Eternity

34 1 4
                                    

@@@@@@@@@@@

Sinar bias menyadarkanku dari lamun

Bukan mata namun jiwa

Hati terengguh bahwa kasih telah tampak

Mata menipu sebuah takdir...

@@@@@@@@@@@

Pagi yang dingin. Setengah dari pengguna kereta di stasiun itu mengenakan syalnya, namun semuanya mengenakan jaket tebal hingga tubuh mereka seperti menjadi beberapa kali lebih besar dari biasanya. Namun apa peduli penampilan kalau akhirnya kita menggigil kedinginan?

Sesosok namja dengan perawakan sedikit berisi menyusuri koridor 4 di stasiun itu. Berharap bertemu dengan orang yang ia cari.

"Ah, Lee Samgil terlalu lama! Dia bilang akan datang jam 8. Aku sudah terlambat pun dia masih belum datang?" umpat namja itu. Ia membenarkan posisi dari headphone yang terpasang di telinganya.

Sesekali ia melongokkan pandangan kearah kiri dan kanan untuk mengecek sahabatnya, Lee Samgil, yang sudah berjanji akan berangkat wisata bersama. Ornag-ornag banyak berlalu-lalang sehingga ia semakin sulit menemukan sosok sahabatnya itu.

"Aish, ini juga kenapa makin banyak orang yang lewat?" geram namja yang masih saja belum menemukan posisi yang tepat untuk headsetnya bersangga di daun telinga tipisnya.

Namun saat ia melongok kearah kanan, ia melihat sesuatu yang bersinar. Padahal dihalangi oleh banyak orang yang berlalu-lalang. Karena penasaran, namja itu makin memusatkan indra visualnya kearah pancaran sinar kuat itu.

Sesosok pemuda manis sedang berjalan menuju ke arahnya. Jarak mereka sekitar 10 meter lebih namun ia tahu bahwa makhluk bersinar itu sangatlah istimewa. Namja manis itu ternyata baru keluar dari gerbong awal yang beberapa menit yang lalu lewat didepan namja ber-headphone itu.

Jarak mereka semakin dekat dan namja ber-headphone itu bisa melihat dengan jelas kalau namja manis dan bersinar itu terus-menerus menyebarkan senyuman. Setiap orang yang melewatinya sakan-akan tertarik untuk memandangnya lebih lekat. Istilah lesung pipi itu menandakan tingkat manis seseorang itu dikiranya memang terbukti disini.

Senyum dari namja manis itu terus terngiang di benak sang namja. Bahkan hingga ia sudah didalam kereta untuk perjalanan wisata bersama sahabatnya, Lee Samgil, ia masih saja melamunkan hal itu.

"Ya, Youngwoon-ah! Sejak tadi aku sudah bercerita banyak hal dan reaksimu hanya begitu-begitu saja?" bentak Lee Samgil. Namja yang dipanggil Youngwoon itu tak menyahut. Matanya masih memandang jauh kedepan namun terhalang oleh tebalnya kaca kereta. Mulutnya yang tipis itu terbuka menandakan kekosongan dipikirannya. Tak sepenuhnya kosong sih, ia sedang memikirkan namja manis tadi yang terlihat sangat bersinar diantara kumpulan orang-orang di stasiun tadi.

"Youngwoon! Youngwoon!!! KIM YOUNGWOON!!!" panggil Lee Samgil. Masa bodoh dengan penumpang lainnya yang memandang heran kearah kedua sahabat ini. Yang dipikirkan Samgil sekaranga dalah menyadarkan sahabatnya secepatnya sebelum kerasukan arwah didalam kereta wisata tua ini!

"Apaan sih? Aku denger apa yang kamu ceritain kok," ungkap Kim Youngwoon akhirnya menghentikan goncangan ala gempa 7 skala richter di bahu milik sahabatnya itu.

"Apa yang kau lamunkan sampai aku kau cuekin seperti itu?" protes Samgil sambil memajukan bibir bawahnya.

"Seseorang yang sangat bersinar. Aku melihatnya tadi pagi sebelum kau datang, dan dia tersenyum padaku. Sangat manis, dan tak bisa terlupakan," rancau Youngwoon setelahnya. Samgil hanya ber-sweatdrop ria.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 15, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EternityWhere stories live. Discover now