Bagian 8

4.8K 243 45
                                    

Ketika kamu menjadi bagian dari masalahku apakah itu pertanda bahwa kamu menjadi bagian dari hidupku juga?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika kamu menjadi bagian dari masalahku apakah itu pertanda bahwa kamu menjadi bagian dari hidupku juga?


Felicia mempercepat langkahnya meninggalkan ruangan setelah selesai mengikuti mata kuliah psikologi Faal.

"Pel, tungguin gue kali!" teriak Syena dengan nafas yang memburu. Dia ditinggalkan oleh Felicia akibat melakukan ritual dandan terlalu lama sebelum meninggalkan kelas.

Felicia tidak menghiraukan panggilan Syena yang mirip teriakan penjual ikan yang setiap hari berkeliling di sekitar komplek rumahnya.

"Pel, tungguin gue napa!" teriak Syena sambil menghentak-hentakkan kaki di tanah dengan perasaan kesal.

"Kenapa sih, lo mau makan sendal!" bentak Felicia menghentikan langkah saat tubuh Syena telah sejajar dengannya.

"Ngapain makan sendal, gue punya duit kok beli makanan," balas Syena dengan bibir cemberut.

"Terserah lo deh," ujar Felicia memutar bola matanya kesal.

"Lagian ngapain lo ninggalin gue, biasanya lo sabar-sabar aja pas gue lagi dandan?" tuding Syena mengangkat alisnya untuk meminta jawaban.

"Gue mau ke mini cafe," jawab Felicia ogahan.

"Ngapain?"

"Udah deh nggak usah banyak nanya. Sana pulang luluran, lo bau asem," kesal Felicia.

Syena refleks mengendus tubuhnya, "gue wangi kok," protes Syena manyun.

"Iya lo wangi, sana pulang," usir Felicia menghalau Syena dengan tangannya.

"Iya iya, gue pulang," ujar Syena mencebikkan bibir kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.

Felicia mengambil langkah yang berlawanan dari arah Syena untuk meninggalkan tempat itu. Dia menuju mini cafe yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Belum beberapa langkah dia berjalan, kakinya serta merta tersetop saat sebuah tangan mencegat lengannya.

"Lo Felicia 'kan?" tanya salah seorang dari ketiga cewek yang menghadang langkah Felicia. Dia mirip penjual aksesoris imitasian di pinggir jalan karena semua anggota tubuhnya dipenuhi oleh benda-benda semacam itu, bukannya stylish malah jatuhnya mirip orang gila.

Felicia menganggukan kepala dengan pelan.

"Bisa ikut gue sebentar?"

"Ngapain?" Felicia menautkan alis melihat sisi lain cewek itu yang datang-datang dan nggak kenal  langsung ngajak tanpa alasan.

"Bentar aja kok," cewek penjual aksesoris itu tersenyum.

"Okelah," Felicia akhirnya mengalah.

"Oh ya nama gue, Anna. Senior lo di jurusan psikologi," sahut Anna di sepanjang perjalanan.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang