihan.
"Eng...eng...enggak papa kok, Ran. Gue baik-baik aja," kata Zihan berkilah menutupi perasaanya yang kini sudah remuk redam.
"Heyy, berduaan mulu udah kaya orang pacaran aja," ucap seseorang mengagetkan sepasang sahabat itu.
"Zahra!" pekik kedua serempak.
"Cieee kompak banget sih dua sahabat gue ini. Iya ini gue Zahra Nureni Sukma Prawira," tutur Zahra yang malah memperkenalkan nama lengkapnya dan langsung duduk di kursi kosong sebelah Zihan.
Zahra, Zihan, dan Gibran mereka bertiga sudah bersahabat sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan sampai saat ini masih menjalin hubungan persahabatan yang baik. "Apaan sih, Ra," kata Zihan menyangkal apa yang baru saja dikatakan sahabatnya.
"Loe dari kapan di sini?" tanya Zihan mengalihkan pembicaraan.
Sebenarnya niat Zahra ke tempat ini ingin membeli makanan untuk Hanna¾uminya tapi ternyata dia bertemu dengan kedua sahabatnya. Dan kebetulan juga dia memang berniat menghubungi sang sahabat untuk memberitahu perihal acara reuni yang akan diadakan teman-teman sewaktu SMPnya dulu.
'Sambil menyelam minum air kalau begitu.' Kira-kira begitulah yang ada dalam pikirannya.
"Dari tadi," jawabnya. Zahra langsung bangkit dari duduknya dan berniat mengambil pesanan makanan yang tadi sudah dia pesan. Namun urung saat ada sepasang tangan yang mencekal pergelangan tangannya. "Loe mau ke mana, Ra?" cegah Gibran.
'Gibran gue di sini kenapa loe malah megang tangan Zahra. Loe hutang penjelasan sama gue,' batin Zihan.
"Lepasin, Ran," pinta Zahra tapi Gibran enggan untuk melepaskan cekalan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Tikung Dia Di Sepertiga Malam || END
Espiritual[PINDAH KE DREAME] Di saat semua orang berlomba-lomba mengumbar rasa cinta, lain hal dengan Zihan yang lebih memilih untuk menyembunyikannya rapat-rapat. Menjadikan sepertiga malam sebagai gebrakan baru untuk merealisasikan cintanya. Sebagaimana ya...