2. Di belakang kamu

39 7 0
                                    

"Rasa cinta dalam persahabatan itu seperti air dan minyak. Mereka memang bisa bersama di wadah yang sama, tapi selamanya mereka takkan bisa menyatu." -Anta

Hari ini hari minggu, jadwal Anta dan Luna untuk jogging di taman kompleks. Karena itu, jam 7 tepat Luna sudah pergi ke rumah Anta.

"Bunda.. Luna cantik datang nih." teriak Luna dari luar pagar.

Jarak rumah Anta dan Luna hanya lima langkah. Karena jarak rumah mereka yang berdekatan, gadis itu selalu saja menganggu dan memanfaatkan Anta. Bagaimana tidak? Setiap pagi gadis itu sudah datang membuat keributan di rumahnya. Belum lagi kemanapun gadis itu pergi, Anta selalu menjadi sopir pribadinya. Walaupun begitu, Anta sangat menikmatinya.

"Eh anak Bunda udah datang. Mau jogging bareng Anta yah? Anta nya udah siap tuh, tapi lagi sarapan sama Ayah. Kamu juga masuk sana, sarapan bareng. Bunda mau nyiram bunga dulu." ucap Bunda

"Hehehe Bunda tahu aja kalau Luna lagi laper."

"Yaudah Luna masuk dulu yah Bunda." sambung Luna

Sesampainya di ruang makan. Luna dengan polosnya langsung duduk di kursi.

"Pagi Ayah. Makin ganteng aja. Coba Ayah belum nikah, pasti Luna mau kok jadi istri Ayah." ujar Luna sambil tertawa

"Anak Ayah bisa aja. Ayah kan awet muda. Lagian Luna nggak perlu jadi istri Ayah, kan bisa jadi istri Anta. Anta sama Ayah kan mirip. Walau tetap aja gantengan Ayah." ucap Ayah narsis

"Tapi Ayah, Anta kan nggak doyan cewek. Di sekolah aja Anta cuma dekat sama Luna. Banyak cewek di sekolah yang naksir Anta. Tapi tiap kali mereka mau dekatin Anta, Anta selalu cuek aja."

"Jadi Ayah, Luna mau tanya. Sebenarnya Anta itu cowok tulen kan Ayah?" sambung Luna sambil menatap serius Ayah.

"Ayah sih kurang yakin sama jenis kelamin Anta. Coba Luna tanya aja sama Bunda." jawab Ayah tidak kalah serius.

Hening. 2 menit kemudian terdengar suara tertawa dari mulut Luna dan Ayah. Sedangkan Anta hanya menatap keduanya dengan pandangan tidak suka. Selalu saja seperti ini. Ayahnya dan Luna kalau bertemu, selalu menjatuhkan harga dirinya sebagai lelaki. Tidak tahu saja Luna, kalau alasannya menjauhi gadis-gadis itu karena dirinya. Enak saja maen bilang Anta nggak doyan cewek. Buktinya dia doyan Luna tuh.
Gadis itu saja yang tidak peka.

Setelah menghabiskan sarapan mereka. Keduanya memutuskan untuk langsung pergi ke taman kompleks.

°°#°°

-Taman-

"Anta, masa yah kata Dira persahabatan antara cowok dan cewek itu nggak ada yang real. Pasti salah satunya ada yang jatuh cinta. Entah itu si cowoknya atau ceweknya. Kita nggak kayak gitu kan Anta? Lo nggak jatuh cinta sama gue kan?" kata Luna ketika keduanya sedang duduk beristirahat di bangku taman.

"Uhuk.. Uhuk.."

Mendengar hal itu, Anta yang sedang meneguk air mineral langsung terbatuk-batuk. Setelah merasa baikkan Anta langsung menjawab.

"Luna dengerin gue yah. Jangan sering-sering dengerin Dira kalau ngomong. Nanti otak lo terkontaminasi sama dia. Dan gue juga nggak mungkin suka sama lo. Apa bagusnya elo coba? Udah pendek, cantik juga enggak, terus otaknya pas-pasan, dan belum lagi.. Itu lo rata. Terus apa yang musti buat gue jatuh cinta coba?" ejek Anta sambil melirik Luna

"Eh monyet. Tinggal bilang enggak aja susah banget. Pake acara ngehina fisik gue lagi." kata Luna sambil memukul badan Anta

"Udah dong Luna. Badan gue sakit semua nih." mohon Anta

Luna terus saja memukuli tubuh Anta, menghiraukan rintihan minta ampun dari sahabatnya.

"Oke oke. Gue traktir lo eskrim deh." tawar Anta

Mendengar itu, sontak pukulan di tubuh Anta berhenti. Luna menatap binar Anta. Anta selalu saja tahu hal apa yang mampu membujuk gadis itu.

"Tapi digendong yah Anta? Kaki gue pegel nih abis jogging tadi." pinta Luna sambil memasang puppy eyes andalannya. Kalau sudah seperti ini, bagaimana mungkin Anta menolaknya.

Dari kejauhan, sepasang mata menatap interaksi keduanya. Kedua bola matanya memandang tidak suka. Laki-laki itu mengepalkan tangannya menahan emosi.

"Nih air minum lo." temannya datang menyodorkan air minum kepadanya.

Dia hanya mengambil minuman itu tanpa berniat menolehkan pandangannya pada temannya.

"Cih elah Leon, masih aja cuman berani ngeliat Luna dari jauh. Sekali ngedeketin cuma buat Luna marah. Emang nggak bisa apa, lo berdiri di depan Luna, biar dia bisa ngeliat lo. Bukan cuma lo berdiri di belakang Luna terus. Cowok bukan sih lo?"

"Lo nggak tahu rasanya jadi gue Ndra."

"Gue akan selalu ada di belakang dia. Bahkan jika dia tidak berniat menoleh sekali pun. Terkadang yang diinginkan memang tak selalu dapat diraih. " lanjut Leon

Cowok bernama Indra itu hanya menatap kasihan kepada sahabatnya. Dia tahu betul apa yang di alami sahabatnya itu, walaupun dia belum pernah merasakan berada di posisi Leon.

"Lo tahu Leon? Ada satu hal yang bikin cinta lo ke dia itu nggak pernah perfect. Karena dia nggak pernah tahu kalau cinta lo itu ada."

Mendengar apa yang dikatakan Indra, Leon memilih bungkam. Ia memikirkan betul apa yang dikatakan sahabatnya itu.

-bersambung.

AlongsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang