Daun jingga itu perlahan jatuh dari tempat nyamannya. Terbawa tiupan angin hingga perlahan menyentuh bumi dan bersatu dengan daun jingga lainnya. Angin yang berhembus tanpa suara dan wujud itu perlahan menjatuhkan hampir semua daun jingga pohon itu.Disisi lain di ruangan petak tak berekat yang berwarna putih bersih itu ada seorang gadis bersurai coklat yang dengan tenangnya menyaksikan seluruh proses jatuhnya daun jingga dari pohon itu. Mata bulat charcoal miliknya seolah tak berkedip menyaksikan seluruh kejadian alam itu dengan tenang. Bibir cherry itu selalu menciptakan nada-nada indah dan teratur yang dapat menyejukkan hati dan pikiran siapa pun yang mendengarnya. Kaki jenjangnya ia ayunkan kedepan dan belakang mengikuti ritme dari nada-nada yang keluar dari bibirnya. Sepintas lalu ia tampak seperti kebanyakan gadis lainnya, yang merasa bahagia pada setiap tahap kehidupannya. Tapi jika kau sudah menyelami dalamnya lautan batinnya saat itulah kau menemukan sederet kenyataan pahit yang ia sudah alami. Ingin rasanya ia dapat menyentuh daun jingga itu kembali. Ia ingin dapat merasakan hembusan angin yang menerpa wajah proposionalnya itu sembari memejamkan mata demi menikmati bisikan kecil angin itu padanya.Tapi apa daya, kini ia hanya dapat melihat daun jingga itu jatuh tanpa dapat menyentuhnya. Ia hanya dapat melihat itu semua dari balik kaca transparan tebal yang memisahkannya dengan dunia luar. Ia terkurung disana,ia tak dapat menggapai apapun.
Aline Aghana,gadis yang berada diruangan sepi tanpa tanda kehidupan itu menutup kelopak matanya seraya menghembuskan nafas panjang.Ia membayangkan dirinya berlari lari di taman dengan riang tanpa penghalang apapun.Ia bosan dengan suasana sunyi diruangan itu tanpa ada yang menghiraukannya yang telah 7 tahun terisolasi dari dunia luar.Tak ada yang peduli maupun membantunya agar dapat terbebas dari ruangan mati itu. Hanya sebuah benda menyerupai beruang dengan warna pink itulah yang menemaninya melewati hari-hari sunyi itu dalam 7 tahun ini.Boneka itu menjadi tempatnya mencurahkan semua kegelisannya. Ia sadar,sebanyak apapun ia berbicara dengan boneka itu, tak akan pernah ada respon yang akan diberikan oleh boneka beruang itu padanya.Ia sudah terbiasa akan semua itu,karena selama ini tak seorangpun dapat memahaminya. Walaupun boneka beruang itu sama saja seperti orang diluaran sana yang tak akan pernah meresponnya,setidaknya boneka beruang itu tak akan pernah mengkhianati dan berbuat jahat padanya. Kini gadis itu sedang menikmati hari terakhirnya diruangan itu.
Gadis itu terperanjat ketika mendengar seseorang membuka pintu ruangannya tiba-tiba. Mata charcoalnya ia arahkan pada sesosok pemuda yang kini berdiri tepat di depan pintu ruangannya. Pemuda berbajuh putih rapi itu memandangnya dengan tatapan yang selama ini ia terima dari semua orang yang menganggap dirinya rendah. Tatapan merendahkan itu kini tak mampu lagi membuatnya lemah seperti dulu.
" Aline Aghana. Saya hanya mengingatkan Anda, sudah pukul 09.30. Anda hanya memiliki waktu sekitar 30 menit lagi untuk bersiap." Ucap pemuda itu dengan air muka sinis. Kakinya melangkah meninggalkan ruangan Aline tepat setelah kalimat itu meluncur dari mulutnya. Bahkan ia tidak menunggu jawaban ataupun tanggapan dari Aline.
Semakin kesini waktu yang dimiliki gadis itu semakin menipis. Ia harus mempersiapkan segalanya dalam 30 menit. Sesungguhnya ia tak perlu mempersiapkan apapun, karna segalanya yang ia miliki hanyalah dirinya sendiri dan ia sudah siap untuk hari ini sejak tujuh tahun lalu. Aline berjalan kearah ranjang, membaringkan tubuh rapuhnya mungkin untuk yang terakhir kalinya diatas ranjang itu. Buliran bening mengalir lagi dari mata charcoalnya. Rasa sakit dihatinya masih terasa, bahkan kini rasa itu makin kuat mengingat dia yang mengirimnya keruangan isolasi ini adalah orang yang sama dengan penyebab ia menjadi seorang psycho. Seketika semua kisah lama yang ia sudah simpan rapat diingatannya itu terkuak kembali. Ia kembali mengingat semuanya. Semua. Dari mulai saat pertama ia dipandang berbeda oleh kedua orangtuanya. Hingga saat ini ketika sisa hidupnya hanya tinggal menghitung jam. Bahkan mungkin ia tak dapat kesempatan lagi untuk menyaksikan sunset dari balik jendela kamarnya hari ini. Gadis itu kembali mengatupkan matanya dan perlahan ia mulai terbawa dengan pikirannya sendiri.
YOU ARE READING
Verandering
Short StoryBahkan Seorang Psycho Hanya Butuh Sebuah Kesempatan Untuk Berubah. -Verandering