Suara hujan deras benar-benar mengganggu konsentrasi menggambarku. Udara dingin yang masuk melalui celah jendela membuat suasanya kamarku menjadi sedikit basah dan tentu saja lembab. Beberapa hari ini, aku lebih suka mengurung diri di kamar. Tidak ingin bertemu siapapun bahkan ayahku sendiri, Kim Taehyung.
Pria yang memilikiku saat usianya mengijak 18 tahun tersebut dan harus rela kehilangan orang yang merupakan belahan jiwanya memang sangat menyayangiku. Walaupun aku terlahir karena 'kecelakaan' dan tanpa sebuah ikatan, ia rela mengurusku sampai usiaku yang kini beranjak 24 tahun.
"Jiseo-ya, makan dulu," ujar Ayah beberapa menit setelah ia membuka pintu kamarku kemudian menatapku sebentar.
"Aku akan mengambilnya sendiri, Ayah. terima kasih." balasku tanpa menatapnya. masih asik dengan pensil dan buku sketsa di atas meja.
Pria 42 tahun itu terdengar mendengus. Aku meliriknya sejenak sebelum kembali fokus dengan gambarku.
"Jangan memaksakan dirimu, kau bisa sakit nanti," nasehatnya.
"Iya, Ayah …" kataku.
"Ayah akan membuatkanmu coklat hangat,"
Ia lantas pergi setelah mengatakan itu. Mungkin di benaknya ia menyesal memiliki anak yang terlalu introvert sepertiku.
"Aku sedang tidak ingin makan," lirihku.
Hujar mengguyur kota Seoul sejak pagi hari. Udara dingin memang sangat cocok untuk menikmati coklat hangat yang baru saja Ayah berikan padaku. Setelah mencium puncak kepalaku, ia berpamitan pergi bekerja. Setauku, Ayah adalah seorang yang memiliki jabatan yang sangat bagus di perusahaan terbesar di Korea. Maka dari itu, ia selalu datang ke kantor semaunya saja.
Aku sengaja membuka jendela kamarku lebar-lebar kemudian duduk disana sambil menikmati coklat hangat buatan Ayahku. Menyasapnya adalah hal yang paling menyenangkan karena aku yakin, ayah membuatnya dengan rasa kasih sayang yang ia berikan untukku. Ya, aku hanya merasa memiliki ayahku saja semenjak aku tidak pernah tau siapa yang melahirkanku ke dunia karena aku membuatnya mati dan tak pernah hidup lagi untuk waktu yang lama.
Mataku memandang seluruh jalan yang basah oleh hujan dan beberapa truk yang terparkir di bahu jalan. Tunggu—truk?
Ya, 3 buah truk sedang terparkir disana—diseberang rumahku. Beberapa orang terlihat menurunkan barang yang mereka simpan di dalam kardus. Sisanya beberapa bangku kayu juga perabotan-perabotan rumah lainnya.
"Rupanya sudah laku?" kataku.
Rumah mewah yang berada tepat di seberang rumahku memang sudah sekitar 9 tahun kosong. Terang saja, pemiliknya yang merupakan seorang pengusaha bangkrut menjualnya dengan harga yang terlampau tinggi untuk menutupi seluruh hutangnya.
"Pintar juga si kikir itu," sarkasku.
Tadinya, Ayah ingin membeli rumah itu untuk selanjutnya ia sewakan kepada orang lain. Tapi, orang tua yang menjualnya memberikan harga yang tidak masuk akal hingga beliau membatalkannya.
Tiba-tiba, seorang yang aku yakini salah satu penghuni rumah itu mendongak menyadari keberadaanku yang tengah duduk di jendela kamarku yang ada di lantai 2. Ia menatapku setelah pekerjaannya teralihkan oleh aku yang juga mengamati kegiatan mengangkat barang itu.
Biasa saja, pikirku. Orang itu terus melancarkan pandangannya padaku dan entah mengapa aku juga terus balas menatapnya.
"Cih!"
Lama kelamaan, ia melancarkan smirk mengesalkannya. Bahkan ia juga sekarang melipat kedua tangannya dan semakin terlihat bahwa ia membalas tatapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
검은 튤립 [Black Tulip] × Jungkook [CLOSED PO] [√]
Fanfic14 Maret 2018 [COMPLETE IN BOOK!] PRE ORDES STATUS = END E-BOOK = CLOSED FOR A WHILE "Tulip hitam yang tergeletak di depan kamarku, adalah awal dari semua tragedi yang terjadi padaku." Jungkook!AU! √ Kim Jiseo as You √ Jeon Jungkook of BTS as Himse...