Pagi-pagi sekali, Mark sudah bergelut dengan berbagai macam bahan masakan di dapur. Matanya memicing saat mengamati dua stoples kecil tanpa label yang—menurut Mark—berisi gula dan garam. Tak mau salah ambil, akhirnya Mark memutuskan untuk mencicipinya. Ah, jadi yang tutupnya merah isinya garam, yang tutupnya hijau isinya gula, batin Mark mengingat-ingat. Kemudian, tangannya dengan sigap mengembalikan stoples yang bertutup hijau ke dalam rak bumbu dapur.
"Oke, garamnya sudah dapat. Roti tawar, keju, dan mayones sudah. Telur juga sudah. Sosisnya masih di kulkas. Hm, kurang lada," gumam Mark mengabsen bahan-bahan untuk membuat menu bekal sederhana, tapi enak, dijamin kamu suka yang resepnya ia peroleh dari internet. Matanya kembali memicing saat mengamati jajaran stoples-stoples kecil lain yang berisi bubuk dengan warna beragam. Kali ini, ia lebih memilih untuk bersusah payah membedakan bumbu dapur melalui tampilannya daripada harus mencicipinya. Kalian perlu tahu kalau Mark itu tidak suka pedas. Jadi, mana mungkin ia mau mencicipi lada? Bermodal pengetahuan seadanya tentang dunia dapur, Mark mengambil stoples bertutup biru yang menurutnya adalah lada. Stoples itu berisi bubuk berwarna kecokelatan. Sepertinya lada, kan? Yah, itu menurut Mark, sih.
Setelah semua bahan terkumpul, Mark mulai menyiapkan penggorengan. Ia meletakkan teflon berukuran sedang di tungku kompor listrik, kemudian menambahkan sedikit minyak ke dalam teflon. Mark menyalakan dan mengatur kompornya agar nyala api yang dikeluarkan kecil—sesuai dengan petunjuk di resep. Sambil menunggu minyaknya panas, Mark mengeluarkan sosis dari kulkas. Kemudian, ia mengambil empat buah sosis dan memotong tiap-tiap sosis menjadi dua bagian secara memanjang.
Bunyi letupan minyak mulai terdengar, menandakan penggorengannya sudah siap. Mark mengambil sebutir telur dari kulkas, lalu memecahkannya dengan hati-hati. Kali ini, telur gorengnya tidak boleh berantakan. Mark menghela napas lega saat telurnya sudah berada di wajan tanpa cacat sedikit pun. Mark mengambil sosis yang sudah dipotong tadi, lalu menaruhnya di teflon mengelilingi telur ceploknya. "Mirip english breakfast, whoa!" gumamnya tidak jelas. Sambil melantunkan beberapa baris lirik rap spontan, ditaburkannya bumbu-bumbu yang tadi sudah ia siapkan. Di resep tertulis bahwa tiap-tiap bumbu dibutuhkan sebanyak secukupnya atau sesuai selera, Mark pun tak mau ambil pusing masalah takaran bumbu.
Mark mematikan kompor tepat saat Taeyong masuk ke dapur dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. "Astaga! Mark, jangan coba-coba memasak!" kata Taeyong dengan setengah berteriak. Melihat Mark yang sedang berkutat dengan teflon dan kompor membuat nyawa Taeyong kembali terkumpul dalam kecepatan cahaya—Taeyong sudah sepenuhnya terjaga. Mark hanya menanggapinya dengan kekehan yang terdengar sangat kurang ajar bagi Taeyong. Bisa-bisanya masih cengengesan. Kalau dapurku hancur bagaimana? Kalau kebakaran bagaimana? batin Taeyong kesal. Ya, hanya membatin. Taeyong tak sampai hati untuk memarahi adiknya yang satu ini.
"Sudah selesai, kok. Aku bikin bekal buat Donghyuck."
"Heh? Aku nggak salah dengar, kan? Kamu yakin ini layak makan?" tanya Taeyong penuh kesangsian.
"Tenang, Hyung, aku masaknya sudah sesuai resep. Dapurmu juga masih baik-baik saja. Kemampuan memasakku sudah berkembang tahu," balas Mark santai.
Taeyong menggeleng-gelengkan kepalanya, "Terserah kamulah, yang penting dapurku nggak kenapa-kenapa. Tumben lho, nggak biasanya kamu mau repot-repot masak."
Mark hanya menanggapinya dengan senyuman sok misterius.
"Dasar bucin!" Taeyong mendecakkan lidahnya, tahu kalau Mark sedang dalam mode bucin—budak cinta. Dengan tidak rela dan agak was-was, Taeyong meninggalkan dapur. Nggak apa-apa, Taeyong mencoba menenangkan diri, Dia sudah selesai pakai kompor.
KAMU SEDANG MEMBACA
[MarkHyuck] Bekal
FanfictionMark bersusah payah melakukan hal yang sama sekali tidak dikuasainya demi menyenangkan Donghyuck.