Tak disangka diusiaku yang kini sudah menginjak 17 tahun aku masih belum pernah merasakan indahnya pacaran. Olokan demi olokan aku terima yang hanya mampu kutelan dengan susah payah sambil mengusap dadaku lapang.Terkadang akupun iri dengan temanku yang berganti pacar layaknya berganti pakaian. Bukan maksud menjelek-jelekkannya, hanya saja wajahnya tidak cantik seperti para putri kerajaan. Wajahnya sangat biasa saja. Tapi kalau soal lelaki, hanya dengan satu kali senggol lelaki akan menoleh dua kali ataupun lebih.
Akupun semakin penasaran kenapa sampai sekarang aku belum memiliki pacar. Aku tidak lesbian. Sumpah. Aku masih normal dengan menonton drama-drama korea dimana Lee Jong Sook bermain dengan begitu tampannya. Apakah wajahku begitu buruk sampai-sampai tak ada yang ingin berpacaran denganku. Tapi menurut mama aku cantik, bahkan sangat cantik dan manis. Ditambah alisku yang tebal dan juga kulitku yang eksotis layaknya artis luar negeri.
Sampai akhirnya aku mulai jenuh dengan semua ini. Aku memang tidak begitu bisa akrab dengan lelaki. Terlebih lelaki yang baru kenal dan langsung bisa menyimpulkan bahwa aku baik atau langsung menyuarakan hatinya. Bagaimana bisa ia langsung menyimpulkan bahwa aku baik, kenalpun belum lama. Terlalu mengada-ngada. Apalagi sampai menyuarakaan isi hati? Apakah segampang itu jatuh cinta? Yang benar saja. Oh jangan lupa lelaki yang langsung meminta bertemu. Aku kadang dibuat pusing dengan tingkah lelaki sekarang. Dari situ dapat disimpulkan bahwa ia hanya akan mempermainkan hatiku yang memang pada dasarnya lemah ini.
Akhirnya akupun mulai tak mengurus hal-hal yang berbau pacaran atau sebagainya. Toh hidup masih panjang, sekolahpun belum tamat. Jadi kuputuskan berteman dengan banyak lelaki. Siapa tau salah satu dari mereka terpikat denganku dan langsung melamarku saat mapan kelak.
Dan apa yang aku pikirkan pun terjadi. Tak masalah jika belum mapan, toh yang ini udah pernah jadi target. Salah satu teman kelas semasa kelas 10 yang kini berada diatas gedung kelasku yaitu anak 12 IPS. Bukan main bahagianya, orang yang selama ini jadi target sedari masih sekelas akhirnya membalas perasaanku.
Bermula saat saling melemparkan lelucon digrup WhatsApp dan berlanjut chat secara pribadi sampai akhirnya ia mengajakku untuk menonton film yang sedang tayang . Aku dengan sikap malu-maluku akhirnya menerima ajakannya.Tapi sebelum nonton ia mengajakku makan terlebih dahulu. Memang hanya di warung lesehan, tapi ayam bakar yang sedang aku santap menjadi ayam bakar paling enak yang pernah aku makan. Cinta memang membuat semuanya jadi indah.
Saat sampai di bioskop, kami lansung mengantri membeli tiket. Saat tiba giliran kami ia menyebutkan film apa yang akan kami nonton dan mengambil duduk di kursi pojok atas. Akusih asik-asik saja toh memang aku suka duduk dipaling atas.serasa jauh gitu layarnya. Berasa juling kalau terlalu depan.
Film sudah mulai terputar menampilkan para pemain dari Malulo. Musdalifa Pinrang memulai perannya yang membuat satu studio terbahak, tak terkecuali aku dan dia. Masih dengan nafas tersenggal-senggal akibat tertawa. Kurasakan tangan hangatnya memegang tanganku yang dingin. Pandanganku pun sudah terarah penuh padanya. Dia hanya menampilkan senyum manisnya yang membuat lubang di pipi kirinya terlihat dan membuatku meleleh.
“Sekampung sama Musdalifa kan?” tanyanya masih menatap layar besar itu dengan serius.
Akupun juga kembali menatap layar besar yang sedang menampilkan wajah musdalifa.
“iya. Ada kebahagian tersendiri gitu pas tau dia kalau ngelawak pancline nya kena banget.” Jawabku merasa bangga atas pencapaian yang telah Musdalifa capai.
Mataku masih terarah penuh pada layar besar dihadapanku ini. Tapi aku bisa menangkap dari sudut mataku, ia sedang menatapku begitu intens. Hingga membuatku menoleh dan mata kami pun bertemu. Aku menaikkan alisku seolah bertanya Ada apa? Yang langsung ia jawab dengan senyuman. Lagi-lagi senyuman yang membuat lubang kecil itu terlihat dan membuatku meleleh.
Aku meringis pelan mendapati diriku yang selalu meleleh jika diberi senyum manisnya. Aku semakin terpesona padanya. Caranya dia tersenyum, caranya ia berbicara hingga jakunnya bergerak naik turun, cara dia membalikkan wajahnya untuk memfokuskan kembali dirinya pada layar besar didepan kami. Aku suka semua yang ada pada dirinya.
Kami kembali terfokus pada layar besar yang menampilkan wajah Arzil. Salah satu comedian yang berperan di film Malulo ini. Tangan kami masih bertautan. Dia kembali menatapku dan aku kembali menoleh padanya.
“kenapa sih? Kok dari tadi diliatin mulu?” Tanyaku yang mulai risih ditatap intens seperti itu.
“pacaran yuk.” Aku pasti salah dengar. Dia mungkin hanya minta dibayarkan. Tapi dibayarkan apa?
“hah? kamu tadi bilang apa?” tanyaku untuk meyakinkan dririku bahwa aku hanya salah dengar.
Ia kemudian maju mensejajarkan mulutnya dengan telingaku dan membisikkanku sesuatu yang kembali membuatku tak percaya.
“mau ngga jadi pacar aku?”
bukan main bahagianya ditembak sama orang yang udah jadi target selama bertahun-tahun.
Baru saja aku ingin menjawab dengan tegas bahwa aku ingin menjadi pacarnya. Tapi suaraku tiba-tiba tak bisa keluar, seperti ada sesuatu yang menghalanginya. Aku memegang leherku yang terasa semakin besar saat kupaksa untuk mengeluarkan suaraku. Aku berusaha mengeluarkan sesuatu yang menghalang jalur suaraku dengan terbatuk-batuk. Tapi hasilnya masih sama, kucoba menarik nafas dan terbatuk dengan keras. Dan hal itupun berhasil.
Aku terduduk dengan terengah-engah karena tersedak air liurku sendiri. Aku melihat sekelilingku dengan rasa heran. Bukankah aku sedang di bioskop? Mengapa sekarang aku berada di dalam kamarku? Masih dengan batuk kecil akibat tersedak air liurku kuraih handphone untuk melihat sudah jam berapa sekarang. Akupun membelalakkan mataku saat mengetahui fajar telah menampakkan dirinya. Sudah jam 6 lewat 5 menit. Itu berarti lagi-lagi aku telat melaksanakn shalat subuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE SHIT
Short StoryCuman cerita amatiran untuk mengisi waktu senggang. Enjoy reading :)