Enam

130 28 0
                                    


--


Renjana adalah milik Hasya lalu hadirnya Binar menjadikan mereka sempurna hingga semesta melengkapi nya dengan hadirnya Bumantara dan Bentala membuang asa menjadi bait keindahan yang nyata bukan hanya fatamorgana meski di luar sana semesta mengakui Bumantara dan Bentala tidak akan pernah menjadi amorfati tapi tidak dengan Bumantara dan Bentala pada Nawasena ini mereka bersatu menjelma bak Ksatria di istana untuk sang bidadari.

Binar Atma nampak terlelap tenang wajahnya begitu manis untuk Narsa yang sudah nyaris satu jam lebih tak bosan memandangi wajahnya begitu juga dengan dekapannya pada tubuh kurus mungil yang tak mengendur sedikitpun. Usapan lembut terus Narsa berikan ia tak beranjak kemana mana bahkan sudah mengatakan dengan Jessi--sekretaris keduanya, jika ada yang hendak menemuinya untuk mengatakan ia sedang sibuk dan tidak bisa diganggu dan untuk berkas-berkas yang memerlukan perhatian Narsa seperti tanda tangan dan lain-lain Narsa berpesan untuk meninggalkan saja di meja kerjanya atau mengirimkan file nya pada email Narsa.

"Nii ...!"

Dan turut duduk di hadapannya ada Sophie.

Narsa mengerjap dan menoleh pada Sophie yang sudah kembali memanyunkan bibirnya. Ia melirik sekilas Binar lalu kembali memandang Sophie yang kini malah mematrikan atensinya pada Binar.

Ia lantas mengulas senyum yang mengukir jelas lesung pipinya yang begitu dalam, "Kalau lihat Binar begini jadi ingat Uni cerita bagaimana sewaktu Uni bertemu Binar." ungkap Sophie lalu ia ikut memberikan usapan lembut pada punggung tangan Binar.

Mendengar itu Narsa ikut mengulas senyum cantiknya seraya mengangguk pelan. Narsa juga tak akan melupakan bagaimana Tuhan mempertemukan Binar kepadanya beberapa tahun silam bahkan saat Narsa belum bersinar seperti saat ini.

Saat itu Narsa masih merintis bisnis'nya masih awal sekali meski keadaannya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia sudah memiliki tempat tinggal sudah memiliki transfortasi sudah memiliki modal untuk menjalankan bisnis'nya. Dan yang terpenting adalah ia sudah dapat memberikan apapun yang memang Hasya butuhkan tidak lagi harus menahan sakit menahan perih dan meminta sang adik untuk bersabar dan hanya peluk yang bisa ia berikan jika sang adik kesakitan dan berdarah.

Kantornya masih sangat kecil saat itu ia masih mampu membeli beberapa hektar lahan sawit dan masih memulai bisnis tambang batubara nya yang pertama. Lalu pada satu malam di saat ia dalam perjalanan pulang ke rumah saat melewati jalanan raya yang sepi mobil Narsa nyaris menghantam motor yang melaju kencang dari arah yang berlawanan.

Narsa yang kaget saat itu spontan membanting setir nya untuk mengelakan agar tidak terjadi kecelakaan hebat. Jadi, sebisa mungkin ia mengambil keputusan untuk membanting setir'nya dan menginjak kuat-kuat rem mobilnya.

Narsa tentu saja sangat amat kaget dengan kejadian itu karena ia tidak dalam kondisi mengebut saat menyetir kala itu yang kemudian Narsa ketahui bahwa pengendara motor tersebut'lah yang sengaja menabrakan dirinya ke mobil Narsa.

Lalu masih dalam keterkejutannya yang hebat Narsa semakin dibuat syok saat mengetahui sang pengendara motor itu adalah sosok gadis seusia sang adik dalam kondisi tergeletak tak berdaya sudah dalam kerumunan orang-orang.

Kondisinya berdarah tentu saja saat dahinya menghantam setir mobil namun Narsa yang melihat kondisi gadis itu lebih parah darinya. Narsa tidak perlu banyak bicara kepada orang-orang yang pada saat itu sudah mengerumuni nya.

Nawasena Hasya NarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang